ii
KARYA ILMIAH
KEPUTUSAN MENPAN RB NO. 39 TAHUN 2012
OLEH
NAMA : FLORENSIANA FEO HANOE
NPM : 22200048
SEMESTER : III/A
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERISTAS TIMOR
KEFAMENANU
2021
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan dapat menyelesaikan Makalah ini
dengan baik.
Dalam penulisan makalah ini, Penulis banyak mendapat bimbingan, dan
dukungan, dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dosen mata kuliah yang selalu membimbing Penulis sehingga dapat
menyelesaikan Makalah ini.
2. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung Penulis dalam
menyelesaikan Makalah ini.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari apa yang pembaca
harapkan, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang
membangun, demi kesempurnaan Makalah ini.
Kefamenanu, September 2021
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
pedoman untuk mendorong perubahan sikap dan perilaku pejabat dan pegawai
di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Saat ini pedoman bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam
pelaksanaan budaya kerja, mengacu pada Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman
Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. Namun, dalam perkembangannya
Keputusan Menteri tersebut dirasakan sudah tidak sesuai dengan
perkembangan dan dinamika yang terjadi saat ini.
Oleh karena itu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi membuat pedoman baru tentang Pedoman Pengembangan Budaya
Kerja, yang diharapkan dapat menjadi salah satu pendorong percepatan
reformasi birokrasi sehingga dapat menghasilkan birokrasi dengan integritas dan
kinerja tinggi sebagaimana diamanatkan dalam Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010-2025.
Reformasi birokrasi pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan birokrasi
pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas,
berkinerja tinggi, bersih dan bebas dari KKN, mampu melayani publik, netral,
sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik
aparatur negara. Tujuan dan kondisi birokrasi yang diinginkan telah tercantum
dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010–2025 dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road
Map Reformasi Birokrasi 2010–2014. Reformasi birokrasi ini merupakan wujud
dari komitmen berkelanjutan pemerintah. Secara khusus, pada tahun 2025
diharapkan Indonesia berada pada fase yang benar-benar bergerak menuju
negara maju yang mewujudkan pemerintahan kelas dunia, yaitu pemerintahan
yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan
pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang
demokratis serta diharapkan mampu menghadapi tantangan pada abad ke-21
melalui tata pemerintahan yang baik pada tahun 2025.
Untuk mencapai apa yang diharapkan di atas, diperlukan upaya luar biasa
untuk menata ulang proses birokrasi dan aparaturnya dari tingkat tertinggi
hingga terrendah. Untuk itu, diperlukan suatu perubahan paradigma yang
memberikan kemungkinan ditemukannya terobosan atau pemikiran baru, di luar
kebiasaan/rutinitas yang ada. Selain terobosan atau pemikiran baru, juga
diperlukan perubahan pola pikir dan budaya kerja. Untuk menjaga
keberlanjutan hasil terobosan atau pemikiran baru tersebut. Penekanan perlu
adanya perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam kebijakan reformasi
birokrasi, dinyatakan sebagai salah satu area dari 8 (delapan) area perubahan
yang harus dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Uraian tersebut di atas, memberikan pemahaman akan pentingnya perubahan
pola pikir dan budaya kerja dalam konteks reformasi birokrasi yang menjadi
sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam menyongsong tantangan
abad ke-21.
Selanjutnya untuk mempercepat keberhasilan proses perubahan pola pikir dan
budaya kerja aparatur di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah, disusun acuan yang dapat digunakan sebagai landasan dalam bentuk
4. Membantu Pengembangan Budaya Kerja dalam pelaksanaan reformasi
birokrasi;
5. Membantu Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk
mendorong perubahan sikap dan perilaku pejabat serta pegawai di
lingkungannya masing-masing agar dapat meningkatkan kinerja untuk
mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi; dan
6. Memberikan panduan dalam merencanakan, melaksanakan, serta
melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan budaya
kerja.
C.SASARAN
Terciptanya perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur negara menjadi
budaya yang mengembangkan sikap dan perilaku kerja yang berorientasi
pada hasil (outcome) yang diperoleh dari produktivitas kerja dan kinerja yang
tinggi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
B.TUJUAN
A. PENGERTIAN
Budaya kerja dapat dipahami sebagai sebuah keterkaitan unsur-unsur penting
dalam organisasi yang dijalankan oleh para pegawai. Budaya kerja bukanlah
sebuah unsur yang berdiri sendiri.
Unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Budaya Organisasi. Budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam
suatu organisasi yang menjadi acuan bagaimana para pegawai melakukan
kegiatan untuk mencapai tujuan atau cita-cita organisasi. Hal ini biasanya
dinyatakan sebagai visi, misi dan tujuan organisasi. Budaya organisasi
dikembangkan dari kumpulan norma-norma, nilai, keyakinan, harapan,
asumsi, dan filsafat dari orang-orang
di dalamnya. Oleh karenanya tidak
mengherankan bila kemudian
terlihat jelas dalam perilaku individu
dan kelompok. Budaya organisasi
juga menjadi dasar praktik di dalam
organisasi, termasuk bagaimana
anggota organisasi menyelesaikan
pekerjaan maupun berinteraksi satu
sama lain.
Budaya organisasi tumbuh menjadi mekanisme kontrol, mempengaruhi cara
pegawai berinteraksi dengan para pemangku kepentingan di luar organisasi.
Perubahan budaya organisasi berpengaruh pada perubahan perilaku
pegawai dalam organisasi tersebut. Perubahan budaya organisasi berlaku
dari tingkat tertinggi hingga satuan terkecil dalam organisasi. Keberhasilan
dalam mengembangkan dan menumbuh-kembangkan budaya organisasi
sangat ditentukan oleh perilaku pimpinan organisasi. Dalam
pengembangan budaya organisasi, hampir selalu dipastikan bahwa pimpinan
organisasi menjadi agen perubahan (change agent). Sebagai agen
perubahan, salah satu kontribusi signifikan yang diharapkan adalah berperan
sebagai panutan (role model). Gambar 1 di atas memperjelas pemahaman
mengenai budaya organisasi.
Gambar 1
Budaya Organisasi
BAB II
PEMBAHASAN
Budaya organisasi di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah dapat dikenali sebagai keunggulan organisasi dalam menjawab
tantangan dan perubahan.
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah diharapkan dapat
menciptakan dan mengembangkan budaya organisasi yang berorientasi pada
peningkatan kinerja, antara lain melalui diklat, evaluasi kinerja unit kerja dan
pegawai, sosialisasi, benchmarking, dan laboratorium pembelajaran.
Beberapa manfaat budaya organisasi, adalah:
a. Menerjemahkan peran yang membedakan satu organisasi dengan
organisasi yang lain, karena setiap organisasi mempunyai peran yang
berbeda, sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan
kegiatan yang ada di dalamnya;
b. Menjadi identitas bagi anggota organisasi. Budaya yang kuat membuat
anggota organisasi merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas
organisasinya;
c. Mendorong setiap anggota organisasi untuk lebih mementingkan tujuan
bersama di atas kepentingan individu; dan
d. Menjaga stabilitas organisasi. Komponen-komponen organisasi yang
direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi
internal organisasi menjadi lebih stabil.
2. Budaya Kerja (Culture set). Dalam Grand Design Reformasi Birokrasi, budaya
kerja dipahamkan sebagai Culture set. Secara sederhana budaya kerja
diartikan sebagai cara pandang seseorang dalam memberi makna terhadap
“kerja”. Dengan demikian budaya kerja diartikan sebagai sikap dan perilaku
individu dan kelompok yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Pada prakteknya, budaya
kerja diturunkan dari budaya organisasi. Budaya kerja merupakan suatu
komitmen organisasi, dalam upaya membangun sumber daya manusia, proses
kerja, dan hasil kerja yang lebih baik.
Pencapaian peningkatan kualitas yang lebih baik tersebut, diharapkan
bersumber dari setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri.
Budaya kerja berkaitan erat dengan perilaku dalam menyelesaikan
pekerjaan. Perilaku ini merupakan cerminan dari sikap kerja yang
didasari oleh nilai-nilai dan norma-norma yang dimiliki oleh setiap
individu. Ketika individu-individu ini masuk ke dalam sebuah organisasi,
maka akan terjadi penyesuaian nilai-nilai, norma-norma, sikap dan perilaku
yang dimiliki individu ke dalam nilai-nilai, norma-norma, sikap dan perilaku
yang diinginkan oleh organisasi demi mencapai cita-cita atau tujuannya.
Perubahan tersebut memakan waktu, komitmen, kedisiplinan dan upaya yang
luar biasa. Organisasi yang memiliki budaya kerja yang kuat akan dapat
memperoleh hasil yang lebih baik. Hal ini dikarenakan para pegawainya telah
mengetahui dan memahami “pekerjaan apa yang harus dilakukan dan
bagaimana cara menyelesaikan pekerjaan tersebut”. Secara sederhana
penjelasan mengenai budaya kerja dapat dilihat pada Gambar 1 di atas,
khususnya pada lingkaran dengan warna biru, dengan ungkapan: “Terlihat
pada bagaimana cara anggota organisasi menyelesaikan pekerjaannya.”
Aktualisasi budaya kerja antara lain dapat dilihat pada hal-hal berikut:
a. Pemahaman terhadap makna bekerja;
b. Sikap terhadap pekerjaan atau apa yang dikerjakan;
c. Sikap terhadap lingkungan pekerjaan;
d. Sikap terhadap waktu;
e. Sikap terhadap alat yang digunakan untuk bekerja;
f. Etos kerja; dan
g. Perilaku ketika bekerja atau mengambil keputusan.
Mengembangkan budaya kerja akan memberikan manfaat, baik bagi
pegawai itu sendiri maupun lingkungan kerja Kementerian/Lembaga, dan
Pemerintah Daerah dimana pegawai tersebut berada.
Manfaat budaya kerja bagi pegawai, antara lain memberi kesempatan untuk
berperan, berprestasi, aktualisasi diri, mendapat pengakuan, penghargaan,
kebanggaan kerja, rasa ikut memiliki dan bertanggungjawab, memperluas
wawasan serta meningkatkan kemampuan memimpin dan memecahkan
masalah.
Manfaat budaya kerja bagi instansi, antara lain:
a. Meningkatkan kerja sama antarindividu, antarkelompok dan antarunit
kerja;
b. Meningkatkan koordinasi sebagai akibat adanya kerjasama yang baik
antarindividu, antarkelompok dan antarunit kerja;
c. Mengefektifkan integrasi, sinkronisasi, keselarasan dan dinamika yang
terjadi dalam organisasi;
d. Memperlancar komunikasi dan hubungan kerja;
e. Menumbuhkan kepemimpinan yang partisipatif;
f. Mengeliminasi hambatan-hambatan psikologis dan kultural; dan
g. Menciptakan suasana kerja yang menyenangkan sehingga dapat
mendorong kreativitas pegawai.
Dalam konteks reformasi birokrasi, tujuan fundamental dari pengembangan
budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya
agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat,
peran dan komunikasi yang saling bergantung satu sama lain. Oleh
karenanya, reformasi birokrasi berupaya mengubah budaya kerja saat ini,
menjadi budaya yang mengembangkan sikap dan perilaku kerja yang
berorientasi pada hasil (outcome) yang diperoleh dari produktivitas kerja
dan kinerja yang tinggi.
Secara khusus, dalam konteks pembinaan aparatur negara dapat dikatakan
bahwa pengembangan budaya kerja aparatur negara merupakan upaya dan
langkah terencana secara sistematis untuk menerapkan nilai-nilai dan norma
etika budaya kerja aparatur negara, dan melaksanakan secara konsisten
dalam pelaksanaan tugas penyelenggaraan organisasi pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat.
3. Nilai-nilai Organisasi. Nilai-nilai organisasi merupakan dasar acuan dan
motor penggerak motivasi, sikap dan tindakan. Dalam konteks organisasi,
nilai-nilai organisasi harus dikembangkan atau sejalan dengan visi dan
misi organisasi. Nilai-nilai organisasi merupakan sebuah tuntunan atau
pedoman yang mendasari: “Bagaimana individu di dalam sebuah organisasi
berpikir, bersikap, bertindak dan mengambil keputusan”. Biasanya nilai-nilai
ini sulit untuk dipalsukan karena apa yang dipikirkan dan dilakukan,
merupakan refleksi dari nilai-nilai yang dianut dan dijalankan pegawai dalam
organisasi. Nilai-nilai inilah yang menjadi faktor penentu: “Bagaimana suatu
organisasi secara kolektif memiliki kualitas, kapasitas dan kapabilitas dalam
pengambilan keputusan”.
Dalam konteks reformasi birokrasi, perlu dan penting dilakukan perubahan
nilai-nilai organisasi yang akan menjadi dasar dalam mengembangkan
budaya kerja. Perubahan nilai organisasi bisa dilakukan melalui dua cara
yang harus dilakukan secara bersamaan. Cara yang dimaksud, adalah:
a. Melalui praktik keteladanan penerapan nilai-nilai oleh para pimpinan
organisasi. Dalam hal ini, pimpinan organisasi menjadi panutan (role
model).
b. Melalui penciptaan sistem organisasi dan teknologi yang dapat
mengarahkan individu dalam organisasi untuk menyesuaikan diri dengan
nilai-nilai yang baru.
Nilai-nilai organisasi memiliki fungsi antara lain:
a. Menjadi alat dalam pengendalian perilaku setiap individu dalam
melaksanakan perannya masing-masing dalam organisasi;
b. Mendorong terjadinya kondisi kerja yang saling menghormati, mau
mendengar, memberikan teladan, saling mengingatkan, dan bekerjasama
dengan baik;
c. Meningkatkan tanggungjawab individual terhadap perannya; dan
d. Mendorong peningkatan akuntabilitas organisasi.
Dalam konteks aparatur negara, nilai-nilai organisasi dapat dipahami sebagai
pilihan nilai-nilai moral dan sosial yang disepakati dan dianggap baik/positif
serta relevan untuk dijadikan pedoman dan dipegang teguh dalam
melaksanakan tugas penyelenggaraan organisasi pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat.
4. Etos Kerja. Etos kerja dibentuk oleh nilai budaya kerja. Etos kerja adalah suatu
paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang yang
diwujudkan secara nyata berupa perilaku khas kerja mereka. Secara
umum, etos kerja berfungsi sebagai pendorong atau penggerak terbangunnya
perilaku kerja yang diinginkan.
5. Pola Pikir (Mind set). Dalam Grand Design Reformasi Birokrasi pola pikir
dipahamkan sebagai Mind set. Pola pikir adalah kerangka mental yang
membangun sebuah makna tertentu, yang menentukan pandangan, sikap
dan perilaku seseorang. Dengan kata lain, pola pikir menentukan: “Apa yang
akan dilakukan”. Pola pikir sangat dipengaruhi oleh sistem kepercayaan atau
sistem nilai yang dimiliki, nilai-nilai keluarga, pendidikan, dan lingkungan.
Oleh karena itu harus dipastikan agar pola pikir hanya dibentuk dan
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang baik dan benar.
Jika pola pikir sudah terbentuk sesuai dengan nilai-nilai organisasi, budaya
kerja, dan etos kerja, maka pola pikir akan memiliki fungsi antara lain:
a. Membantu pembentukan etos kerja individu dalam organisasi; dan
b. Membantu setiap individu dalam organisasi untuk memberikan kontribusi
pada pencapaian tujuan organisasi.
Hubungan dari beberapa pengertian di atas dapat digambarkan sebagai
berikut:
Budaya kerja terbentuk dari nilai-nilai yang telah disepakati secara konsisten,
dan telah disosialisasikan di lingkungan Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah. Hasil dari terinternalisasi nilai-nilai tersebut
diekspresikan dalam perilaku kerja sehari-hari pada setiap pegawai. Budaya
kerja yang telah terinternalisasi tersebut dapat dilihat dari etos kerja yang
ditampilkan.
Proses dari nilai-nilai menjadi budaya kerja dan kemudian muncul sebagai
etos kerja, akan bisa menjadi daya ungkit perubahan pola pikir bagi setiap
pegawai di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
B.PRINSIP DASAR
1. Budaya kerja diturunkan dari budaya organisasi.
2. Budaya kerja merupakan hasil dari proses internalisasi nilai-nilai
organisasi yang diekspresikan dalam perilaku kerja sehari-hari.
3. Budaya kerja merupakan sikap mental yang dikembangkan untuk selalu
mencari perbaikan, penyempurnaan dan/atau peningkatan terhadap apa
yang telah dicapai.
4. Budaya kerja dikembangkan antara lain dengan mempertimbangkan
ajaran-ajaran agama, konstitusi (peraturan perundang-undangan), kondisi
sosial dan budaya setempat.
5. Perubahan budaya kerja harus berjalan secara terencana, terstruktur,
komprehensif dan berkelanjutan.
6. Budaya kerja ditanamkan atau diubah melalui perubahan nilai-nilai
organisasi.
Keberadaan Budaya Kerja dalam Kerangka Reformasi Birokrasi
C.
Dalam Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 - 2025, telah digambarkan pola
pikir pencapaian reformasi birokrasi. Gambar Pola Pikir tersebut menjelaskan
bahwa implementasi dari program-program reformasi birokrasi baik pada
tingkatan makro, meso maupun mikro pada masing-masing
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, diyakini akan mendorong
perubahan pola pikir dan budaya kerja birokrat yang mencerminkan integritas
dan kinerja yang semakin tinggi.
Selain sebagai bagian dari pola pikir pencapaian visi, dalam Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025 juga ditegaskan bahwa perubahan pola pikir
(Mind set) dan budaya kerja (Culture set) menjadi salah satu dari sasaran 8
(delapan) area perubahan. Tabel 1 di bawah ini menjelaskan area perubahan
dan hasil yang diharapkan.
Tabel 1.
Area Perubahan Reformasi Birokrasi dan Hasil yang Diharapkan.
Pada Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa perubahan pada pola pikir dan budaya
Upaya mengubah pola pikir dan budaya kerja aparatur yang telah ada sekarang,
menjadi birokrasi dengan integritas dan kinerja tinggi adalah sebuah pekerjaan
besar dan membutuhkan komitmen serta kedisiplinan yang luar biasa, sumber
daya yang besar dan waktu yang panjang. Oleh karena itu, agar perubahan
budaya kerja dapat dilakukan dengan baik dan memberikan hasil yang
diharapkan, perlu adanya pengelolaan yang baik. Pengelolaan terhadap
perubahan biasa dikenal dengan istilah manajemen perubahan. Manajemen
perubahan adalah pendekatan sistematis untuk menghadapi
Gambar 4.
Kerangka Manajemen Perubahan
perubahan, baik dari perspektif
organisasi maupun pada tataran
individu. Manajemen perubahan
dikembangkan dan dijalankan dengan
strategi yang tepat, terstruktur dan
komprehensif untuk membawa
organisasi dari kondisi saat ini
menuju kondisi yang diinginkan
sebagaimana digambarkan pada
Gambar 4 mengenai Kerangka
Manajemen Perubahan.
kerja aparatur diharapkan akan menghasilkan birokrasi dengan integritas dan
kinerja yang tinggi. Untuk itu diperlukan sosok aparatur yang mampu
melaksanakan tugas secara profesional dengan dilandasi nilai-nilai dan
menciptakan etos kerja yang lebih bertanggungjawab.
D. Keterkaitan Budaya Kerja dengan Manajemen Perubahan
Untuk perubahan organisasi, manajemen perubahan dapat dikatakan sebagai
aktivitas yang mencakup namun tidak terbatas dalam:
1. Mendefinisikan dan menanamkan nilai-nilai, sikap, norma dan perilaku baru
di dalam sebuah organisasi yang mendukung cara-cara baru dalam
melaksanakan pekerjaan dan mengatasi perlawanan terhadap perubahan;
2. Membangun konsensus di antara para pelanggan dan pemangku kepentingan
mengenai perubahan-perubahan spesifik yang dirancang untuk memenuhi
kebutuhan mereka dengan lebih baik; dan
3. Perencanaan, pengujian, dan pelaksanaan seluruh aspek transisi dari satu
struktur organisasi atau proses bisnis ke yang lain.
Secara umum, pegawai akan menentang atau enggan terlibat dalam perubahan
karena mereka menganggap perubahan organisasi akan merusak lingkungan
kerja yang sudah mapan dan terbentuk, serta mengancam kepentingan nilai-diri
mereka. Contoh: perubahan teknologi dapat dipandang sebagai kritik tersirat,
melukai nilai diri pegawai, pegawai takut keterampilan dan kemampuan mereka
akan diturunkan nilainya, mereka tidak akan mampu mendapatkan
keterampilan baru yang dibutuhkan, dan teknologi baru akan menyebabkan
pekerjaan monoton dan kurang memuaskan. Perubahan organisasi juga dapat
mengarah pada pembagian peran, wewenang dan sumber daya yang baru, yang
dapat menyebabkan rasa tidak aman. Perubahan budaya kerja dalam organisasi
akan menimbulkan kesulitan yang besar bila tidak dikelola dengan baik.
Untuk itu, sangatlah penting untuk menekankan perlunya memahami peran
dan pengaruh budaya kerja dalam manajemen perubahan. Dengan memahami
budaya kerja, akan membantu jajaran pimpinan organisasi untuk mengetahui
dengan tepat kemungkinan di mana mereka akan menemui penolakan terhadap
perubahan. Penolakan yang timbul, diakibatkan adanya ketidak sesuaian antara
strategi manajemen perubahan dengan budaya kerja. Hal ini selanjutnya
memungkinkan mereka untuk mengambil satu dari pilihan berikut:
1. Mengabaikan budaya kerja;
2. Mengelola di sekitar budaya kerja;
3. Berusaha mengubah budaya kerja agar sesuai dengan strategi; atau
4. Mengubah strategi agar sesuai dengan budaya kerja.
Untuk mendapatkan hasil terbaik, pertimbangan harus diberikan untuk
mengelola budaya kerja atau bahkan mengubah strategi untuk
memperhitungkan budaya kerja dalam manajemen perubahan.
Dengan demikian, untuk dapat mengelola perubahan budaya kerja dengan baik,
perlu dikenali proses perubahan karakter budaya kerja itu sendiri. Proses yang
dimaksud sebagai berikut:
1. Perubahan budaya kerja sebaiknya dilakukan secara evolusioner, tidak
revolusioner. Hal ini disebabkan karena kebanyakan orang yang mengalami
perubahan budaya kerja akan berada pada kondisi psikologis yang dinamakan
kejutan budaya (culture shock). Kejutan ini terjadi karena orang diminta
bahkan terkadang dipaksa untuk keluar dari area nyaman (comfort zone).
2. Perubahan budaya kerja merupakan aktivitas yang sangat kompleks. Satu
kesalahan kecil dalam manajemen perubahan dapat mengakibatkan kegagalan
perubahan organisasi. Oleh karenanya perubahan budaya kerja harus
dilakukan secara terencana melalui sistem yang terstruktur dan
komprehensif. Tanpa sebuah perencanaan yang matang dan sistem yang
dibangun, maka perubahan tersebut dapat dianggap sebagai hal yang
menyesatkan. Sebuah sistem harus berada dalam keseimbangan sosial yang
menjaga dinamika organisasi.
3. Perubahan budaya kerja memerlukan proses yang berkelanjutan atau terus
menerus. Seperti telah disebutkan di atas, budaya kerja merupakan komitmen
organisasi yang berkaitan erat dengan perilaku dalam menyelesaikan
pekerjaan. Perilaku itu sendiri merupakan cerminan dari sikap kerja yang
didasari oleh nilai-nilai dan norma-norma yang dimiliki oleh setiap pegawai.
Ketika pegawai masuk ke dalam sebuah organisasi, maka akan terjadi
penyesuaian antara pola kebiasaan berperilaku, bersikap, dan pola
komunikasi serta cara kerja yang dimiliki pegawai ke dalam pola kebiasaan
berperilaku, bersikap, dan pola komunikasi serta cara kerja yang diinginkan
oleh organisasi demi mencapai cita-cita atau tujuannya. Melakukan
perubahan budaya kerja berarti melakukan usaha memasukkan nilai-nilai
dan cara-cara kerja baru untuk organisasi.
Pengorganisasian Pengembangan Budaya Kerja
Dengan memahami kaitan antara manajemen perubahan dan pengembangan
budaya kerja, serta mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Peraturan Menteri PAN dan RB)
Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen
Perubahan (Buku 4), tugas mengubah pola pikir dan mengembangkan budaya
kerja di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah
merupakan tanggungjawab Tim Reformasi Birokrasi pada masing-masing
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, khususnya Tim Manajemen
Perubahan.
www.djpp.depkumham.go.id
E.
Dalam Peraturan Menteri PAN dan RB tersebut, dijelaskan bahwa
setiap perubahan termasuk didalamnya proses sosialisasi dan internalisasi
dalam proses reformasi birokrasi dikelola oleh Program Management
Office (PMO).
Pada prinsipnya pengembangan budaya kerja merupakan proses yang panjang
dan tidak mudah, harus dilakukan secara terus menerus, dengan strategi yang
tepat dan konsisten.
Gambar 6.
Tingkat Kemudahan dan Waktu yang Dibutuhkan untuk
Perubahan Budaya Kerja
Gambar 6, memberikan
ilustrasi tingkat kemudahan
dan waktu yang dibutuhkan
untuk mengubah budaya
kerja. Gambar ini
menjelaskan bahwa
mengubah budaya kerja
membutuhkan waktu yang
panjang dengan tingkat
kesulitan yang tinggi. Sesuai
prinsip dasar, budaya kerja
merupakan hasil dari proses
internalisasi
nilai-nilai organisasi yang selanjutnya diekspresikan dalam perilaku kerja
sehari-hari. Secara sederhana untuk mengembangkan budaya kerja, perlu
ditempuh 3 (tiga) tahapan besar, yaitu:
1. Perumusan nilai-nilai;
2. Implementasi;dan
3. Monitoring dan evaluasi.
A. Perumusan Nilai-nilai
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa untuk mengembangkan budaya kerja yang
baru, hal pertama yang harus dilakukan adalah merumuskan nilai-nilai baru
yang diinginkan. Nilai-nilai baru adalah nilai-nilai yang dipercaya akan
membawa organisasi mencapai visi dan menuntaskan misinya. Hal penting yang
harus diingat dalam merumuskan nilai-nilai organisasi, adalah bahwa nilai-nilai
harus didasarkan pada praktik yang dikenal dan dapat dilaksanakan setiap
pegawai di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Nilai-
nilai tersebut harus berakar pada apa yang sesungguhnya berlaku dalam
organisasi dari hari ke hari untuk menjadi lebih baik.
Sumber nilai dapat diambil dari nilai-nilai yang terkandung dalam:
1. Ajaran agama;
2. Falsafah negara; dan
3. Kebiasaan yang berkembang baik dalam masyarakat/adat.
F. LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA
B.Implementasi.
Setelah nilai-nilai beserta cara pengukurannya selesai didefinisikan, tahap
selanjutnya adalah mendeklarasikan nilai-nilai dan membangun komitmen
untuk menerapkan budaya kerja serta dilanjutkan dengan menyosialisasikan
dan menginternalisasikan.
Mendeklarasikan budaya kerja merupakan tahapan penting, dimana secara
formal dinyatakan bahwa proses pembangunan/pengembangan budaya kerja
dimulai. Secara umum tujuan pendeklarasian ini adalah untuk membangun
komitmen. Oleh karena itu deklarasi harus dilakukan oleh Pimpinan tertinggi
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang dihadiri oleh jajaran
pimpinan lainnya serta seluruh pegawai.
Tahap selanjutnya adalah proses sosialisasi, yaitu proses mengomunikasikan
apa yang telah disepakati, hal ini dimaksudkan untuk membangun
penerimaan dan keterlibatan seluruh pegawai.
C.Monitoring dan Evaluasi
Pada dasarnya aktivitas monitoring dan evaluasi untuk melihat seberapa besar
kemajuan dari proses pengembangan budaya kerja. Dalam rangka
mempercepat pencapaian hasil dan mempertahankan motivasi pegawai untuk
membangun budaya kerja, selain menggunakan scorecard dapat dikembangkan
proses monitoring dan evaluasi secara kreatif.
Contoh proses monitoring dan evaluasi adalah mengadakan kompetisi antar
kelompok untuk topik nilai tertentu. Contoh: pembahasan dan penerapan nilai
disiplin.
1. Salah satu penerapannya adalah tepat waktu kehadiran. Kelompok-kelompok
akan berkompetisi selama 3 (tiga) bulan. Pada akhir bulan ke tiga, diadakan
semacam pertemuan yang biasa disebut sebagai Gelar Budaya
Kerja/Konvensi.
2. Pada pertemuan tersebut setiap kelompok memaparkan tingkat ketepatan
waktu kehadiran anggota kelompoknya. Penting juga dijelaskan apa yang
ditempuh oleh masing-masing kelompok untuk mencapai tingkat ketepatan
waktu tersebut.
3. Kelompok dengan tingkat ketepatan waktu yang paling tinggi akan menjadi
pemenang. Hal penting yang menjadi pembelajaran dari penanaman nilai-
nilai ini adalah apa yang dikerjakan oleh kelompok pemenang tadi untuk
sampai pada tingkat ketepatan waktu seperti itu.
Lakukan hal ini dengan topik yang sama beberapa waktu sampai dipandang
nilai-nilai ini sudah cukup kuat, sebelum pindah pada nilai yang lain. Apabila
sudah pindah pada nilai yang lain, sekali waktu ada baiknya kembali pada nilai
disiplin tadi untuk memastikan sekaligus menguatkan implementasi dari
nilai tersebut.
PENUTUP
1. Perumusan nilai-nilai, melalui 5 (lima) langkah, yaitu: menyusun
perencanaan, mengidentifikasi nilai-nilai, mengidentifikasi area sensitif,
menetapkan perilaku utama, dan merumuskan bagaimana mengukur
perilaku utama.
2. Implementasi, yang dilakukan melalui kegiatan sosialisasi dan internalisasi.
3. Monitoring dan Evaluasi.
Untuk memastikan keberhasilan pengembangan budaya kerja, telah dijelaskan
faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses tersebut.
Agenda tindak lanjut yang harus dipersiapkan oleh Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah:
1. Pimpinan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah:
a. Membuat Surat Keputusan Tim Pelaksana Pengembangan Budaya Kerja
(bila Tim Manajemen Perubahan dalam Reformasi Birokrasi belum
dibentuk);
b. Menambahkan tugas mengenai Pengembangan Budaya Kerja pada Tim
Manajemen Perubahan (bila Tim Manajemen Perubahan dalam Reformasi
Birokrasi telah dibentuk).
2. Pimpinan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah,bersama Tim:
a. Mengidentifikasi nilai-nilai yang akan dikembangkan menjadi budaya kerja;
b. Menerjemahkan nilai-nilai ke dalam bentuk perilaku utama;
c. Mengenali kemungkinan-kemungkinan penolakan yang akan muncul dan
merumuskan alternatif cara mengatasi;
d. Melakukan sosialisasi untuk mengomunikasikan nilai-nilai yang telah
disepakati;
www.djpp.depkumham.go.id
BAB III
3.1 Kesimpulan
Pengembangan budaya kerja dengan penanaman nilai-nilai baru yang
lebih mendorong tercapainya tujuan reformasi birokrasi pada
masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah adalah suatu
hal yang tidak dapat ditunda. Hal ini menjadi salah satu faktor
keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi.
Pedoman Pengembangan Budaya Kerja menjelaskan kembali mengenai
pengertian budaya kerja, manfaat dan prinsip dasar budaya kerja. Dalam
pedoman ini juga diperjelas keterkaitan budaya kerja dalam reformasi birokrasi
dengan manajemen perubahan, serta pengorganisasian budaya kerja dalam
struktur Program Management Office (PMO) Manajemen Perubahan.
Secara teknis, pedoman ini menjelaskan 3 (tiga) tahapan besar dalam
mengembangkan budaya kerja yaitu:
e. Merumuskan kriteria dan cara pengukuran keberhasilan internalisasi
budaya kerja;
f. Membentuk kelompok-kelompok budaya kerja; dan
g. Melakukan monitoring dan evaluasi serta menindaklanjuti hasil evaluasi
sebagai proses penguatan nilai-nilai.

More Related Content

PPTX
Performance Coaching Built In Training
PPTX
Interpersonal Relationship & Communication Skill _Materi Training
PDF
Materi Training esq, training motivasi, Training kepemimpinan - Aditya 087888...
PPT
Sikap Kerja Produktif
PDF
11 Langkah Sistemasi Menciptakan Leader-Leader di Bisnis
PPT
APAKAH ITU PROFESI KONSULTAN?
PPTX
Menginisiasi Manajemen Perubahan _Training "STRATEGIC THINKING"
PPT
High performance leadership
Performance Coaching Built In Training
Interpersonal Relationship & Communication Skill _Materi Training
Materi Training esq, training motivasi, Training kepemimpinan - Aditya 087888...
Sikap Kerja Produktif
11 Langkah Sistemasi Menciptakan Leader-Leader di Bisnis
APAKAH ITU PROFESI KONSULTAN?
Menginisiasi Manajemen Perubahan _Training "STRATEGIC THINKING"
High performance leadership

What's hot (20)

PDF
Modal Manusia Sebagai Keunggulan Organisasi: Membangun Engagement Internal
PPTX
Coaching and Counselling _Materi Training
PDF
Memulai Bisnis dengan Business Canvas Model
PDF
company Profile Humanika Consulting 2022
PDF
Psikologi Bisnis I part 1
PDF
HR Professional dari Perspektif CEO
PDF
Materi Training Leadership Skills
PPTX
Coaching module Medhica
PPTX
PPT
Bab 2 (jiwa kewirausahaan)
DOCX
(2022) Pelatihan _"APPRECIATIVE LEADERSHIP"
PDF
Interpersonal Skills Training by Coach Eval
PDF
Peran Orang Tua dalam Membimbing Karir Pada Anak
PPTX
(2022) Training _"TAKING INICIATEVE and PROACTIVE LEADERSHIP"
PPTX
Training of trainer
PDF
Pelatihan COACHING & COUNSELING
PDF
Company profile 2017 ver1.0
PDF
Talent Management Based Competency
PDF
Bale thinking model : Creative Thinking
PPT
Team work 97
Modal Manusia Sebagai Keunggulan Organisasi: Membangun Engagement Internal
Coaching and Counselling _Materi Training
Memulai Bisnis dengan Business Canvas Model
company Profile Humanika Consulting 2022
Psikologi Bisnis I part 1
HR Professional dari Perspektif CEO
Materi Training Leadership Skills
Coaching module Medhica
Bab 2 (jiwa kewirausahaan)
(2022) Pelatihan _"APPRECIATIVE LEADERSHIP"
Interpersonal Skills Training by Coach Eval
Peran Orang Tua dalam Membimbing Karir Pada Anak
(2022) Training _"TAKING INICIATEVE and PROACTIVE LEADERSHIP"
Training of trainer
Pelatihan COACHING & COUNSELING
Company profile 2017 ver1.0
Talent Management Based Competency
Bale thinking model : Creative Thinking
Team work 97
Ad

Similar to Karya ilmiah florensiana feo hanoe 22200048 (20)

DOCX
Budaya organisasi
DOCX
Materi ppt etika bisnis budaya kerja
PPT
423234726-budaya-dan-etika-ini-ppt.ppt
PPT
15680981347747 (1).ppt
PPTX
Administrasi pembangunan
PDF
Leadership Culture Transformation - Pemprov Jatim.pdf
PPT
budaya kerja slides baru.ppt
PPTX
MATERI ETIKA DAN BUDAYA KERJA PI TH 2022.pptx
PPTX
PPT PEP K.6 Budaya Pelayanan.pptx
DOCX
Pengertian perubahan sosial menurut para ahli
PPTX
materi ipa perubahan budaya dan organisasi.pptx
DOCX
Laporan proyek perubahan Diklat PIM IV
PDF
Pengaruh kepemimpinana dalam
PPT
Budaya Kerja.ppt
PPTX
GCG Internalization by Corporate Culture _Materi Training GCG
PPTX
Manajemen Aparatur Sipil Negara Menuju ASN Berakhlak
PPTX
PDF
BUDAYA KERJA.pdf
PDF
Pedoman Perilaku Penerapan ASN yang BER-AKHLAK
PDF
Modul manajemen perubahan
Budaya organisasi
Materi ppt etika bisnis budaya kerja
423234726-budaya-dan-etika-ini-ppt.ppt
15680981347747 (1).ppt
Administrasi pembangunan
Leadership Culture Transformation - Pemprov Jatim.pdf
budaya kerja slides baru.ppt
MATERI ETIKA DAN BUDAYA KERJA PI TH 2022.pptx
PPT PEP K.6 Budaya Pelayanan.pptx
Pengertian perubahan sosial menurut para ahli
materi ipa perubahan budaya dan organisasi.pptx
Laporan proyek perubahan Diklat PIM IV
Pengaruh kepemimpinana dalam
Budaya Kerja.ppt
GCG Internalization by Corporate Culture _Materi Training GCG
Manajemen Aparatur Sipil Negara Menuju ASN Berakhlak
BUDAYA KERJA.pdf
Pedoman Perilaku Penerapan ASN yang BER-AKHLAK
Modul manajemen perubahan
Ad

Recently uploaded (20)

PDF
Pengantar Filsafat Ilmu Oleh Suedi untuk Mahasiswa
PPTX
Materi dalam pembelajaran kecerdasan buatan.pptx
PDF
Slaid Presentation- Pendekatan Inovatif-En. Saifful.pdf
PPT
Teori pengukuran dan kesalahan dalam suatu rangkaian
PDF
2. materi pelatihan Mengoperasikan Boiler.pdf
PPTX
Copy of Copy of Sesi 4_Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan K...
PPTX
UART (Universal Asynchronous Receiver Transmitter Protocol)
PPT
Materi kuiah Sistem-Komputer untuk siswa.ppt
PPTX
Penggunaan Listrik yang aman dan sehat untuk Rumah Tangga
PPT
Induksi Matematik pertemuan keduaperkuliahan.ppt
PPTX
PPT Excel Dasar untuk profesional kantor.pptx
PPTX
pcm pendopo ujung berung bandung tes.pptx
PDF
3. Materi pelatihan Mengawasi Operasi Boiler.pdf
PPT
K3 KEBAKARAN pada pabrik kelapa sawit.ppt
DOCX
kondisi jalur lintas sumatera area aceh yang memburuk
PPTX
Office dgsfgsear3refq34 4rwefw3 fadfw4f ef rg 2
PPT
DASAR K3 PRESENTASI.ppthadadadadnbadadnandjandjadnadj
PDF
Pengertian bermain dan permainan anak us
PPT
Ekonomi terkait pembuatan galangan kapal
PPTX
Presentasi Merancang Strategi Pengendalian Risiko K3 di Tempat Kerja.pptx
Pengantar Filsafat Ilmu Oleh Suedi untuk Mahasiswa
Materi dalam pembelajaran kecerdasan buatan.pptx
Slaid Presentation- Pendekatan Inovatif-En. Saifful.pdf
Teori pengukuran dan kesalahan dalam suatu rangkaian
2. materi pelatihan Mengoperasikan Boiler.pdf
Copy of Copy of Sesi 4_Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan K...
UART (Universal Asynchronous Receiver Transmitter Protocol)
Materi kuiah Sistem-Komputer untuk siswa.ppt
Penggunaan Listrik yang aman dan sehat untuk Rumah Tangga
Induksi Matematik pertemuan keduaperkuliahan.ppt
PPT Excel Dasar untuk profesional kantor.pptx
pcm pendopo ujung berung bandung tes.pptx
3. Materi pelatihan Mengawasi Operasi Boiler.pdf
K3 KEBAKARAN pada pabrik kelapa sawit.ppt
kondisi jalur lintas sumatera area aceh yang memburuk
Office dgsfgsear3refq34 4rwefw3 fadfw4f ef rg 2
DASAR K3 PRESENTASI.ppthadadadadnbadadnandjandjadnadj
Pengertian bermain dan permainan anak us
Ekonomi terkait pembuatan galangan kapal
Presentasi Merancang Strategi Pengendalian Risiko K3 di Tempat Kerja.pptx

Karya ilmiah florensiana feo hanoe 22200048

  • 1. ii KARYA ILMIAH KEPUTUSAN MENPAN RB NO. 39 TAHUN 2012 OLEH NAMA : FLORENSIANA FEO HANOE NPM : 22200048 SEMESTER : III/A PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERISTAS TIMOR KEFAMENANU 2021
  • 2. iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik. Dalam penulisan makalah ini, Penulis banyak mendapat bimbingan, dan dukungan, dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dosen mata kuliah yang selalu membimbing Penulis sehingga dapat menyelesaikan Makalah ini. 2. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung Penulis dalam menyelesaikan Makalah ini. Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari apa yang pembaca harapkan, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun, demi kesempurnaan Makalah ini. Kefamenanu, September 2021 Penulis
  • 3. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG pedoman untuk mendorong perubahan sikap dan perilaku pejabat dan pegawai di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Saat ini pedoman bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan budaya kerja, mengacu pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. Namun, dalam perkembangannya Keputusan Menteri tersebut dirasakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan dinamika yang terjadi saat ini. Oleh karena itu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi membuat pedoman baru tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja, yang diharapkan dapat menjadi salah satu pendorong percepatan reformasi birokrasi sehingga dapat menghasilkan birokrasi dengan integritas dan kinerja tinggi sebagaimana diamanatkan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Reformasi birokrasi pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas dari KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Tujuan dan kondisi birokrasi yang diinginkan telah tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025 dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010–2014. Reformasi birokrasi ini merupakan wujud dari komitmen berkelanjutan pemerintah. Secara khusus, pada tahun 2025 diharapkan Indonesia berada pada fase yang benar-benar bergerak menuju negara maju yang mewujudkan pemerintahan kelas dunia, yaitu pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis serta diharapkan mampu menghadapi tantangan pada abad ke-21 melalui tata pemerintahan yang baik pada tahun 2025. Untuk mencapai apa yang diharapkan di atas, diperlukan upaya luar biasa untuk menata ulang proses birokrasi dan aparaturnya dari tingkat tertinggi hingga terrendah. Untuk itu, diperlukan suatu perubahan paradigma yang memberikan kemungkinan ditemukannya terobosan atau pemikiran baru, di luar kebiasaan/rutinitas yang ada. Selain terobosan atau pemikiran baru, juga diperlukan perubahan pola pikir dan budaya kerja. Untuk menjaga keberlanjutan hasil terobosan atau pemikiran baru tersebut. Penekanan perlu adanya perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam kebijakan reformasi birokrasi, dinyatakan sebagai salah satu area dari 8 (delapan) area perubahan yang harus dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Uraian tersebut di atas, memberikan pemahaman akan pentingnya perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam konteks reformasi birokrasi yang menjadi sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam menyongsong tantangan abad ke-21. Selanjutnya untuk mempercepat keberhasilan proses perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, disusun acuan yang dapat digunakan sebagai landasan dalam bentuk
  • 4. 4. Membantu Pengembangan Budaya Kerja dalam pelaksanaan reformasi birokrasi; 5. Membantu Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk mendorong perubahan sikap dan perilaku pejabat serta pegawai di lingkungannya masing-masing agar dapat meningkatkan kinerja untuk mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi; dan 6. Memberikan panduan dalam merencanakan, melaksanakan, serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan budaya kerja. C.SASARAN Terciptanya perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur negara menjadi budaya yang mengembangkan sikap dan perilaku kerja yang berorientasi pada hasil (outcome) yang diperoleh dari produktivitas kerja dan kinerja yang tinggi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. B.TUJUAN
  • 5. A. PENGERTIAN Budaya kerja dapat dipahami sebagai sebuah keterkaitan unsur-unsur penting dalam organisasi yang dijalankan oleh para pegawai. Budaya kerja bukanlah sebuah unsur yang berdiri sendiri. Unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Budaya Organisasi. Budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menjadi acuan bagaimana para pegawai melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan atau cita-cita organisasi. Hal ini biasanya dinyatakan sebagai visi, misi dan tujuan organisasi. Budaya organisasi dikembangkan dari kumpulan norma-norma, nilai, keyakinan, harapan, asumsi, dan filsafat dari orang-orang di dalamnya. Oleh karenanya tidak mengherankan bila kemudian terlihat jelas dalam perilaku individu dan kelompok. Budaya organisasi juga menjadi dasar praktik di dalam organisasi, termasuk bagaimana anggota organisasi menyelesaikan pekerjaan maupun berinteraksi satu sama lain. Budaya organisasi tumbuh menjadi mekanisme kontrol, mempengaruhi cara pegawai berinteraksi dengan para pemangku kepentingan di luar organisasi. Perubahan budaya organisasi berpengaruh pada perubahan perilaku pegawai dalam organisasi tersebut. Perubahan budaya organisasi berlaku dari tingkat tertinggi hingga satuan terkecil dalam organisasi. Keberhasilan dalam mengembangkan dan menumbuh-kembangkan budaya organisasi sangat ditentukan oleh perilaku pimpinan organisasi. Dalam pengembangan budaya organisasi, hampir selalu dipastikan bahwa pimpinan organisasi menjadi agen perubahan (change agent). Sebagai agen perubahan, salah satu kontribusi signifikan yang diharapkan adalah berperan sebagai panutan (role model). Gambar 1 di atas memperjelas pemahaman mengenai budaya organisasi. Gambar 1 Budaya Organisasi BAB II PEMBAHASAN
  • 6. Budaya organisasi di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dapat dikenali sebagai keunggulan organisasi dalam menjawab tantangan dan perubahan. Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah diharapkan dapat menciptakan dan mengembangkan budaya organisasi yang berorientasi pada peningkatan kinerja, antara lain melalui diklat, evaluasi kinerja unit kerja dan pegawai, sosialisasi, benchmarking, dan laboratorium pembelajaran. Beberapa manfaat budaya organisasi, adalah: a. Menerjemahkan peran yang membedakan satu organisasi dengan organisasi yang lain, karena setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda, sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada di dalamnya; b. Menjadi identitas bagi anggota organisasi. Budaya yang kuat membuat anggota organisasi merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasinya; c. Mendorong setiap anggota organisasi untuk lebih mementingkan tujuan bersama di atas kepentingan individu; dan d. Menjaga stabilitas organisasi. Komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi internal organisasi menjadi lebih stabil. 2. Budaya Kerja (Culture set). Dalam Grand Design Reformasi Birokrasi, budaya kerja dipahamkan sebagai Culture set. Secara sederhana budaya kerja diartikan sebagai cara pandang seseorang dalam memberi makna terhadap “kerja”. Dengan demikian budaya kerja diartikan sebagai sikap dan perilaku individu dan kelompok yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Pada prakteknya, budaya kerja diturunkan dari budaya organisasi. Budaya kerja merupakan suatu komitmen organisasi, dalam upaya membangun sumber daya manusia, proses kerja, dan hasil kerja yang lebih baik. Pencapaian peningkatan kualitas yang lebih baik tersebut, diharapkan bersumber dari setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Budaya kerja berkaitan erat dengan perilaku dalam menyelesaikan pekerjaan. Perilaku ini merupakan cerminan dari sikap kerja yang didasari oleh nilai-nilai dan norma-norma yang dimiliki oleh setiap individu. Ketika individu-individu ini masuk ke dalam sebuah organisasi, maka akan terjadi penyesuaian nilai-nilai, norma-norma, sikap dan perilaku yang dimiliki individu ke dalam nilai-nilai, norma-norma, sikap dan perilaku yang diinginkan oleh organisasi demi mencapai cita-cita atau tujuannya.
  • 7. Perubahan tersebut memakan waktu, komitmen, kedisiplinan dan upaya yang luar biasa. Organisasi yang memiliki budaya kerja yang kuat akan dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Hal ini dikarenakan para pegawainya telah mengetahui dan memahami “pekerjaan apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara menyelesaikan pekerjaan tersebut”. Secara sederhana penjelasan mengenai budaya kerja dapat dilihat pada Gambar 1 di atas, khususnya pada lingkaran dengan warna biru, dengan ungkapan: “Terlihat pada bagaimana cara anggota organisasi menyelesaikan pekerjaannya.” Aktualisasi budaya kerja antara lain dapat dilihat pada hal-hal berikut: a. Pemahaman terhadap makna bekerja; b. Sikap terhadap pekerjaan atau apa yang dikerjakan; c. Sikap terhadap lingkungan pekerjaan; d. Sikap terhadap waktu; e. Sikap terhadap alat yang digunakan untuk bekerja; f. Etos kerja; dan g. Perilaku ketika bekerja atau mengambil keputusan. Mengembangkan budaya kerja akan memberikan manfaat, baik bagi pegawai itu sendiri maupun lingkungan kerja Kementerian/Lembaga, dan Pemerintah Daerah dimana pegawai tersebut berada. Manfaat budaya kerja bagi pegawai, antara lain memberi kesempatan untuk berperan, berprestasi, aktualisasi diri, mendapat pengakuan, penghargaan, kebanggaan kerja, rasa ikut memiliki dan bertanggungjawab, memperluas wawasan serta meningkatkan kemampuan memimpin dan memecahkan masalah. Manfaat budaya kerja bagi instansi, antara lain: a. Meningkatkan kerja sama antarindividu, antarkelompok dan antarunit kerja; b. Meningkatkan koordinasi sebagai akibat adanya kerjasama yang baik antarindividu, antarkelompok dan antarunit kerja; c. Mengefektifkan integrasi, sinkronisasi, keselarasan dan dinamika yang terjadi dalam organisasi; d. Memperlancar komunikasi dan hubungan kerja; e. Menumbuhkan kepemimpinan yang partisipatif; f. Mengeliminasi hambatan-hambatan psikologis dan kultural; dan g. Menciptakan suasana kerja yang menyenangkan sehingga dapat mendorong kreativitas pegawai. Dalam konteks reformasi birokrasi, tujuan fundamental dari pengembangan budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat, peran dan komunikasi yang saling bergantung satu sama lain. Oleh karenanya, reformasi birokrasi berupaya mengubah budaya kerja saat ini,
  • 8. menjadi budaya yang mengembangkan sikap dan perilaku kerja yang berorientasi pada hasil (outcome) yang diperoleh dari produktivitas kerja dan kinerja yang tinggi. Secara khusus, dalam konteks pembinaan aparatur negara dapat dikatakan bahwa pengembangan budaya kerja aparatur negara merupakan upaya dan langkah terencana secara sistematis untuk menerapkan nilai-nilai dan norma etika budaya kerja aparatur negara, dan melaksanakan secara konsisten dalam pelaksanaan tugas penyelenggaraan organisasi pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. 3. Nilai-nilai Organisasi. Nilai-nilai organisasi merupakan dasar acuan dan motor penggerak motivasi, sikap dan tindakan. Dalam konteks organisasi, nilai-nilai organisasi harus dikembangkan atau sejalan dengan visi dan misi organisasi. Nilai-nilai organisasi merupakan sebuah tuntunan atau pedoman yang mendasari: “Bagaimana individu di dalam sebuah organisasi berpikir, bersikap, bertindak dan mengambil keputusan”. Biasanya nilai-nilai ini sulit untuk dipalsukan karena apa yang dipikirkan dan dilakukan, merupakan refleksi dari nilai-nilai yang dianut dan dijalankan pegawai dalam organisasi. Nilai-nilai inilah yang menjadi faktor penentu: “Bagaimana suatu organisasi secara kolektif memiliki kualitas, kapasitas dan kapabilitas dalam pengambilan keputusan”. Dalam konteks reformasi birokrasi, perlu dan penting dilakukan perubahan nilai-nilai organisasi yang akan menjadi dasar dalam mengembangkan budaya kerja. Perubahan nilai organisasi bisa dilakukan melalui dua cara yang harus dilakukan secara bersamaan. Cara yang dimaksud, adalah: a. Melalui praktik keteladanan penerapan nilai-nilai oleh para pimpinan organisasi. Dalam hal ini, pimpinan organisasi menjadi panutan (role model). b. Melalui penciptaan sistem organisasi dan teknologi yang dapat mengarahkan individu dalam organisasi untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang baru. Nilai-nilai organisasi memiliki fungsi antara lain: a. Menjadi alat dalam pengendalian perilaku setiap individu dalam melaksanakan perannya masing-masing dalam organisasi; b. Mendorong terjadinya kondisi kerja yang saling menghormati, mau mendengar, memberikan teladan, saling mengingatkan, dan bekerjasama dengan baik; c. Meningkatkan tanggungjawab individual terhadap perannya; dan d. Mendorong peningkatan akuntabilitas organisasi.
  • 9. Dalam konteks aparatur negara, nilai-nilai organisasi dapat dipahami sebagai pilihan nilai-nilai moral dan sosial yang disepakati dan dianggap baik/positif serta relevan untuk dijadikan pedoman dan dipegang teguh dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan organisasi pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. 4. Etos Kerja. Etos kerja dibentuk oleh nilai budaya kerja. Etos kerja adalah suatu paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang yang diwujudkan secara nyata berupa perilaku khas kerja mereka. Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai pendorong atau penggerak terbangunnya perilaku kerja yang diinginkan. 5. Pola Pikir (Mind set). Dalam Grand Design Reformasi Birokrasi pola pikir dipahamkan sebagai Mind set. Pola pikir adalah kerangka mental yang membangun sebuah makna tertentu, yang menentukan pandangan, sikap dan perilaku seseorang. Dengan kata lain, pola pikir menentukan: “Apa yang akan dilakukan”. Pola pikir sangat dipengaruhi oleh sistem kepercayaan atau sistem nilai yang dimiliki, nilai-nilai keluarga, pendidikan, dan lingkungan. Oleh karena itu harus dipastikan agar pola pikir hanya dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang baik dan benar. Jika pola pikir sudah terbentuk sesuai dengan nilai-nilai organisasi, budaya kerja, dan etos kerja, maka pola pikir akan memiliki fungsi antara lain: a. Membantu pembentukan etos kerja individu dalam organisasi; dan b. Membantu setiap individu dalam organisasi untuk memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. Hubungan dari beberapa pengertian di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
  • 10. Budaya kerja terbentuk dari nilai-nilai yang telah disepakati secara konsisten, dan telah disosialisasikan di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Hasil dari terinternalisasi nilai-nilai tersebut diekspresikan dalam perilaku kerja sehari-hari pada setiap pegawai. Budaya kerja yang telah terinternalisasi tersebut dapat dilihat dari etos kerja yang ditampilkan. Proses dari nilai-nilai menjadi budaya kerja dan kemudian muncul sebagai etos kerja, akan bisa menjadi daya ungkit perubahan pola pikir bagi setiap pegawai di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. B.PRINSIP DASAR 1. Budaya kerja diturunkan dari budaya organisasi. 2. Budaya kerja merupakan hasil dari proses internalisasi nilai-nilai organisasi yang diekspresikan dalam perilaku kerja sehari-hari. 3. Budaya kerja merupakan sikap mental yang dikembangkan untuk selalu mencari perbaikan, penyempurnaan dan/atau peningkatan terhadap apa yang telah dicapai. 4. Budaya kerja dikembangkan antara lain dengan mempertimbangkan ajaran-ajaran agama, konstitusi (peraturan perundang-undangan), kondisi sosial dan budaya setempat. 5. Perubahan budaya kerja harus berjalan secara terencana, terstruktur, komprehensif dan berkelanjutan. 6. Budaya kerja ditanamkan atau diubah melalui perubahan nilai-nilai organisasi. Keberadaan Budaya Kerja dalam Kerangka Reformasi Birokrasi C. Dalam Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 - 2025, telah digambarkan pola pikir pencapaian reformasi birokrasi. Gambar Pola Pikir tersebut menjelaskan bahwa implementasi dari program-program reformasi birokrasi baik pada tingkatan makro, meso maupun mikro pada masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, diyakini akan mendorong perubahan pola pikir dan budaya kerja birokrat yang mencerminkan integritas dan kinerja yang semakin tinggi. Selain sebagai bagian dari pola pikir pencapaian visi, dalam Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 juga ditegaskan bahwa perubahan pola pikir (Mind set) dan budaya kerja (Culture set) menjadi salah satu dari sasaran 8 (delapan) area perubahan. Tabel 1 di bawah ini menjelaskan area perubahan dan hasil yang diharapkan.
  • 11. Tabel 1. Area Perubahan Reformasi Birokrasi dan Hasil yang Diharapkan. Pada Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa perubahan pada pola pikir dan budaya Upaya mengubah pola pikir dan budaya kerja aparatur yang telah ada sekarang, menjadi birokrasi dengan integritas dan kinerja tinggi adalah sebuah pekerjaan besar dan membutuhkan komitmen serta kedisiplinan yang luar biasa, sumber daya yang besar dan waktu yang panjang. Oleh karena itu, agar perubahan budaya kerja dapat dilakukan dengan baik dan memberikan hasil yang diharapkan, perlu adanya pengelolaan yang baik. Pengelolaan terhadap perubahan biasa dikenal dengan istilah manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah pendekatan sistematis untuk menghadapi Gambar 4. Kerangka Manajemen Perubahan perubahan, baik dari perspektif organisasi maupun pada tataran individu. Manajemen perubahan dikembangkan dan dijalankan dengan strategi yang tepat, terstruktur dan komprehensif untuk membawa organisasi dari kondisi saat ini menuju kondisi yang diinginkan sebagaimana digambarkan pada Gambar 4 mengenai Kerangka Manajemen Perubahan. kerja aparatur diharapkan akan menghasilkan birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi. Untuk itu diperlukan sosok aparatur yang mampu melaksanakan tugas secara profesional dengan dilandasi nilai-nilai dan menciptakan etos kerja yang lebih bertanggungjawab. D. Keterkaitan Budaya Kerja dengan Manajemen Perubahan
  • 12. Untuk perubahan organisasi, manajemen perubahan dapat dikatakan sebagai aktivitas yang mencakup namun tidak terbatas dalam: 1. Mendefinisikan dan menanamkan nilai-nilai, sikap, norma dan perilaku baru di dalam sebuah organisasi yang mendukung cara-cara baru dalam melaksanakan pekerjaan dan mengatasi perlawanan terhadap perubahan; 2. Membangun konsensus di antara para pelanggan dan pemangku kepentingan mengenai perubahan-perubahan spesifik yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan lebih baik; dan 3. Perencanaan, pengujian, dan pelaksanaan seluruh aspek transisi dari satu struktur organisasi atau proses bisnis ke yang lain. Secara umum, pegawai akan menentang atau enggan terlibat dalam perubahan karena mereka menganggap perubahan organisasi akan merusak lingkungan kerja yang sudah mapan dan terbentuk, serta mengancam kepentingan nilai-diri mereka. Contoh: perubahan teknologi dapat dipandang sebagai kritik tersirat, melukai nilai diri pegawai, pegawai takut keterampilan dan kemampuan mereka akan diturunkan nilainya, mereka tidak akan mampu mendapatkan keterampilan baru yang dibutuhkan, dan teknologi baru akan menyebabkan pekerjaan monoton dan kurang memuaskan. Perubahan organisasi juga dapat mengarah pada pembagian peran, wewenang dan sumber daya yang baru, yang dapat menyebabkan rasa tidak aman. Perubahan budaya kerja dalam organisasi akan menimbulkan kesulitan yang besar bila tidak dikelola dengan baik. Untuk itu, sangatlah penting untuk menekankan perlunya memahami peran dan pengaruh budaya kerja dalam manajemen perubahan. Dengan memahami budaya kerja, akan membantu jajaran pimpinan organisasi untuk mengetahui dengan tepat kemungkinan di mana mereka akan menemui penolakan terhadap perubahan. Penolakan yang timbul, diakibatkan adanya ketidak sesuaian antara strategi manajemen perubahan dengan budaya kerja. Hal ini selanjutnya memungkinkan mereka untuk mengambil satu dari pilihan berikut: 1. Mengabaikan budaya kerja; 2. Mengelola di sekitar budaya kerja; 3. Berusaha mengubah budaya kerja agar sesuai dengan strategi; atau 4. Mengubah strategi agar sesuai dengan budaya kerja. Untuk mendapatkan hasil terbaik, pertimbangan harus diberikan untuk mengelola budaya kerja atau bahkan mengubah strategi untuk memperhitungkan budaya kerja dalam manajemen perubahan. Dengan demikian, untuk dapat mengelola perubahan budaya kerja dengan baik, perlu dikenali proses perubahan karakter budaya kerja itu sendiri. Proses yang dimaksud sebagai berikut: 1. Perubahan budaya kerja sebaiknya dilakukan secara evolusioner, tidak revolusioner. Hal ini disebabkan karena kebanyakan orang yang mengalami perubahan budaya kerja akan berada pada kondisi psikologis yang dinamakan
  • 13. kejutan budaya (culture shock). Kejutan ini terjadi karena orang diminta bahkan terkadang dipaksa untuk keluar dari area nyaman (comfort zone). 2. Perubahan budaya kerja merupakan aktivitas yang sangat kompleks. Satu kesalahan kecil dalam manajemen perubahan dapat mengakibatkan kegagalan perubahan organisasi. Oleh karenanya perubahan budaya kerja harus dilakukan secara terencana melalui sistem yang terstruktur dan komprehensif. Tanpa sebuah perencanaan yang matang dan sistem yang dibangun, maka perubahan tersebut dapat dianggap sebagai hal yang menyesatkan. Sebuah sistem harus berada dalam keseimbangan sosial yang menjaga dinamika organisasi. 3. Perubahan budaya kerja memerlukan proses yang berkelanjutan atau terus menerus. Seperti telah disebutkan di atas, budaya kerja merupakan komitmen organisasi yang berkaitan erat dengan perilaku dalam menyelesaikan pekerjaan. Perilaku itu sendiri merupakan cerminan dari sikap kerja yang didasari oleh nilai-nilai dan norma-norma yang dimiliki oleh setiap pegawai. Ketika pegawai masuk ke dalam sebuah organisasi, maka akan terjadi penyesuaian antara pola kebiasaan berperilaku, bersikap, dan pola komunikasi serta cara kerja yang dimiliki pegawai ke dalam pola kebiasaan berperilaku, bersikap, dan pola komunikasi serta cara kerja yang diinginkan oleh organisasi demi mencapai cita-cita atau tujuannya. Melakukan perubahan budaya kerja berarti melakukan usaha memasukkan nilai-nilai dan cara-cara kerja baru untuk organisasi. Pengorganisasian Pengembangan Budaya Kerja Dengan memahami kaitan antara manajemen perubahan dan pengembangan budaya kerja, serta mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Peraturan Menteri PAN dan RB) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan (Buku 4), tugas mengubah pola pikir dan mengembangkan budaya kerja di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah merupakan tanggungjawab Tim Reformasi Birokrasi pada masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, khususnya Tim Manajemen Perubahan. www.djpp.depkumham.go.id E. Dalam Peraturan Menteri PAN dan RB tersebut, dijelaskan bahwa setiap perubahan termasuk didalamnya proses sosialisasi dan internalisasi dalam proses reformasi birokrasi dikelola oleh Program Management Office (PMO).
  • 14. Pada prinsipnya pengembangan budaya kerja merupakan proses yang panjang dan tidak mudah, harus dilakukan secara terus menerus, dengan strategi yang tepat dan konsisten. Gambar 6. Tingkat Kemudahan dan Waktu yang Dibutuhkan untuk Perubahan Budaya Kerja Gambar 6, memberikan ilustrasi tingkat kemudahan dan waktu yang dibutuhkan untuk mengubah budaya kerja. Gambar ini menjelaskan bahwa mengubah budaya kerja membutuhkan waktu yang panjang dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Sesuai prinsip dasar, budaya kerja merupakan hasil dari proses internalisasi nilai-nilai organisasi yang selanjutnya diekspresikan dalam perilaku kerja sehari-hari. Secara sederhana untuk mengembangkan budaya kerja, perlu ditempuh 3 (tiga) tahapan besar, yaitu: 1. Perumusan nilai-nilai; 2. Implementasi;dan 3. Monitoring dan evaluasi. A. Perumusan Nilai-nilai Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa untuk mengembangkan budaya kerja yang baru, hal pertama yang harus dilakukan adalah merumuskan nilai-nilai baru yang diinginkan. Nilai-nilai baru adalah nilai-nilai yang dipercaya akan membawa organisasi mencapai visi dan menuntaskan misinya. Hal penting yang harus diingat dalam merumuskan nilai-nilai organisasi, adalah bahwa nilai-nilai harus didasarkan pada praktik yang dikenal dan dapat dilaksanakan setiap pegawai di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Nilai- nilai tersebut harus berakar pada apa yang sesungguhnya berlaku dalam organisasi dari hari ke hari untuk menjadi lebih baik. Sumber nilai dapat diambil dari nilai-nilai yang terkandung dalam: 1. Ajaran agama; 2. Falsafah negara; dan 3. Kebiasaan yang berkembang baik dalam masyarakat/adat. F. LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA
  • 15. B.Implementasi. Setelah nilai-nilai beserta cara pengukurannya selesai didefinisikan, tahap selanjutnya adalah mendeklarasikan nilai-nilai dan membangun komitmen untuk menerapkan budaya kerja serta dilanjutkan dengan menyosialisasikan dan menginternalisasikan. Mendeklarasikan budaya kerja merupakan tahapan penting, dimana secara formal dinyatakan bahwa proses pembangunan/pengembangan budaya kerja dimulai. Secara umum tujuan pendeklarasian ini adalah untuk membangun komitmen. Oleh karena itu deklarasi harus dilakukan oleh Pimpinan tertinggi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang dihadiri oleh jajaran pimpinan lainnya serta seluruh pegawai. Tahap selanjutnya adalah proses sosialisasi, yaitu proses mengomunikasikan apa yang telah disepakati, hal ini dimaksudkan untuk membangun penerimaan dan keterlibatan seluruh pegawai. C.Monitoring dan Evaluasi Pada dasarnya aktivitas monitoring dan evaluasi untuk melihat seberapa besar kemajuan dari proses pengembangan budaya kerja. Dalam rangka mempercepat pencapaian hasil dan mempertahankan motivasi pegawai untuk membangun budaya kerja, selain menggunakan scorecard dapat dikembangkan proses monitoring dan evaluasi secara kreatif. Contoh proses monitoring dan evaluasi adalah mengadakan kompetisi antar kelompok untuk topik nilai tertentu. Contoh: pembahasan dan penerapan nilai disiplin. 1. Salah satu penerapannya adalah tepat waktu kehadiran. Kelompok-kelompok akan berkompetisi selama 3 (tiga) bulan. Pada akhir bulan ke tiga, diadakan semacam pertemuan yang biasa disebut sebagai Gelar Budaya Kerja/Konvensi. 2. Pada pertemuan tersebut setiap kelompok memaparkan tingkat ketepatan waktu kehadiran anggota kelompoknya. Penting juga dijelaskan apa yang ditempuh oleh masing-masing kelompok untuk mencapai tingkat ketepatan waktu tersebut. 3. Kelompok dengan tingkat ketepatan waktu yang paling tinggi akan menjadi pemenang. Hal penting yang menjadi pembelajaran dari penanaman nilai- nilai ini adalah apa yang dikerjakan oleh kelompok pemenang tadi untuk sampai pada tingkat ketepatan waktu seperti itu. Lakukan hal ini dengan topik yang sama beberapa waktu sampai dipandang nilai-nilai ini sudah cukup kuat, sebelum pindah pada nilai yang lain. Apabila sudah pindah pada nilai yang lain, sekali waktu ada baiknya kembali pada nilai disiplin tadi untuk memastikan sekaligus menguatkan implementasi dari nilai tersebut.
  • 16. PENUTUP 1. Perumusan nilai-nilai, melalui 5 (lima) langkah, yaitu: menyusun perencanaan, mengidentifikasi nilai-nilai, mengidentifikasi area sensitif, menetapkan perilaku utama, dan merumuskan bagaimana mengukur perilaku utama. 2. Implementasi, yang dilakukan melalui kegiatan sosialisasi dan internalisasi. 3. Monitoring dan Evaluasi. Untuk memastikan keberhasilan pengembangan budaya kerja, telah dijelaskan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses tersebut. Agenda tindak lanjut yang harus dipersiapkan oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah: 1. Pimpinan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah: a. Membuat Surat Keputusan Tim Pelaksana Pengembangan Budaya Kerja (bila Tim Manajemen Perubahan dalam Reformasi Birokrasi belum dibentuk); b. Menambahkan tugas mengenai Pengembangan Budaya Kerja pada Tim Manajemen Perubahan (bila Tim Manajemen Perubahan dalam Reformasi Birokrasi telah dibentuk). 2. Pimpinan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah,bersama Tim: a. Mengidentifikasi nilai-nilai yang akan dikembangkan menjadi budaya kerja; b. Menerjemahkan nilai-nilai ke dalam bentuk perilaku utama; c. Mengenali kemungkinan-kemungkinan penolakan yang akan muncul dan merumuskan alternatif cara mengatasi; d. Melakukan sosialisasi untuk mengomunikasikan nilai-nilai yang telah disepakati; www.djpp.depkumham.go.id BAB III 3.1 Kesimpulan Pengembangan budaya kerja dengan penanaman nilai-nilai baru yang lebih mendorong tercapainya tujuan reformasi birokrasi pada masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah adalah suatu hal yang tidak dapat ditunda. Hal ini menjadi salah satu faktor keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi. Pedoman Pengembangan Budaya Kerja menjelaskan kembali mengenai pengertian budaya kerja, manfaat dan prinsip dasar budaya kerja. Dalam pedoman ini juga diperjelas keterkaitan budaya kerja dalam reformasi birokrasi dengan manajemen perubahan, serta pengorganisasian budaya kerja dalam struktur Program Management Office (PMO) Manajemen Perubahan. Secara teknis, pedoman ini menjelaskan 3 (tiga) tahapan besar dalam mengembangkan budaya kerja yaitu: e. Merumuskan kriteria dan cara pengukuran keberhasilan internalisasi budaya kerja; f. Membentuk kelompok-kelompok budaya kerja; dan g. Melakukan monitoring dan evaluasi serta menindaklanjuti hasil evaluasi sebagai proses penguatan nilai-nilai.