PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA
PADA SEKTOR PUBLIK
MAKALAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Akademik Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pada Program Studi Administrasi Publik
0
Oleh :
……………………………………………….
NIM : ………………………………..
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2023
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul : PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA PADA SEKTOR
PUBLIK
Identitas Penulis :
Nama : ………………………………..
NIM : ….……………………………..
Jurusan : Ilmu Administrasi
Program Studi : Administrasi Publik
Jenjang Program : Strata Satu (S1)
Disetujui
Pada Tanggal, 15 Oktober 2023
Pembimbing I
Dr. Abner H. Bajari, S.Sos,M.Si
NIP. 19730427 200112 1 001
Pembimbing II
M. Zaenul Muttaqin, S.Sos., M.Si
NIP. 198903232019031014
Mengetahui:
Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik
FISIP Universitas Cenderawasih
Dr. Abner H. Bajari, S.Sos, M.Si
NIP. 19730427 200112 1 001
iii
PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA PADA SEKTOR PUBLIK
Oleh : ……………., Abner H. Bajari, M. Zaenul Muttaqin
ABSTRAK
Pengembangan yang diberikan kepada SDM harus menggunakan metode yang tepat
agar pemanfaatannya tepat sasaran dan setiap individu atau sumber daya manusia
mempunyai kemampuan yang diinginkan organisasi. Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM) merupakan instrumen penting bagi organisasi dalam mencapai
berbagai tujuannya. Bagi sektor publik, tanggung jawab besar birokrasi dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat harus didukung oleh Sumber Daya
Manusia (SDM) aparatur yang profesional dan kompeten. Paradigma tata kelola yang
baik memerlukan inovasi dalam birokrasi untuk mengembangkan berbagai kebijakan
dan mendukung fungsi administratif. Hal ini diperlukan karena di era globalisasi
setiap negara menghadapi persaingan dengan negara lain dalam upaya memperoleh
berbagai sumber daya guna meningkatkan kesejahteraan warganya. Birokrasi harus
didukung oleh sumber daya manusia yang dikelola dalam sistem yang efektif
berdasarkan model SDM sektor publik yang terintegrasi. Integrasi MSDM sektor
publik terlihat dari konstruksi model yang terdiri dari berbagai komponen, baik
konseptual maupun praktis. Model MSDM sektor publik mencakup makna penting
dan peran substansial MSDM, permasalahan MSDM aktual, prinsip-prinsip dasar
MSDM, serta tolok ukur terhadap berbagai model yang telah dikembangkan oleh para
ahli.
Kata Kunci: Manajemen, Sumber Daya Manusia, Pembangunan, Organisasi, Publik
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sebuah organisasi sangat diperlukan para sumber daya manusia yang
menjadi penggerak dari berbagai macam pekerjaan yang akan dikerjakan oleh
pegawai. Pegawai mempunyai tingkat pekerjaan yang berbeda-beda dalam
melaksanakan pekerjaa mereka, namun terkadang pegawai malah tidak tahu apa yang
harus dikerjakan terkait banyaknya pekerjaan yang harus mereka kerjakan.
Tanpa adanya unsur manusia dalam organisasi, tidak mungkin organisasi
tersebut dapat bergerak dan berjalan menuju yang diinginkan. Dengan demikian
sumber daya manusia adalah seseorang yang siap, mau dan mampu memberi
sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi. Untuk itu sangat diperlukan
pelatihan dan pengembangan bagi sumber daya manusia agar para pegawai bisa
paham dan mengerti atas pekerjaan mereka sehingga apa yang menjadi tujuan
organisasi bisa dengan cepat terlaksana dan mencapai target yang diharapkan.
Pegawai sebagai sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor sentral
dalam suatu organisasi. Apapun bentuk dan tujuannya, organisasi diciptakan
berdasarkan berbagai visi untuk kemaslahatan manusia dan dalam menjalankan
misinya dikelola dan dikelola oleh manusia. Menganggap manusia sebagai faktor
strategis dalam segala aktivitas tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Simon dalam
Moynihan (2007: 803); menyarankan bahwa tantangan mendasar bagi semua
organisasi adalah "mendorong karyawannya untuk bekerja menuju tujuan organisasi".
Pendapat ini juga didukung oleh Pfeffer (dalam Moynihan, 2007: 804) yang
mengatakan bahwa kunci keberhasilan jangka panjang adalah, dan akan terus
berlanjut, bagaimana organisasi mengelola karyawannya, karena menciptakan
pekerjaan yang bermakna dan sebaliknya membuat karyawan bahagia adalah hal
yang penting. penting untuk mendorong efektivitas organisasi.
2
Saat ini banyak sekali organisasi-organisasi baik milik pemerintah maupun
swasta yang berusaha untuk mempertahankan eksistensi atau eksistensi perusahaan
atau organisasinya. Banyak upaya dari organisasi publik maupun swasta yang
menekankan agar pegawai atau staf dilatih secara lebih mendalam, yang
dimaksudkan agar mempunyai pengaruh terhadap kinerja serta memberikan output
dan outcome bagi organisasi yang bermanfaat sebagai efek jangka panjang.
Upaya organisasi untuk mengembangkan dan meningkatkan karyawannya
dalam manajemen sumber daya manusia (SDM) sangat bervariasi antara organisasi
publik dan swasta. Beragamnya upaya tersebut tercermin dari nilai-nilai yang coba
ditanamkan organisasi kepada para pegawainya, sehingga harapan terhadap
peningkatan sumber daya manusia dapat memenuhi standar yang diinginkan.
Agar tujuan organisasi dapat tercapai maka perlu adanya pembinaan terhadap
Sumber Daya Manusia. Pelatihan yang diberikan kepada SDM harus menggunakan
metode yang tepat agar pemanfaatannya tepat sasaran dan setiap individu atau
sumber daya manusia mempunyai kemampuan yang diinginkan organisasi.
Pembinaan ini tentunya mempunyai berbagai proses, melalui proses tersebut akan
membuahkan manfaat atau hasil yang diinginkan. Lalu seperti apa coaching, proses,
metode, jenis dan manfaat coaching. Untuk itu tulisan ini akan membahas tentang
Pengembangan SDM di Sektor Publik
Dengan demikian kualitas manusia dan kualitas masyarakat adalah tujuan
pembangunan, maka upaya untuk mengukur kadar kualitas harus dikembangkan
untuk mengetahui sejauh mana sumber daya manusia terbentuk. Sumber daya
manusia yang bermutu ialah yang mempunyai tingkat keahlian tinggi, juga yang tak
kurang benarnya adalah bahwa sumber daya manusia tidak akan mencapai tingkat
yang diharapkan jika tidak memiliki pandangan dan tingkah laku etis dan moral yang
tinggi berdasarkan keimanan yang teguh.
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam makalah ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan pengembangan Sumber Daya Manusia pada
sektor publik ?
2. Bagaaimana proses pembinaan pengembangan Sumber Daya Manusia sektor
publik?
3. Permasalahan – permasalahan apa saja yang dihadapi dalam pengembangan
Sumber Daya Manusia di sektor publik?
4. Apa model yang digunakan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia di sektor
publik ?
C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memengetahui :
1. Untuk mengetahui pengertian pengembangan Sumber Daya Manusia
2. Untuk mengetahun proses prmbinaan pengembangan Sumber Daya Manusia
3. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan Sumber
Daya Manusia sector publik
4. Untuk mengetahi model yang digunakan dalam pengembangan Sumber Daya
Manusia di sektor publik
D. Manfaat
Penulis berharap agar makalah ini dapat menyumbangkan pengembangan
keilmuan untuk pemateri selanjutnya dan memberi manfaat bagi para mahasiswa dan
paa akdemisi khususnya fakultas ilmu sosial dan ilmu poltiik program studi
administrasi publik terutama yang berhubungan dengan pengembangan Sumber Daya
Manusia.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia di Sektor Publik
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan instrumen
penting bagi organisasi dalam mencapai berbagai tujuannya. Bagi sektor publik,
tanggung jawab besar birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang profesional
dan kompeten. Dalam konteks reformasi birokrasi, MSDM menjadi salah satu
pilar perbaikan selain aspek kelembagaan dan sistem (lihat Kompas edisi 06 Juni
2011). Pendayagunaan personel SDM yang efektif dan efisien merupakan fungsi
utama SDM bagi birokrasi mulai dari tahap perencanaan hingga pemberhentian
SDM.
Sebagaimana ditemukan dalam berbagai literatur manajemen, pencapaian
tujuan organisasi secara manajerial diawali dengan fungsi perencanaan
(Ivancevich et al. 2004:66-87). Keterlibatan aparat dalam perencanaan
mempunyai peranan yang cukup besar terutama dalam kaitannya dengan sikap
dan perilakunya. Seperti yang diidentifikasi oleh Boyne & Gould-Williams
(2003), sikap pejabat yang terlibat dalam perencanaan memegang peranan
penting dalam mencapai kinerja organisasi sektor publik di samping pengaruh
sejumlah variabel teknis lainnya. Jika dalam tahap perencanaan sumber daya
manusia yang berkualitas mempunyai peranan penting dalam mencapai target
yang telah ditetapkan, maka proses manajerial birokrasi selanjutnya berupa
pengarahan, pelaksanaan dan evaluasi juga harus didukung oleh pejabat yang
berkualitas. Peran MSDM di sektor publik sangat penting dan kondisinya
berbeda dengan sektor swasta (lihat Boselie et al. 2003). Secara historis, konsep-
konsep yang berkembang dalam MSDM berawal dari aktivitas bisnis sektor
swasta.
5
Bagi perusahaan, MSDM bukan sekedar instrumen pendayagunaan
karyawan. Sumber daya manusia di sektor swasta, sebagaimana dikemukakan
oleh Stroh & Caligiuri (1998), juga menjadi sumber kekuatan bagi perusahaan
dalam mencapai keunggulan kompetitif di era global saat ini. Manajemen sumber
daya manusia dapat berfungsi secara efektif di sektor swasta, namun tidak
demikian halnya di sektor publik. Salah satu faktor penentu efektivitas MSDM
terkait dengan budaya organisasi sektor swasta yang sangat kontras dengan
sektor publik.
Selain budaya, iklim organisasi yang tidak kondusif dan nilai-nilai
manajerial yang tidak relevan dengan perubahan menjadi kendala birokrasi
dalam mencapai efektivitas organisasi seperti yang diidentifikasi oleh Wallace et
al. (1999) yang meneliti organisasi sektor publik dan kepolisian di Australia.
B. Proses Pembinaan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Sektor Publik
MSDM secara umum dapat dipahami baik dari arti sistem maupun
fungsinya. Dari segi pengertian sistem, MSDM tidak lebih dari suatu sistem
manajemen yang sengaja dirancang untuk menjamin potensi atau bakat seluruh
individu dalam organisasi dapat dimanfaatkan (digunakan secara efektif dan
efisien (Mathis & Jackson, 2008).
Pemanfaatan individu dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan sasaran
yang telah ditentukan oleh organisasi. Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu
yang memberikan kontribusi besar bagi organisasi dalam memetakan potensi
individu untuk dapat diaktualisasikan secara efektif dalam menunjang
pelaksanaan kerja.
Sistem ini kemudian diimplementasikan ke dalam beberapa fungsi MSDM
yang pada akhirnya membentuk rumusan definitif fungsional MSDM, yaitu
“seluruh aktivitas mulai dari perencanaan SDM sampai dengan pemberhentian
atau pemberhentian SDM”.
6
Kegiatan vital lainnya setelah fungsi perencanaan dan sebelum
pemberhentian SDM adalah penyiapan analisis jabatan, rekrutmen SDM yang
dilanjutkan dengan seleksi dan penempatan SDM pada posisi terkait, kemudian
berturut-turut fungsi penggajian, penilaian kinerja, pelatihan dan pengembangan,
karier. manajemen jabatan, membina hubungan antar individu (employee
Relations), serta merancang berbagai program kualitas kehidupan kerja. Namun,
MSDM tidak bisa dipahami hanya dari segi sistem dan fungsinya saja.
MSDM akan memiliki arti yang lebih komprehensif bagi organisasi jika
dilihat juga dari sudut pandang kebijakan. Dari sudut pandang kebijakan, secara
klasik MSDM yang dikembangkan oleh Guest (1987) berarti suatu bentuk
kebijakan organisasi yang sengaja dirancang untuk memaksimalkan integrasi
seluruh elemen organisasi (organizational integrasi), membangun komitmen
karyawan terhadap organisasi (employee commitmen), prinsip fleksibilitas dalam
melaksanakan fungsi. manajerial dan kerja (fleksibilitas) untuk menghindari
kekakuan, serta tercapainya mutu baik dari segi proses pelaksanaan maupun hasil
pelaksanaan kerja (kualitas kerja).
Dari perspektif kebijakan inilah akhirnya berkembang suatu gagasan,
bahwa makna MSDM seutuhnya tidak sebatas pemahaman teknis belaka. Selain
permasalahan teknis, ternyata MSDM juga mengalami konvergensi peran yang
lebih substansial. Konvergensi peran yang dialami MSDM telah terjadi sejak
tahun 2000an. Konvergensi ini tidak lain dimaksudkan untuk merespon
perubahan lingkungan dengan segala macam tantangan dan tuntutan yang ada
didalamnya.
Dengan peran barunya, MSDM mempunyai misi memberikan pelayanan
kepada SDM (human capital steward), memberikan fasilitasi berupa pengetahuan
bagi SDM (knowledge facilitator), membangun interaksi yang kondusif bagi
semua pihak (relationship builder), dan memiliki keahlian khusus di bidangnya.
mengatasi setiap masalah. secara organisasional dengan tepat dan cepat (spesialis
7
penerapan cepat). Berbagai macam permasalahan yang muncul di era yang
sedang mengalami perubahan drastis diharapkan dapat diselesaikan melalui
konvergensi peran MSDM.
Unit fungsional MSDM tidak hanya berkisar pada penanganan
permasalahan teknis saja, namun juga mengembangkan orientasi terhadap
pemberian layanan dan fasilitasi bagi seluruh pihak dalam organisasi. Dengan
memahaminya secara menyeluruh baik dari segi sistem (perspektif), fungsi,
kebijakan dan reorientasi peran dalam organisasi, nampaknya MSDM harus
didefinisi ulang.
Perkembangan yang terjadi pada MSDM mencerminkan upaya untuk
mendefinisikan kembali baik pekerjaan yang dilakukan (seperti munculnya
prinsip fleksibilitas dan kualitas dalam pelaksanaan pekerjaan) maupun interaksi
antar individu (yang tercermin dari munculnya integrasi seluruh elemen dalam
organisasi). organisasi dan komitmen individu terhadap organisasi).
MSDM secara budaya dapat dikonstruksi sebagai sebuah konsep yang
lengkap dan berkembang sesuai dengan konteks lingkungan organisasi.
Perkembangan pemikiran saat ini pada akhirnya memunculkan berbagai upaya
untuk merumuskan kembali (rekonseptualisasi) beberapa konsep (fungsi) dalam
MSDM.
Makna MSDM dapat berkembang sesuai dengan kondisi yang terjadi pada
lingkungan tertentu. Suatu negara, misalnya, memerlukan model MSDM tertentu
yang dapat membedakannya dengan negara lain yang mempunyai karakteristik
lingkungan spesifik tertentu. Hal ini dapat diartikan bahwa suatu organisasi
dengan karakteristik lingkungan tertentu mempunyai cara pandang dan teknik
yang berbeda-beda dalam pemanfaatan SDM.
Dengan demikian, praktik MSDM tidak memiliki kesamaan antara satu
negara atau organisasi dengan tempat lain yang memiliki karakteristik lingkungan
berbeda. Praktik terbaik MSDM tidak dapat digeneralisasikan karena setiap
8
organisasi mempunyai karakter yang berbeda-beda. Model praktik terbaik yang
diterapkan di suatu tempat tertentu dapat diterapkan secara efektif di tempat lain
jika disesuaikan dengan konteksnya.
9
BAB III
PEMBAHASAN
A. Permasalahan yang Dihadapi dalam Pengembangan Sumber Daya
Manusia di Sektor Publik
Ada berbagai permasalahan yang ada pada birokrasi di Indonesia,
khususnya terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia. Permasalahan ini
dapat dilihat baik dari perhitungan statistik jumlah sumber daya manusia pegawai
negeri sipil atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), maupun dari sisi kualitatif.
Secara kuantitatif, jumlah PNS pada tahun 2010 sudah mencapai
4.598.100 Menurut versi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Menpan & RB) EE. Mangindaan, jumlah PNS termasuk dalam
kategori “cukup sedang”. Dengan jumlah penduduk Negara Kesatuan Republik
Indonesia (RI) saat ini mencapai sekitar 224 juta jiwa, maka rasio jumlah PNS
terhadap total penduduk sebesar 1,94 persen.
Permasalahan PNS di birokrasi bukan hanya terletak pada hasil
perhitungan kuantitatif dan rasional atas kontribusi dan kinerja PNS terhadap
tingkat kesejahteraan sosial dan pertumbuhan NKRI? Daftar pertanyaan skeptis
bisa terus bertambah. Oleh karena itu, sangat diperlukan respon yang strategis,
baik berupa kajian maupun penelitian ilmiah yang berkesinambungan, untuk
mendapatkan jawaban atas seluruh permasalahan kepegawaian. Secara normatif,
semakin besar jumlahnya, seharusnya PNS mampu memberikan pelayanan yang
lebih baik kepada masyarakat.
Dengan jumlah yang begitu besar, PNS juga harus bisa memposisikan diri
lebih dekat dengan (kepentingan) masyarakat. Namun kenyataan menunjukkan
bahwa meskipun jumlahnya besar, kualitas pegawai negeri sipil berada pada
tingkat yang rendah dan pada akhirnya mempengaruhi tingkat efektivitas
pemerintahan. Permasalahan kualitas sumber daya manusia birokrasi di Indonesia
10
rupanya juga diperburuk dengan perilaku menyimpang para pejabat. Berbagai
media massa baik tertulis maupun elektronik menyajikan pemberitaan yang
sangat tidak mengenakkan mengenai perilaku negatif aparat dalam menjalankan
tugasnya, mulai dari kasus korupsi hingga kasus penggelapan pajak yang
mewarnai mayoritas pemberitaan nasional serta berbagai pemberitaan negatif
lainnya. Sementara di sisi lain, ternyata negara ini juga banyak menyedot
anggarannya untuk menggaji pejabatnya dalam jumlah yang sangat besar
sehingga pembangunan berbagai sektor utama lainnya terhambat.
Semua pemberitaan ini memberikan pesan yang sama bahwa perilaku dan
kinerja PNS berada pada level yang mengkhawatirkan. Di tengah berbagai
kekhawatiran dan kekhawatiran terhadap kinerja birokrasi dan perilaku aparatur,
ternyata ada satu kabar menggembirakan. Berdasarkan hasil survei yang
dilakukan GlobeScan bekerja sama dengan Program on International Policy
Attitudes di University of Maryland untuk BBC Extreme WorldSerinya,
Indonesia masuk dalam kategori sebagai negara terbaik untuk memulai bisnis.
Survei ini mengukur empat dimensi yaitu
1) Apresiasi terhadap inovasi dalam bisnis,
2) Tingkat kesulitan memulai usaha,
3) Penghargaan terhadap usaha para pelaku usaha yang memulai usaha,
4) Kemudahan penerapan ide-ide inovatif dalam urusan bisnis. Salah satu
yang menarik dari survei ini adalah posisi india melampaui negara-
negara yang selama ini dianggap “super” yakni Amerika Serikat,
Kanada, India, dan Australia. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo) Anton Supit, setiap hari muncul berbagai keluhan
pengusaha di berbagai media sehingga hasil survei bisa menyesatkan.
Berbagai permasalahan baik kuantitatif (memastikan jumlah PNS
tergolong “baik”) maupun kualitatif (perilaku dan kinerja PNS) yang terjadi pada
birokrasi di Indonesia harus mendapat perhatian serius. Jika tidak, birokrasi tidak
11
lagi memungkinkan RI mampu bersaing dengan negara lain. RI di berbagai
bidang bahkan tertinggal dibandingkan negara tetangga, misalnya dalam menarik
investor dan menarik sejumlah wisatawan. Dengan kata lain, RI bukanlah negara
yang “menarik” untuk dipandang. Kualitas birokrasi dan perilaku personel SDM
dalam memberikan pelayanan menjadi salah satu faktor penentu hadirnya
fenomena tersebut. Padahal, pemerintah Indonesia telah berupaya mengatasi
berbagai permasalahan sumber daya manusia di bidang kepegawaian melalui
penerbitan sejumlah undang-undang dan seperangkat peraturan di bidang
kepegawaian.
Jika kita melihat sejarahnya, maka undang-undang (UU) pertama yang
mengatur tentang ketenagakerjaan yang diterbitkan adalah Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda Pegawai.
Undang-undang yang berkaitan langsung dengan unsur pokok pegawai negeri
sipil Indonesia adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Dengan memperhatikan pentingnya peran tenaga pengajar yang juga
pejabat negara di bidang pendidikan, pemerintah berkomitmen menerbitkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Untuk
mendukung penerapan atau penerapan Undang-Undang Kepegawaian,
pemerintah sampai dengan tahun 2000 juga telah menerbitkan kurang lebih 22
(dua puluh dua) Peraturan Pemerintah (PP). Melihat upaya hukum pemerintah
dengan dikeluarkannya sejumlah peraturan perundang-undangan di bidang
kepegawaian, nampaknya birokrasi sudah cukup kuat dalam mengatur perilaku
dan kinerja personel sumber daya manusia.
Namun perlu diingat bahwa pendekatan legal-formal saja belum cukup
komprehensif untuk mampu membentuk perilaku aparatur sipil negara yang
12
disiplin, produktif, dan berkinerja tinggi. Oleh karena itu, pendekatan non-legal-
formal atau pendekatan multiperspektif harus dikedepankan dalam pengelolaan
SDM sektor publik pada birokrasi di Indonesia. Sebagai negara hukum, aspek
legal-formal menjadi landasan bagi birokrasi untuk mengatur dirinya, termasuk
dalam urusan SDM. Aspek hukum inilah yang menjadi penanda pembeda MSDM
sektor publik jika dibandingkan dengan MSDM sektor swasta. Namun
pendekatan legal-formal pada MSDM sektor publik perlu diperkuat dengan
aspek-aspek lain, terutama yang berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, sosial,
budaya dan lainnya. Dalam konteks ini, model hipotetis MSDM sektor publik
yang melibatkan berbagai perspektif dapat dibangun
B. Model Pengembangan Sumber Daya Manusia di Sektor Publik
Secara klasik, ada berbagai model dalam MSDM. Berdasarkan identifikasi
yang dilakukan oleh Figen Cakar dkk (2003), upaya pengembangan model
MSDM telah dilakukan sejak tahun 1980an hingga tahun 1990an. Pada tahun
1990-an misalnya, tiga pakar MSDM yaitu Karen Legge (1995), S. Tyson (1995),
dan J. Storey (1994) masing-masing mengembangkan model MSDM yang
berbeda. Legge mengembangkan model MSDM yang dapat diklasifikasikan
menjadi 4 (empat) jenis, yaitu Normatif, Deskriptif-fungsional, Deskriptif-
perilaku, dan Kritis-evaluatif.
Sedangkan klasifikasi model MSDM Tyson terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu
Normatif, Deskriptif, dan Analitik. Mirip dengan model Tyson, Storey juga
mengembangkan model klasifikasi MSDM
terdiri dari 3 (tiga) jenis namun konsepnya berbeda yaitu Konseptual,
Deskriptif dan Preskriptif. Selain ketiga pakar tersebut, pakar MSDM lainnya
juga telah mengembangkan versi model MSDM yang berbeda. Model MSDM
versi lainnya sebenarnya dikembangkan pada tahun 1980an hingga awal tahun
1990an, yang dapat diidentifikasi pada 4 (empat) model lainnya, yaitu:
13
1. Model Michigan (Fombrun dkk, 1984) yang terdiri dari 2 (dua)
perspektif, yaitu perspektif strategis dan lingkungan hidup serta
perspektif sumber daya manusia. Perspektif strategis dan lingkungan
menunjukkan adanya hubungan antara strategi MSDM dengan strategi
organisasi secara keseluruhan dalam menghadapi berbagai tekanan
dari faktor politik, ekonomi dan budaya yang menentukan organisasi.
Strategi SDM dan strategi organisasi bersifat interaktif. Strategi
MSDM memberikan kerangka bagi organisasi untuk melakukan
seleksi SDM, penilaian kinerja, penyusunan skema penghargaan dan
pelatihan, serta tindakan yang harus dilakukan untuk menyikapi hasil
penilaian kinerja;
2. Model Harvard (Beer et al, 1984) yang terdiri dari 2 (dua) bagian
yaitu: sistem sumber daya manusia dan peta wilayah MSDM. Bagian
pertama yaitu sistem SDM mewakili perspektif hubungan kerja dan
administrasi kepegawaian berdasarkan 4 (empat) kategori SDM yaitu
pengaruh karyawan, aliran sumber daya manusia, penghargaan, dan
sistem kerja. Sedangkan bagian kedua adalah peta wilayah MSDM
yang menunjukkan adanya hubungan erat yang sangat intensif antara
MSDM baik dengan lingkungan eksternal (misalnya kepentingan
pemangku kepentingan) maupun lingkungan internal (misalnya
berbagai faktor situasional yang terjadi dalam organisasi. ).
3. Model Guest (1987) yang terdiri dari 7 (tujuh) kebijakan MSDM
untuk mencapai 4 (empat) outcome HR. Menurut Guest, keempat hasil
ini akan membawa pada hasil yang diinginkan organisasi. Dalam
konteks seperti ini, model MSDM Guest memiliki kesamaan dengan
model MSDM Harvard, meskipun berbeda konsep dan jumlah
komponen pada setiap model. Model Tamu memiliki 7 (tujuh)
kategori yang serupa dengan model Harvard yang memiliki 4 (empat)
14
kategori. Kemiripan tersebut dapat ditunjukkan, misalnya saja aliran
sumber daya manusia dalam model Harvard sama dengan aliran
tenaga kerja dan rekrutmen, seleksi dan sosialisasi; sedangkan pada
model Harvard terdapat sistem kerja, pada model Tamu disajikan
desain organisasi dan pekerjaan. Kedua model MSDM ini juga
mengandung unsur sistem penghargaan. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa model MSDM dari Guest mempunyai 3 (tiga)
kategori tambahan yaitu formulasi kebijakan & manajemen
perubahan; penilaian, pelatihan & pengembangan karyawan; serta
sistem komunikasi.
4. Model Warwick (Hendry dan Pettigrew, 1992) yang terdiri dari 2
(dua) konteks, yaitu konteks dalam dan luar. Model ini dikembangkan
berdasarkan substansi Harvard MSDM Model, namun menekankan
pada aspek strategis. Untuk membandingkan kedua model tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut: Jika model MSDM dari Harvard
memuat pilihan kebijakan yang terdiri dari pengaruh karyawan, aliran
sumber daya manusia, sistem penghargaan, sistem kerja; Maka model
MSDM Warwick mengonsepnya dengan konteks MSDM yang terdiri
dari aliran sumber daya manusia, sistem kerja, sistem penghargaan dan
hubungan karyawan. Lanjutan lainnya adalah jika pada model Harvard
terdapat strategi bisnis yang didasarkan pada berbagai faktor
situasional, maka pada model Warwick dapat ditemukan konten
strategi bisnis, dan seterusnya. Berbagai uraian telah disajikan untuk
menjelaskan pengertian dari setiap klasifikasi model MSDM. Namun
penjelasan masing-masing model MSDM justru semakin
membingungkan dan pada akhirnya tidak mungkin membedakannya
dengan jelas.
15
Model-model MSDM yang muncul sejak tahun 1980-an bersifat tumpang
tindih sehingga tidak mempunyai garis demarkasi dan perbedaan yang jelas. Menurut
Figen Cakar dkk (2003), harus dikembangkan alternatif model MSDM yang
komprehensif, yaitu model MSDM berdasarkan model bisnis (model proses bisnis
MSDM). Model proses bisnis MSDM yang dikemukakan oleh Figen Cakar dan
kawan-kawan terdiri dari 3 (tiga) komponen strategi, yaitu (1) perumusan strategi
MSDM; (2) implementasi strategi MSDM; dan (3) memantau dampak terhadap hasil
yang dicapai organisasi (hasil bisnis). Menurut Figen Cakar dan kawan-kawan,
masing-masing komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Perumusan strategi SDM. Subproses ini dilakukan untuk merumuskan
strategi MSDM yang terintegrasi, dengan menggunakan strategi dan
tujuan organisasi serta berbagai proses utama dalam organisasi.
Perumusan strategi SDM terintegrasi dilakukan dengan menetapkan
tujuan dan sasaran, menghitung dan menetapkan kapabilitas (building
current ability), menegosiasikan kecukupan anggaran untuk melaksanakan
perencanaan secara realistis, dan menetapkan kebijakan SDM. Pada tahap
perumusan strategi MSDM, ditentukan batasan-batasan: (a) aktivitas
objektif, yaitu interpretasi strategi dan tujuan organisasi serta berbagai
proses aktivitas utama dalam organisasi terkait kebutuhan dan tujuan
MSDM; (b) menetapkan aktivitas kapabilitas saat ini, yaitu menentukan
kapabilitas SDM yang ada dalam organisasi dikaitkan dengan berbagai
proses utama dalam organisasi untuk mencapai berbagai tujuan dan
sasaran yang telah ditentukan; (c) merencanakan kegiatan, yaitu
menyusun rencana, termasuk anggaran; (d) aktivitas negosiasi anggaran,
yaitu menggunakan perencanaan untuk melakukan negosiasi guna
memperoleh anggaran yang memadai yang diyakini dapat menjadi
instrumen untuk mencapai keberhasilan implementasi strategi MSDM; (e)
menetapkan aktivitas kebijakan SDM, yaitu menentukan jenis
16
kompensasi, metode kepegawaian, metode penilaian kinerja, menetapkan
skema pelatihan dan pengembangan, serta menciptakan situasi dan kondisi
kerja yang kondusif dan relevan dengan kebutuhan implementasi strategi.
2. Implementasi Strategi MSDM. Sub proses implementasi strategi SDM
dilakukan dengan mengendalikan perencanaan SDM, pemantauan,
pemanfaatan, rekrutmen, penilaian dan seleksi orang-orang yang tepat
dalam rangka pengembangan, pelatihan dan pendidikan SDM. Semua itu
juga dilakukan dengan mengelola kinerja SDM melalui review dan
penilaian kinerja. Implementasi strategi akan menghasilkan redeployment
SDM yang meliputi: (a) Pengendalian SDM, yaitu memastikan SDM
direncanakan, dilaksanakan dan dipantau secara tepat dan benar terkait
dengan tujuan dan sasaran yang diinginkan organisasi; (b) kegiatan
rekrutmen, yaitu perhatian terhadap posisi SDM yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi, baik dari sumber internal maupun eksternal untuk
memperoleh sumber daya manusia yang tepat; (c) melatih, mendidik,
mengembangkan, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan seluruh sumber daya manusia yang ada sesuai dengan
kebutuhan organisasi; (d) pengelolaan kinerja SDM, yaitu kegiatan yang
diarahkan untuk menentukan berbagai target individu, memantau
kemajuan dan perkembangan berdasarkan target yang telah ditentukan
serta mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, pengembangan, dan
pendidikan sebagai respons terhadap hasil penilaian kinerja sebelum
menentukan tindakan baik berupa penghargaan dan tindakan disipliner; (e)
mengelola redeployment, yaitu kegiatan mengidentifikasi kekurangan
jabatan yang tidak dapat diatasi (diperbaiki) baik melalui pelatihan,
pengembangan, atau pendidikan yang diarahkan pada redeployment bagi
pemegang pekerjaan/jabatan baik di dalam maupun di luar organisasi; (f)
17
negosiasi kondisi kerja, yaitu kegiatan yang diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan sumber daya manusia dan mencapai tujuan organisasi.
3. Memantau dampaknya terhadap hasil organisasi. Subproses ini dilakukan
untuk memantau dampak proses MSDM terhadap kinerja organisasi
melalui pemantauan kontribusi MSDM terhadap pencapaian strategi dan
tujuan organisasi serta berbagai proses utama lainnya. Subproses ini
dilakukan secara rinci dengan: (a) pemantauan dampak terhadap strategi
bisnis, yaitu pemantauan dampak strategi SDM terhadap strategi dan
kinerja organisasi; (b) memantau dampak terhadap kepuasan masyarakat,
yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan SDM;
(c) memantau dampak pada proses pengelolaan, yaitu kegiatan yang
berkaitan dengan pemantauan tingkat strategi MSDM dan
implementasinya sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan dalam
pengelolaan proses kegiatan; (d) memantau dampak pada proses operasi,
yaitu kegiatan yang berkaitan dengan pemantauan tingkat kualitas strategi
SDM dan implementasinya untuk memenuhi seluruh kebutuhan proses
aktivitas (operate process) yang terdiri dari mendapatkan pesanan,
mengembangkan produk, memenuhi pesanan, dan mendukung produk; (e)
memantau dampak proses pendukung, yaitu kegiatan yang berkaitan
dengan pemantauan tingkat kualitas strategi SDM dan implementasinya
sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan proses pendukung yang
terdiri dari keuangan dan Teknologi Informasi (TI) yang dapat
mendukung berjalannya proses. fungsi. Model yang ditawarkan Figen
Cakar dan kawan-kawan tentu saja bisa dikembangkan sesuai konteks dan
kebutuhan. Model MSDM berbasis konteks ini dapat dibangun dengan
memanfaatkan seluruh informasi yang disajikan dalam berbagai literatur
dan selanjutnya dapat terus dikembangkan dengan melibatkan para ahli
dan praktisi.
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka penulis memperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Paradigma tata kelola yang baik memerlukan inovasi dalam birokrasi untuk
mengembangkan berbagai kebijakan dan mendukung fungsi administratif. Hal
ini diperlukan karena di era globalisasi setiap negara menghadapi persaingan
dengan negara lain dalam upaya memperoleh berbagai sumber daya guna
meningkatkan kesejahteraan warganya.
2. Birokrasi harus didukung oleh sumber daya manusia yang dikelola dalam
sistem yang efektif berdasarkan model SDM sektor publik yang terintegrasi.
Integrasi MSDM sektor publik terlihat dari konstruksi model yang terdiri dari
berbagai komponen, baik konseptual maupun praktis. Model MSDM sektor
publik mencakup makna penting dan peran substansial MSDM, permasalahan
MSDM aktual, prinsip-prinsip dasar MSDM, serta tolok ukur terhadap
berbagai model yang telah dikembangkan oleh para ahli.
3. Sesuai dengan ideologi dalam paradigma sound governance yang berfokus
pada inovasi dalam pengembangan kebijakan dan fungsi administratif, model
MSDM sektor publik cenderung didasarkan pada pendekatan manajemen
baru, dibandingkan dengan pendekatan birokrasi tradisional.
4. Dengan model SDM sektor publik yang terintegrasi dan kontekstual,
diharapkan terjadi peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur
sedemikian rupa sehingga dapat mendukung birokrasi dalam mewujudkan
inovasi guna mengembangkan kebijakan dan fungsi administrasi.
19
B. Saran
Sesuai dengan pembahasan serta kesimpulan yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka ada beberapa hal yang perlu disarankan yaitu:
1. Dalam mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan,
sebaiknya tiga pihak yang harus terlibat, yaitu : Pihak pertama ialah satuan
organisasi yang mengelola sumber daya manusia, pihak kedua adalah para
manajer satuan kerja, dan pihak ketiga adalah para pegawai yang
bersangkutan sendiri.
2. Untuk menerapkan pelatihan partisipatif dengan menggunakan berbagai
metoda dan teknik yang tidak menggurui dan menceramahi bukan merupakan
suatu hal yang sederhana. Hal ini tidak hanya disebabkan karena terbatasnya
pemahaman konsep dan penerapan pelatihan partisipatif di kalangan pegawai,
setiap individu ataupun masyarakat pada umumnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Boyne G and Gould-Williams JS (2003) Planning and performance in public
oganizations: an empirical analysis. Public Management Review 5 (1):115-
132.
Ivancevich JM, Donnely JH Jr. and Gibson JL (2004) Management: Principles and
functions, 4th ed. New Delhi: Richard D. Irwin, Inc.
Amabilea, Teresa M.; Schatzela, Elizabeth A.; Monetaa, Giovanni B.; &
Kramer.Steven J., 2004.
Leader behaviors and the work environment for creativity: Perceived leader support.
The Leadership Quarterly. 15: 5–32.
Cakar, Figen.; Bititci, Umit S., & MacBryd, Jillian., 2003. A business process
approach to human resource management. Business Process Management
Journal. 9 (2): 190-207.
Farazmand, Ali., 2004. Sound governance: Policy and administrative innovations.
Praeger Publishers., Westport, CT.
Irianto, Jusuf., 2009. Manajemen SDM sebagai titik tumpu perubahan birokrasi.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam bidang Ilmu Manajemen SDM.
FISIP Universitas Airlangga, Surabaya.
Legge, Karen., 1995. Human resources management: Rhetorics and realities.
Macmillan, London.
Kompas (2011) Reformasi: Desain strategis birokrasi. Kompas, 6 Juni.

MAKALAH PENGEMBANGAN SDM PADA SEKTOR PUBLIK.doc

  • 1.
    PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA PADASEKTOR PUBLIK MAKALAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Akademik Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Administrasi Publik 0 Oleh : ………………………………………………. NIM : ……………………………….. PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK JURUSAN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA 2023
  • 2.
    ii LEMBAR PERSETUJUAN Judul :PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA PADA SEKTOR PUBLIK Identitas Penulis : Nama : ……………………………….. NIM : ….…………………………….. Jurusan : Ilmu Administrasi Program Studi : Administrasi Publik Jenjang Program : Strata Satu (S1) Disetujui Pada Tanggal, 15 Oktober 2023 Pembimbing I Dr. Abner H. Bajari, S.Sos,M.Si NIP. 19730427 200112 1 001 Pembimbing II M. Zaenul Muttaqin, S.Sos., M.Si NIP. 198903232019031014 Mengetahui: Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP Universitas Cenderawasih Dr. Abner H. Bajari, S.Sos, M.Si NIP. 19730427 200112 1 001
  • 3.
    iii PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIAPADA SEKTOR PUBLIK Oleh : ……………., Abner H. Bajari, M. Zaenul Muttaqin ABSTRAK Pengembangan yang diberikan kepada SDM harus menggunakan metode yang tepat agar pemanfaatannya tepat sasaran dan setiap individu atau sumber daya manusia mempunyai kemampuan yang diinginkan organisasi. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan instrumen penting bagi organisasi dalam mencapai berbagai tujuannya. Bagi sektor publik, tanggung jawab besar birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang profesional dan kompeten. Paradigma tata kelola yang baik memerlukan inovasi dalam birokrasi untuk mengembangkan berbagai kebijakan dan mendukung fungsi administratif. Hal ini diperlukan karena di era globalisasi setiap negara menghadapi persaingan dengan negara lain dalam upaya memperoleh berbagai sumber daya guna meningkatkan kesejahteraan warganya. Birokrasi harus didukung oleh sumber daya manusia yang dikelola dalam sistem yang efektif berdasarkan model SDM sektor publik yang terintegrasi. Integrasi MSDM sektor publik terlihat dari konstruksi model yang terdiri dari berbagai komponen, baik konseptual maupun praktis. Model MSDM sektor publik mencakup makna penting dan peran substansial MSDM, permasalahan MSDM aktual, prinsip-prinsip dasar MSDM, serta tolok ukur terhadap berbagai model yang telah dikembangkan oleh para ahli. Kata Kunci: Manajemen, Sumber Daya Manusia, Pembangunan, Organisasi, Publik
  • 4.
    1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Dalam sebuah organisasi sangat diperlukan para sumber daya manusia yang menjadi penggerak dari berbagai macam pekerjaan yang akan dikerjakan oleh pegawai. Pegawai mempunyai tingkat pekerjaan yang berbeda-beda dalam melaksanakan pekerjaa mereka, namun terkadang pegawai malah tidak tahu apa yang harus dikerjakan terkait banyaknya pekerjaan yang harus mereka kerjakan. Tanpa adanya unsur manusia dalam organisasi, tidak mungkin organisasi tersebut dapat bergerak dan berjalan menuju yang diinginkan. Dengan demikian sumber daya manusia adalah seseorang yang siap, mau dan mampu memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi. Untuk itu sangat diperlukan pelatihan dan pengembangan bagi sumber daya manusia agar para pegawai bisa paham dan mengerti atas pekerjaan mereka sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi bisa dengan cepat terlaksana dan mencapai target yang diharapkan. Pegawai sebagai sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor sentral dalam suatu organisasi. Apapun bentuk dan tujuannya, organisasi diciptakan berdasarkan berbagai visi untuk kemaslahatan manusia dan dalam menjalankan misinya dikelola dan dikelola oleh manusia. Menganggap manusia sebagai faktor strategis dalam segala aktivitas tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Simon dalam Moynihan (2007: 803); menyarankan bahwa tantangan mendasar bagi semua organisasi adalah "mendorong karyawannya untuk bekerja menuju tujuan organisasi". Pendapat ini juga didukung oleh Pfeffer (dalam Moynihan, 2007: 804) yang mengatakan bahwa kunci keberhasilan jangka panjang adalah, dan akan terus berlanjut, bagaimana organisasi mengelola karyawannya, karena menciptakan pekerjaan yang bermakna dan sebaliknya membuat karyawan bahagia adalah hal yang penting. penting untuk mendorong efektivitas organisasi.
  • 5.
    2 Saat ini banyaksekali organisasi-organisasi baik milik pemerintah maupun swasta yang berusaha untuk mempertahankan eksistensi atau eksistensi perusahaan atau organisasinya. Banyak upaya dari organisasi publik maupun swasta yang menekankan agar pegawai atau staf dilatih secara lebih mendalam, yang dimaksudkan agar mempunyai pengaruh terhadap kinerja serta memberikan output dan outcome bagi organisasi yang bermanfaat sebagai efek jangka panjang. Upaya organisasi untuk mengembangkan dan meningkatkan karyawannya dalam manajemen sumber daya manusia (SDM) sangat bervariasi antara organisasi publik dan swasta. Beragamnya upaya tersebut tercermin dari nilai-nilai yang coba ditanamkan organisasi kepada para pegawainya, sehingga harapan terhadap peningkatan sumber daya manusia dapat memenuhi standar yang diinginkan. Agar tujuan organisasi dapat tercapai maka perlu adanya pembinaan terhadap Sumber Daya Manusia. Pelatihan yang diberikan kepada SDM harus menggunakan metode yang tepat agar pemanfaatannya tepat sasaran dan setiap individu atau sumber daya manusia mempunyai kemampuan yang diinginkan organisasi. Pembinaan ini tentunya mempunyai berbagai proses, melalui proses tersebut akan membuahkan manfaat atau hasil yang diinginkan. Lalu seperti apa coaching, proses, metode, jenis dan manfaat coaching. Untuk itu tulisan ini akan membahas tentang Pengembangan SDM di Sektor Publik Dengan demikian kualitas manusia dan kualitas masyarakat adalah tujuan pembangunan, maka upaya untuk mengukur kadar kualitas harus dikembangkan untuk mengetahui sejauh mana sumber daya manusia terbentuk. Sumber daya manusia yang bermutu ialah yang mempunyai tingkat keahlian tinggi, juga yang tak kurang benarnya adalah bahwa sumber daya manusia tidak akan mencapai tingkat yang diharapkan jika tidak memiliki pandangan dan tingkah laku etis dan moral yang tinggi berdasarkan keimanan yang teguh.
  • 6.
    3 B. Rumusan Masalah Berdasarkanlatar belakang di atas, maka masalah dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah yang dimaksud dengan pengembangan Sumber Daya Manusia pada sektor publik ? 2. Bagaaimana proses pembinaan pengembangan Sumber Daya Manusia sektor publik? 3. Permasalahan – permasalahan apa saja yang dihadapi dalam pengembangan Sumber Daya Manusia di sektor publik? 4. Apa model yang digunakan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia di sektor publik ? C. Tujuan Makalah ini bertujuan untuk memengetahui : 1. Untuk mengetahui pengertian pengembangan Sumber Daya Manusia 2. Untuk mengetahun proses prmbinaan pengembangan Sumber Daya Manusia 3. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan Sumber Daya Manusia sector publik 4. Untuk mengetahi model yang digunakan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia di sektor publik D. Manfaat Penulis berharap agar makalah ini dapat menyumbangkan pengembangan keilmuan untuk pemateri selanjutnya dan memberi manfaat bagi para mahasiswa dan paa akdemisi khususnya fakultas ilmu sosial dan ilmu poltiik program studi administrasi publik terutama yang berhubungan dengan pengembangan Sumber Daya Manusia.
  • 7.
    4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia di Sektor Publik Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan instrumen penting bagi organisasi dalam mencapai berbagai tujuannya. Bagi sektor publik, tanggung jawab besar birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang profesional dan kompeten. Dalam konteks reformasi birokrasi, MSDM menjadi salah satu pilar perbaikan selain aspek kelembagaan dan sistem (lihat Kompas edisi 06 Juni 2011). Pendayagunaan personel SDM yang efektif dan efisien merupakan fungsi utama SDM bagi birokrasi mulai dari tahap perencanaan hingga pemberhentian SDM. Sebagaimana ditemukan dalam berbagai literatur manajemen, pencapaian tujuan organisasi secara manajerial diawali dengan fungsi perencanaan (Ivancevich et al. 2004:66-87). Keterlibatan aparat dalam perencanaan mempunyai peranan yang cukup besar terutama dalam kaitannya dengan sikap dan perilakunya. Seperti yang diidentifikasi oleh Boyne & Gould-Williams (2003), sikap pejabat yang terlibat dalam perencanaan memegang peranan penting dalam mencapai kinerja organisasi sektor publik di samping pengaruh sejumlah variabel teknis lainnya. Jika dalam tahap perencanaan sumber daya manusia yang berkualitas mempunyai peranan penting dalam mencapai target yang telah ditetapkan, maka proses manajerial birokrasi selanjutnya berupa pengarahan, pelaksanaan dan evaluasi juga harus didukung oleh pejabat yang berkualitas. Peran MSDM di sektor publik sangat penting dan kondisinya berbeda dengan sektor swasta (lihat Boselie et al. 2003). Secara historis, konsep- konsep yang berkembang dalam MSDM berawal dari aktivitas bisnis sektor swasta.
  • 8.
    5 Bagi perusahaan, MSDMbukan sekedar instrumen pendayagunaan karyawan. Sumber daya manusia di sektor swasta, sebagaimana dikemukakan oleh Stroh & Caligiuri (1998), juga menjadi sumber kekuatan bagi perusahaan dalam mencapai keunggulan kompetitif di era global saat ini. Manajemen sumber daya manusia dapat berfungsi secara efektif di sektor swasta, namun tidak demikian halnya di sektor publik. Salah satu faktor penentu efektivitas MSDM terkait dengan budaya organisasi sektor swasta yang sangat kontras dengan sektor publik. Selain budaya, iklim organisasi yang tidak kondusif dan nilai-nilai manajerial yang tidak relevan dengan perubahan menjadi kendala birokrasi dalam mencapai efektivitas organisasi seperti yang diidentifikasi oleh Wallace et al. (1999) yang meneliti organisasi sektor publik dan kepolisian di Australia. B. Proses Pembinaan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Sektor Publik MSDM secara umum dapat dipahami baik dari arti sistem maupun fungsinya. Dari segi pengertian sistem, MSDM tidak lebih dari suatu sistem manajemen yang sengaja dirancang untuk menjamin potensi atau bakat seluruh individu dalam organisasi dapat dimanfaatkan (digunakan secara efektif dan efisien (Mathis & Jackson, 2008). Pemanfaatan individu dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan oleh organisasi. Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang memberikan kontribusi besar bagi organisasi dalam memetakan potensi individu untuk dapat diaktualisasikan secara efektif dalam menunjang pelaksanaan kerja. Sistem ini kemudian diimplementasikan ke dalam beberapa fungsi MSDM yang pada akhirnya membentuk rumusan definitif fungsional MSDM, yaitu “seluruh aktivitas mulai dari perencanaan SDM sampai dengan pemberhentian atau pemberhentian SDM”.
  • 9.
    6 Kegiatan vital lainnyasetelah fungsi perencanaan dan sebelum pemberhentian SDM adalah penyiapan analisis jabatan, rekrutmen SDM yang dilanjutkan dengan seleksi dan penempatan SDM pada posisi terkait, kemudian berturut-turut fungsi penggajian, penilaian kinerja, pelatihan dan pengembangan, karier. manajemen jabatan, membina hubungan antar individu (employee Relations), serta merancang berbagai program kualitas kehidupan kerja. Namun, MSDM tidak bisa dipahami hanya dari segi sistem dan fungsinya saja. MSDM akan memiliki arti yang lebih komprehensif bagi organisasi jika dilihat juga dari sudut pandang kebijakan. Dari sudut pandang kebijakan, secara klasik MSDM yang dikembangkan oleh Guest (1987) berarti suatu bentuk kebijakan organisasi yang sengaja dirancang untuk memaksimalkan integrasi seluruh elemen organisasi (organizational integrasi), membangun komitmen karyawan terhadap organisasi (employee commitmen), prinsip fleksibilitas dalam melaksanakan fungsi. manajerial dan kerja (fleksibilitas) untuk menghindari kekakuan, serta tercapainya mutu baik dari segi proses pelaksanaan maupun hasil pelaksanaan kerja (kualitas kerja). Dari perspektif kebijakan inilah akhirnya berkembang suatu gagasan, bahwa makna MSDM seutuhnya tidak sebatas pemahaman teknis belaka. Selain permasalahan teknis, ternyata MSDM juga mengalami konvergensi peran yang lebih substansial. Konvergensi peran yang dialami MSDM telah terjadi sejak tahun 2000an. Konvergensi ini tidak lain dimaksudkan untuk merespon perubahan lingkungan dengan segala macam tantangan dan tuntutan yang ada didalamnya. Dengan peran barunya, MSDM mempunyai misi memberikan pelayanan kepada SDM (human capital steward), memberikan fasilitasi berupa pengetahuan bagi SDM (knowledge facilitator), membangun interaksi yang kondusif bagi semua pihak (relationship builder), dan memiliki keahlian khusus di bidangnya. mengatasi setiap masalah. secara organisasional dengan tepat dan cepat (spesialis
  • 10.
    7 penerapan cepat). Berbagaimacam permasalahan yang muncul di era yang sedang mengalami perubahan drastis diharapkan dapat diselesaikan melalui konvergensi peran MSDM. Unit fungsional MSDM tidak hanya berkisar pada penanganan permasalahan teknis saja, namun juga mengembangkan orientasi terhadap pemberian layanan dan fasilitasi bagi seluruh pihak dalam organisasi. Dengan memahaminya secara menyeluruh baik dari segi sistem (perspektif), fungsi, kebijakan dan reorientasi peran dalam organisasi, nampaknya MSDM harus didefinisi ulang. Perkembangan yang terjadi pada MSDM mencerminkan upaya untuk mendefinisikan kembali baik pekerjaan yang dilakukan (seperti munculnya prinsip fleksibilitas dan kualitas dalam pelaksanaan pekerjaan) maupun interaksi antar individu (yang tercermin dari munculnya integrasi seluruh elemen dalam organisasi). organisasi dan komitmen individu terhadap organisasi). MSDM secara budaya dapat dikonstruksi sebagai sebuah konsep yang lengkap dan berkembang sesuai dengan konteks lingkungan organisasi. Perkembangan pemikiran saat ini pada akhirnya memunculkan berbagai upaya untuk merumuskan kembali (rekonseptualisasi) beberapa konsep (fungsi) dalam MSDM. Makna MSDM dapat berkembang sesuai dengan kondisi yang terjadi pada lingkungan tertentu. Suatu negara, misalnya, memerlukan model MSDM tertentu yang dapat membedakannya dengan negara lain yang mempunyai karakteristik lingkungan spesifik tertentu. Hal ini dapat diartikan bahwa suatu organisasi dengan karakteristik lingkungan tertentu mempunyai cara pandang dan teknik yang berbeda-beda dalam pemanfaatan SDM. Dengan demikian, praktik MSDM tidak memiliki kesamaan antara satu negara atau organisasi dengan tempat lain yang memiliki karakteristik lingkungan berbeda. Praktik terbaik MSDM tidak dapat digeneralisasikan karena setiap
  • 11.
    8 organisasi mempunyai karakteryang berbeda-beda. Model praktik terbaik yang diterapkan di suatu tempat tertentu dapat diterapkan secara efektif di tempat lain jika disesuaikan dengan konteksnya.
  • 12.
    9 BAB III PEMBAHASAN A. Permasalahanyang Dihadapi dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia di Sektor Publik Ada berbagai permasalahan yang ada pada birokrasi di Indonesia, khususnya terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia. Permasalahan ini dapat dilihat baik dari perhitungan statistik jumlah sumber daya manusia pegawai negeri sipil atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), maupun dari sisi kualitatif. Secara kuantitatif, jumlah PNS pada tahun 2010 sudah mencapai 4.598.100 Menurut versi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan & RB) EE. Mangindaan, jumlah PNS termasuk dalam kategori “cukup sedang”. Dengan jumlah penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia (RI) saat ini mencapai sekitar 224 juta jiwa, maka rasio jumlah PNS terhadap total penduduk sebesar 1,94 persen. Permasalahan PNS di birokrasi bukan hanya terletak pada hasil perhitungan kuantitatif dan rasional atas kontribusi dan kinerja PNS terhadap tingkat kesejahteraan sosial dan pertumbuhan NKRI? Daftar pertanyaan skeptis bisa terus bertambah. Oleh karena itu, sangat diperlukan respon yang strategis, baik berupa kajian maupun penelitian ilmiah yang berkesinambungan, untuk mendapatkan jawaban atas seluruh permasalahan kepegawaian. Secara normatif, semakin besar jumlahnya, seharusnya PNS mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Dengan jumlah yang begitu besar, PNS juga harus bisa memposisikan diri lebih dekat dengan (kepentingan) masyarakat. Namun kenyataan menunjukkan bahwa meskipun jumlahnya besar, kualitas pegawai negeri sipil berada pada tingkat yang rendah dan pada akhirnya mempengaruhi tingkat efektivitas pemerintahan. Permasalahan kualitas sumber daya manusia birokrasi di Indonesia
  • 13.
    10 rupanya juga diperburukdengan perilaku menyimpang para pejabat. Berbagai media massa baik tertulis maupun elektronik menyajikan pemberitaan yang sangat tidak mengenakkan mengenai perilaku negatif aparat dalam menjalankan tugasnya, mulai dari kasus korupsi hingga kasus penggelapan pajak yang mewarnai mayoritas pemberitaan nasional serta berbagai pemberitaan negatif lainnya. Sementara di sisi lain, ternyata negara ini juga banyak menyedot anggarannya untuk menggaji pejabatnya dalam jumlah yang sangat besar sehingga pembangunan berbagai sektor utama lainnya terhambat. Semua pemberitaan ini memberikan pesan yang sama bahwa perilaku dan kinerja PNS berada pada level yang mengkhawatirkan. Di tengah berbagai kekhawatiran dan kekhawatiran terhadap kinerja birokrasi dan perilaku aparatur, ternyata ada satu kabar menggembirakan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan GlobeScan bekerja sama dengan Program on International Policy Attitudes di University of Maryland untuk BBC Extreme WorldSerinya, Indonesia masuk dalam kategori sebagai negara terbaik untuk memulai bisnis. Survei ini mengukur empat dimensi yaitu 1) Apresiasi terhadap inovasi dalam bisnis, 2) Tingkat kesulitan memulai usaha, 3) Penghargaan terhadap usaha para pelaku usaha yang memulai usaha, 4) Kemudahan penerapan ide-ide inovatif dalam urusan bisnis. Salah satu yang menarik dari survei ini adalah posisi india melampaui negara- negara yang selama ini dianggap “super” yakni Amerika Serikat, Kanada, India, dan Australia. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, setiap hari muncul berbagai keluhan pengusaha di berbagai media sehingga hasil survei bisa menyesatkan. Berbagai permasalahan baik kuantitatif (memastikan jumlah PNS tergolong “baik”) maupun kualitatif (perilaku dan kinerja PNS) yang terjadi pada birokrasi di Indonesia harus mendapat perhatian serius. Jika tidak, birokrasi tidak
  • 14.
    11 lagi memungkinkan RImampu bersaing dengan negara lain. RI di berbagai bidang bahkan tertinggal dibandingkan negara tetangga, misalnya dalam menarik investor dan menarik sejumlah wisatawan. Dengan kata lain, RI bukanlah negara yang “menarik” untuk dipandang. Kualitas birokrasi dan perilaku personel SDM dalam memberikan pelayanan menjadi salah satu faktor penentu hadirnya fenomena tersebut. Padahal, pemerintah Indonesia telah berupaya mengatasi berbagai permasalahan sumber daya manusia di bidang kepegawaian melalui penerbitan sejumlah undang-undang dan seperangkat peraturan di bidang kepegawaian. Jika kita melihat sejarahnya, maka undang-undang (UU) pertama yang mengatur tentang ketenagakerjaan yang diterbitkan adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda Pegawai. Undang-undang yang berkaitan langsung dengan unsur pokok pegawai negeri sipil Indonesia adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- pokok Kepegawaian yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Dengan memperhatikan pentingnya peran tenaga pengajar yang juga pejabat negara di bidang pendidikan, pemerintah berkomitmen menerbitkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Untuk mendukung penerapan atau penerapan Undang-Undang Kepegawaian, pemerintah sampai dengan tahun 2000 juga telah menerbitkan kurang lebih 22 (dua puluh dua) Peraturan Pemerintah (PP). Melihat upaya hukum pemerintah dengan dikeluarkannya sejumlah peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, nampaknya birokrasi sudah cukup kuat dalam mengatur perilaku dan kinerja personel sumber daya manusia. Namun perlu diingat bahwa pendekatan legal-formal saja belum cukup komprehensif untuk mampu membentuk perilaku aparatur sipil negara yang
  • 15.
    12 disiplin, produktif, danberkinerja tinggi. Oleh karena itu, pendekatan non-legal- formal atau pendekatan multiperspektif harus dikedepankan dalam pengelolaan SDM sektor publik pada birokrasi di Indonesia. Sebagai negara hukum, aspek legal-formal menjadi landasan bagi birokrasi untuk mengatur dirinya, termasuk dalam urusan SDM. Aspek hukum inilah yang menjadi penanda pembeda MSDM sektor publik jika dibandingkan dengan MSDM sektor swasta. Namun pendekatan legal-formal pada MSDM sektor publik perlu diperkuat dengan aspek-aspek lain, terutama yang berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan lainnya. Dalam konteks ini, model hipotetis MSDM sektor publik yang melibatkan berbagai perspektif dapat dibangun B. Model Pengembangan Sumber Daya Manusia di Sektor Publik Secara klasik, ada berbagai model dalam MSDM. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh Figen Cakar dkk (2003), upaya pengembangan model MSDM telah dilakukan sejak tahun 1980an hingga tahun 1990an. Pada tahun 1990-an misalnya, tiga pakar MSDM yaitu Karen Legge (1995), S. Tyson (1995), dan J. Storey (1994) masing-masing mengembangkan model MSDM yang berbeda. Legge mengembangkan model MSDM yang dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu Normatif, Deskriptif-fungsional, Deskriptif- perilaku, dan Kritis-evaluatif. Sedangkan klasifikasi model MSDM Tyson terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu Normatif, Deskriptif, dan Analitik. Mirip dengan model Tyson, Storey juga mengembangkan model klasifikasi MSDM terdiri dari 3 (tiga) jenis namun konsepnya berbeda yaitu Konseptual, Deskriptif dan Preskriptif. Selain ketiga pakar tersebut, pakar MSDM lainnya juga telah mengembangkan versi model MSDM yang berbeda. Model MSDM versi lainnya sebenarnya dikembangkan pada tahun 1980an hingga awal tahun 1990an, yang dapat diidentifikasi pada 4 (empat) model lainnya, yaitu:
  • 16.
    13 1. Model Michigan(Fombrun dkk, 1984) yang terdiri dari 2 (dua) perspektif, yaitu perspektif strategis dan lingkungan hidup serta perspektif sumber daya manusia. Perspektif strategis dan lingkungan menunjukkan adanya hubungan antara strategi MSDM dengan strategi organisasi secara keseluruhan dalam menghadapi berbagai tekanan dari faktor politik, ekonomi dan budaya yang menentukan organisasi. Strategi SDM dan strategi organisasi bersifat interaktif. Strategi MSDM memberikan kerangka bagi organisasi untuk melakukan seleksi SDM, penilaian kinerja, penyusunan skema penghargaan dan pelatihan, serta tindakan yang harus dilakukan untuk menyikapi hasil penilaian kinerja; 2. Model Harvard (Beer et al, 1984) yang terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu: sistem sumber daya manusia dan peta wilayah MSDM. Bagian pertama yaitu sistem SDM mewakili perspektif hubungan kerja dan administrasi kepegawaian berdasarkan 4 (empat) kategori SDM yaitu pengaruh karyawan, aliran sumber daya manusia, penghargaan, dan sistem kerja. Sedangkan bagian kedua adalah peta wilayah MSDM yang menunjukkan adanya hubungan erat yang sangat intensif antara MSDM baik dengan lingkungan eksternal (misalnya kepentingan pemangku kepentingan) maupun lingkungan internal (misalnya berbagai faktor situasional yang terjadi dalam organisasi. ). 3. Model Guest (1987) yang terdiri dari 7 (tujuh) kebijakan MSDM untuk mencapai 4 (empat) outcome HR. Menurut Guest, keempat hasil ini akan membawa pada hasil yang diinginkan organisasi. Dalam konteks seperti ini, model MSDM Guest memiliki kesamaan dengan model MSDM Harvard, meskipun berbeda konsep dan jumlah komponen pada setiap model. Model Tamu memiliki 7 (tujuh) kategori yang serupa dengan model Harvard yang memiliki 4 (empat)
  • 17.
    14 kategori. Kemiripan tersebutdapat ditunjukkan, misalnya saja aliran sumber daya manusia dalam model Harvard sama dengan aliran tenaga kerja dan rekrutmen, seleksi dan sosialisasi; sedangkan pada model Harvard terdapat sistem kerja, pada model Tamu disajikan desain organisasi dan pekerjaan. Kedua model MSDM ini juga mengandung unsur sistem penghargaan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa model MSDM dari Guest mempunyai 3 (tiga) kategori tambahan yaitu formulasi kebijakan & manajemen perubahan; penilaian, pelatihan & pengembangan karyawan; serta sistem komunikasi. 4. Model Warwick (Hendry dan Pettigrew, 1992) yang terdiri dari 2 (dua) konteks, yaitu konteks dalam dan luar. Model ini dikembangkan berdasarkan substansi Harvard MSDM Model, namun menekankan pada aspek strategis. Untuk membandingkan kedua model tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Jika model MSDM dari Harvard memuat pilihan kebijakan yang terdiri dari pengaruh karyawan, aliran sumber daya manusia, sistem penghargaan, sistem kerja; Maka model MSDM Warwick mengonsepnya dengan konteks MSDM yang terdiri dari aliran sumber daya manusia, sistem kerja, sistem penghargaan dan hubungan karyawan. Lanjutan lainnya adalah jika pada model Harvard terdapat strategi bisnis yang didasarkan pada berbagai faktor situasional, maka pada model Warwick dapat ditemukan konten strategi bisnis, dan seterusnya. Berbagai uraian telah disajikan untuk menjelaskan pengertian dari setiap klasifikasi model MSDM. Namun penjelasan masing-masing model MSDM justru semakin membingungkan dan pada akhirnya tidak mungkin membedakannya dengan jelas.
  • 18.
    15 Model-model MSDM yangmuncul sejak tahun 1980-an bersifat tumpang tindih sehingga tidak mempunyai garis demarkasi dan perbedaan yang jelas. Menurut Figen Cakar dkk (2003), harus dikembangkan alternatif model MSDM yang komprehensif, yaitu model MSDM berdasarkan model bisnis (model proses bisnis MSDM). Model proses bisnis MSDM yang dikemukakan oleh Figen Cakar dan kawan-kawan terdiri dari 3 (tiga) komponen strategi, yaitu (1) perumusan strategi MSDM; (2) implementasi strategi MSDM; dan (3) memantau dampak terhadap hasil yang dicapai organisasi (hasil bisnis). Menurut Figen Cakar dan kawan-kawan, masing-masing komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Perumusan strategi SDM. Subproses ini dilakukan untuk merumuskan strategi MSDM yang terintegrasi, dengan menggunakan strategi dan tujuan organisasi serta berbagai proses utama dalam organisasi. Perumusan strategi SDM terintegrasi dilakukan dengan menetapkan tujuan dan sasaran, menghitung dan menetapkan kapabilitas (building current ability), menegosiasikan kecukupan anggaran untuk melaksanakan perencanaan secara realistis, dan menetapkan kebijakan SDM. Pada tahap perumusan strategi MSDM, ditentukan batasan-batasan: (a) aktivitas objektif, yaitu interpretasi strategi dan tujuan organisasi serta berbagai proses aktivitas utama dalam organisasi terkait kebutuhan dan tujuan MSDM; (b) menetapkan aktivitas kapabilitas saat ini, yaitu menentukan kapabilitas SDM yang ada dalam organisasi dikaitkan dengan berbagai proses utama dalam organisasi untuk mencapai berbagai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan; (c) merencanakan kegiatan, yaitu menyusun rencana, termasuk anggaran; (d) aktivitas negosiasi anggaran, yaitu menggunakan perencanaan untuk melakukan negosiasi guna memperoleh anggaran yang memadai yang diyakini dapat menjadi instrumen untuk mencapai keberhasilan implementasi strategi MSDM; (e) menetapkan aktivitas kebijakan SDM, yaitu menentukan jenis
  • 19.
    16 kompensasi, metode kepegawaian,metode penilaian kinerja, menetapkan skema pelatihan dan pengembangan, serta menciptakan situasi dan kondisi kerja yang kondusif dan relevan dengan kebutuhan implementasi strategi. 2. Implementasi Strategi MSDM. Sub proses implementasi strategi SDM dilakukan dengan mengendalikan perencanaan SDM, pemantauan, pemanfaatan, rekrutmen, penilaian dan seleksi orang-orang yang tepat dalam rangka pengembangan, pelatihan dan pendidikan SDM. Semua itu juga dilakukan dengan mengelola kinerja SDM melalui review dan penilaian kinerja. Implementasi strategi akan menghasilkan redeployment SDM yang meliputi: (a) Pengendalian SDM, yaitu memastikan SDM direncanakan, dilaksanakan dan dipantau secara tepat dan benar terkait dengan tujuan dan sasaran yang diinginkan organisasi; (b) kegiatan rekrutmen, yaitu perhatian terhadap posisi SDM yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, baik dari sumber internal maupun eksternal untuk memperoleh sumber daya manusia yang tepat; (c) melatih, mendidik, mengembangkan, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan seluruh sumber daya manusia yang ada sesuai dengan kebutuhan organisasi; (d) pengelolaan kinerja SDM, yaitu kegiatan yang diarahkan untuk menentukan berbagai target individu, memantau kemajuan dan perkembangan berdasarkan target yang telah ditentukan serta mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, pengembangan, dan pendidikan sebagai respons terhadap hasil penilaian kinerja sebelum menentukan tindakan baik berupa penghargaan dan tindakan disipliner; (e) mengelola redeployment, yaitu kegiatan mengidentifikasi kekurangan jabatan yang tidak dapat diatasi (diperbaiki) baik melalui pelatihan, pengembangan, atau pendidikan yang diarahkan pada redeployment bagi pemegang pekerjaan/jabatan baik di dalam maupun di luar organisasi; (f)
  • 20.
    17 negosiasi kondisi kerja,yaitu kegiatan yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia dan mencapai tujuan organisasi. 3. Memantau dampaknya terhadap hasil organisasi. Subproses ini dilakukan untuk memantau dampak proses MSDM terhadap kinerja organisasi melalui pemantauan kontribusi MSDM terhadap pencapaian strategi dan tujuan organisasi serta berbagai proses utama lainnya. Subproses ini dilakukan secara rinci dengan: (a) pemantauan dampak terhadap strategi bisnis, yaitu pemantauan dampak strategi SDM terhadap strategi dan kinerja organisasi; (b) memantau dampak terhadap kepuasan masyarakat, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan SDM; (c) memantau dampak pada proses pengelolaan, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan pemantauan tingkat strategi MSDM dan implementasinya sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan dalam pengelolaan proses kegiatan; (d) memantau dampak pada proses operasi, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan pemantauan tingkat kualitas strategi SDM dan implementasinya untuk memenuhi seluruh kebutuhan proses aktivitas (operate process) yang terdiri dari mendapatkan pesanan, mengembangkan produk, memenuhi pesanan, dan mendukung produk; (e) memantau dampak proses pendukung, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan pemantauan tingkat kualitas strategi SDM dan implementasinya sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan proses pendukung yang terdiri dari keuangan dan Teknologi Informasi (TI) yang dapat mendukung berjalannya proses. fungsi. Model yang ditawarkan Figen Cakar dan kawan-kawan tentu saja bisa dikembangkan sesuai konteks dan kebutuhan. Model MSDM berbasis konteks ini dapat dibangun dengan memanfaatkan seluruh informasi yang disajikan dalam berbagai literatur dan selanjutnya dapat terus dikembangkan dengan melibatkan para ahli dan praktisi.
  • 21.
    18 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkanpembahasan di atas maka penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Paradigma tata kelola yang baik memerlukan inovasi dalam birokrasi untuk mengembangkan berbagai kebijakan dan mendukung fungsi administratif. Hal ini diperlukan karena di era globalisasi setiap negara menghadapi persaingan dengan negara lain dalam upaya memperoleh berbagai sumber daya guna meningkatkan kesejahteraan warganya. 2. Birokrasi harus didukung oleh sumber daya manusia yang dikelola dalam sistem yang efektif berdasarkan model SDM sektor publik yang terintegrasi. Integrasi MSDM sektor publik terlihat dari konstruksi model yang terdiri dari berbagai komponen, baik konseptual maupun praktis. Model MSDM sektor publik mencakup makna penting dan peran substansial MSDM, permasalahan MSDM aktual, prinsip-prinsip dasar MSDM, serta tolok ukur terhadap berbagai model yang telah dikembangkan oleh para ahli. 3. Sesuai dengan ideologi dalam paradigma sound governance yang berfokus pada inovasi dalam pengembangan kebijakan dan fungsi administratif, model MSDM sektor publik cenderung didasarkan pada pendekatan manajemen baru, dibandingkan dengan pendekatan birokrasi tradisional. 4. Dengan model SDM sektor publik yang terintegrasi dan kontekstual, diharapkan terjadi peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur sedemikian rupa sehingga dapat mendukung birokrasi dalam mewujudkan inovasi guna mengembangkan kebijakan dan fungsi administrasi.
  • 22.
    19 B. Saran Sesuai denganpembahasan serta kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka ada beberapa hal yang perlu disarankan yaitu: 1. Dalam mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan, sebaiknya tiga pihak yang harus terlibat, yaitu : Pihak pertama ialah satuan organisasi yang mengelola sumber daya manusia, pihak kedua adalah para manajer satuan kerja, dan pihak ketiga adalah para pegawai yang bersangkutan sendiri. 2. Untuk menerapkan pelatihan partisipatif dengan menggunakan berbagai metoda dan teknik yang tidak menggurui dan menceramahi bukan merupakan suatu hal yang sederhana. Hal ini tidak hanya disebabkan karena terbatasnya pemahaman konsep dan penerapan pelatihan partisipatif di kalangan pegawai, setiap individu ataupun masyarakat pada umumnya.
  • 23.
    20 DAFTAR PUSTAKA Boyne Gand Gould-Williams JS (2003) Planning and performance in public oganizations: an empirical analysis. Public Management Review 5 (1):115- 132. Ivancevich JM, Donnely JH Jr. and Gibson JL (2004) Management: Principles and functions, 4th ed. New Delhi: Richard D. Irwin, Inc. Amabilea, Teresa M.; Schatzela, Elizabeth A.; Monetaa, Giovanni B.; & Kramer.Steven J., 2004. Leader behaviors and the work environment for creativity: Perceived leader support. The Leadership Quarterly. 15: 5–32. Cakar, Figen.; Bititci, Umit S., & MacBryd, Jillian., 2003. A business process approach to human resource management. Business Process Management Journal. 9 (2): 190-207. Farazmand, Ali., 2004. Sound governance: Policy and administrative innovations. Praeger Publishers., Westport, CT. Irianto, Jusuf., 2009. Manajemen SDM sebagai titik tumpu perubahan birokrasi. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam bidang Ilmu Manajemen SDM. FISIP Universitas Airlangga, Surabaya. Legge, Karen., 1995. Human resources management: Rhetorics and realities. Macmillan, London. Kompas (2011) Reformasi: Desain strategis birokrasi. Kompas, 6 Juni.