BUDAYA POSITIF
Penulis modul:
Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S
Diah Samsiati Rajasa, M.Sc
Dr. Murti Ayu Wijayanti, M.Pd.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT KEPALA SEKOLAH, PENGAWAS SEKOLAH DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN
2022
Bahan Ajar
Pendidikan Program Guru Penggerak
Paket Modul 1: Paradigma dan Visi Guru Penggerak
Modul 1.4 “Budaya Positif”
Edisi Keempat
Penulis Modul:
Edisi Kesatu (September 2020):
Amalia Jiandra Tiasari, S.Psi., Patricia Yuannita T., M.Psi., Psikolog & C. Sri
Indah Gunarti, M.Psi., Psikolog
Edisi Kedua (Februari 2021):
Amalia Jiandra Tiasari, S.Psi. & Dr. Murti Ayu Wijayanti, M.Pd.
Edisi Ketiga (Juni 2021):
Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S., Diah Samsiati Rajasa, M.Sc. & Dr. Murti Ayu
Wijayanti, M.Pd.
Edisi Keempat (Januari 2022):
Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S., Diah Samsiati Rajasa, M.Sc. & Dr. Murti Ayu
Wijayanti, M.Pd.
Editor:
Direktorat Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan Tenaga Kependidikan,
Kemdikbudristek
_______________________________________________________________
_____________________________
Hak Cipta © 2022 pada Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Dilindungi Undang-undang
Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
Lembar Pengesahan
Tahapan Nama Tanda Tangan Tanggal
Review Dr. Rita Dewi Suspalupi, M.Ak.
Verifikasi Dr. Kasiman, M.T.
Validasi Dr. Praptono, M.Ed.
Modul 1.4 - Budaya Positif | i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan
Pemimpin sekolah, dalam berbagai literatur, disebut berperan besar dalam menentukan
keberhasilan sekolah karena ia mempunyai tanggung jawab dalam menyinergikan
berbagai elemen di dalamnya. Seorang pemimpin sekolah yang berkualitas akan mampu
memberdayakan seluruh sumber daya di ekosistem sekolahnya hingga dapat bersatu
padu menumbuhkan murid-murid yang berkembang secara utuh, baik dalam rasa, karsa
dan ciptanya. Tak dipungkiri, pemimpin sekolah merupakan salah satu aktor kunci dalam
terwujudnya Profil Pelajar Pancasila.
Untuk dapat menjalankan peran-peran tersebut, seorang pemimpin sekolah perlu
mendapatkan pendidikan yang berkualitas sebelum ia menjabat. Program Pendidikan
Guru Penggerak (PPGP), sebagai bagian dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar
episode kelima, didesain untuk mempersiapkan guru-guru terbaik Indonesia untuk
menjadi pemimpin sekolah yang berfokus pada pembelajaran (instructional leaders).
Melalui berbagai aktivitas pembelajaran dalam PPGP, kandidat kepala sekolah masa
depan diharapkan dapat memiliki kompetensi dalam pengembangan diri dan orang lain,
pengembangan pembelajaran, manajemen sekolah serta pengembangan sekolah. Kami
memiliki harapan besar agar lulusan PPGP dapat mewujudkan standar nasional
pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan di seluruh wilayah negeri ini, di mana
keberpihakan pada murid menjadi orientasi utamanya.
Upaya pemenuhan kandidat kepala sekolah yang lebih optimal menuntut penyesuaian
pada desain pembelajaran PPGP. Karena itu, terhitung dari angkatan kelima durasi
program diefisiensikan dari sembilan menjadi enam bulan. Selain itu, PPGP juga
menerapkan diferensiasi proses untuk peserta di daerah yang memiliki akses terbatas,
baik dari segi transportasi maupun telekomunikasi. Namun, terlepas dari moda
penyampaian yang beragam, para Calon Guru Penggerak (CGP) di seluruh Indonesia
sama-sama mempelajari materi-materi bekal kepemimpinan dengan sistem on-the-job
learning di mana selama belajar, guru tetap menjalankan perannya di sekolah sekaligus
ii | Modul 1.4 - Budaya Positif
menerapkan pengetahuan yang didapat dari ruang pelatihan ke dalam pembelajaran di
kelas. Pendekatan pembelajaran juga tetap menggunakan siklus inkuiri yang sarat
dengan refleksi dan praktik langsung, baik bersama sesama CGP maupun rekan sejawat
di sekolah. Pendampingan di lapangan juga tetap menjadi kunci dari keberhasilan
implementasi konsep di kelas atau sekolah CGP.
Tentu saja, seluruh upaya tersebut tidak akan berhasil tanpa peran berbagai tim
pendukung yang telah bekerja keras dan berkontribusi positif mewujudkan
penyelesaian bahan ajar ini serta membantu terlaksananya PPGP. Kami mengucapkan
terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada para pengembang modul, tim
digitalisasi, serta fasilitator, pengajar praktik dan instruktur. Semoga Allah Yang
Mahakuasa senantiasa memberkati upaya yang kita lakukan demi transformasi
pendidikan Indonesia. Amin.
Jakarta, Januari 2022
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan,
Dr. Iwan Syahril, Ph.D.
Modul 1.4 - Budaya Positif | iii
Surat Dari Instruktur
Selamat datang Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak
Sekarang Anda berada pada modul ‘Budaya Positif’. Kami yakin Bapak/Ibu yang telah
bertahun-tahun mengajar, mendampingi murid-murid tumbuh dan berkembang,
menyadari bahwa budaya positif di sekolah sangatlah penting untuk mengembangkan
anak-anak yang memiliki karakter yang kuat, sesuai profil pelajar Pancasila.
Kita telah belajar bersama tentang filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, nilai-nilai
peran guru penggerak dan visi guru penggerak. Dalam modul ini Bapak dan Ibu akan
memahami pentingnya membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi
pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada murid untuk
membantu Bapak dan Ibu mencapai visi guru penggerak. Bapak dan Ibu akan
mempelajari bagaimana peran seorang pemimpin pada sebuah institusi dalam
menggerakkan dan memotivasi warga sekolah agar memiliki, meyakini, dan
menerapkan visi atau nilai-nilai kebajikan yang disepakati, sehingga tercipta budaya
positif yang berpihak pada murid.
Dalam membangun budaya positif tersebut, kita akan meninjau lebih dalam tentang
strategi menumbuhkan lingkungan yang positif. Anda akan diajak melakukan refleksi
atas penerapan disiplin yang dilakukan selama ini di lingkungan Anda. Bagaimanakah
strategi Anda dalam praktik disiplin tersebut? Apakah selama ini Anda sungguh-sungguh
menjalankan disiplin, atau Anda melakukan sebuah hukuman? Di mana kita menarik
garis pembatas?
Modul ini juga akan mengajak Anda untuk memikirkan kembali kebutuhan-kebutuhan
dasar yang sedang dibutuhkan seorang murid pada saat mereka berperilaku tidak
pantas, serta strategi apa yang perlu diterapkan yang berpihak pada murid. Selanjutnya
Anda akan mengeksplorasi suatu posisi dalam penerapan disiplin, yang dinamakan
‘Manajer’ serta bagaimana seorang ‘Manajer’ menjalankan pendekatan disiplin yang
dinamakan Restitusi. Di sini Anda akan mendalami bagaimana pendekatan Restitusi
iv | Modul 1.4 - Budaya Positif
fokus untuk mengembangkan motivasi intrinsik pada murid yang selanjutnya dapat
menumbuhkan murid-murid yang bertanggung jawab, mandiri, dan merdeka.
Modul 1.4 ini pun selaras serta memiliki keterkaitan dengan Standar Nasional
Pendidikan khususnya di Standar Kompetensi Kelulusan, Standar Pengelolaan
Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dan Standar Proses. Dalam
rangka menciptakan budaya positif, penerapan disiplin positif dipraktikkan untuk
menghasilkan murid-murid yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, dan
bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin sekolah
hendaknya berjiwa kepemimpinan serta dapat mengembangkan sekolah dengan baik
yaitu dengan menciptakan lingkungan yang positif sehingga terwujud suatu budaya
positif. Demikian juga dengan warga sekolahnya; setiap guru dan tenaga kependidikan
memiliki kompetensi standar minimal di mana mereka memiliki kesamaan visi serta
nilai-nilai kebajikan yang dituju, serta berupaya mewujudkannya dalam pembelajaran
yang aplikatif yang mengupayakan pemberdayaan murid agar dapat menjadi pemelajar
sepanjang hayat.
Pada akhirnya modul ini diharapkan dapat menjadi suatu pembelajaran, tempat
berproses, wadah untuk berdiskusi, dan menumbuhkan semangat untuk menggali dan
mengembangkan potensi anak-anak Indonesia yang berkarakter kuat, mandiri, dan
merdeka. Teruslah menjadi penggerak bagi guru, murid, serta segenap tatanan
komponen sekolah untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Selamat belajar!
Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S., Diah Samsiati Rajasa, M.Sc. & Dr. Murti Ayu Wijayanti,
M.Pd.
Modul 1.4 - Budaya Positif | v
Daftar Isi
Hlm.
Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan...................................i
Surat Dari Instruktur.........................................................................................................iii
Daftar Isi.............................................................................................................................v
Capaian yang Diharapkan................................................................................................. 1
Ringkasan Alur Belajar MERDEKA..................................................................................... 3
Pembelajaran 1 - Mulai dari diri....................................................................................... 6
Pembelajaran 2 - Eksplorasi Konsep............................................................................... 11
Pembelajaran 3 - Ruang Kolaborasi................................................................................ 85
Pembelajaran 5 -Demonstrasi Kontekstual.................................................................... 93
Pembelajaran 6 - Elaborasi Pemahaman........................................................................ 95
Pembelajaran 7 - Koneksi Antarmateri .......................................................................... 96
Pembelajaran 8 - Aksi Nyata......................................................................................... 100
Surat Penutup............................................................................................................... 104
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 105
vi | Modul 1.4 - Budaya Positif
Daftar Gambar
Gambar 1. Segitiga Restitusi........................................................................................... 78
Modul 1.4 - Budaya Positif | 1
Capaian yang Diharapkan
Kompetensi Lulusan yang Dituju
Modul ini diharapkan berkontribusi untuk mencapai kompetensi lulusan sebagai
berikut:
● Guru Penggerak memahami pentingnya mengetahui kebutuhan belajar dan
lingkungan yang memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat
meningkatkan kompetensinya secara aman dan nyaman.
● Guru Penggerak mampu menggerakkan komunitas sekolah untuk bersama-sama
mengembangkan dan mewujudkan visi sekolah yang berpihak pada murid dan
berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal.
Capaian Umum Modul 1.4
Secara umum, capaian modul ini adalah:
● Memahami konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dihubungkan
dengan konsep budaya dan lingkungan positif di sekolah yang berpihak pada
murid.
● Melakukan evaluasi dan refleksi tentang praktik disiplin dalam pendidikan
Indonesia secara umum untuk mendapatkan pemahaman baru mengenai
konsep disiplin positif untuk menciptakan murid dengan profil pelajar
Pancasila.
● Memahami peran sebagai guru untuk membangun budaya positif dengan
menerapkan konsep disiplin positif dalam berinteraksi dengan murid.
2 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Capaian Khusus Modul 1.4
Setelah menyelesaikan modul ini, peserta diharapkan dapat menjadi guru penggerak
yang mampu:
● Menjelaskan konsep budaya positif yang berdasarkan pada konsep perubahan
paradigma stimulus respons ke teori kontrol serta nilai-nilai kebajikan universal
yang dijabarkan penerapannya pada modul ini.
● Menjelaskan konsep makna disiplin, keyakinan kelas, hukuman dan
penghargaan, 5 kebutuhan dasar manusia, Restitusi dengan 5 posisi kontrol guru
serta segitiga restitusi dan menerapkannya dalam ekosistem sekolah yang
aman, dan berpihak pada murid.
● Menyusun strategi-strategi aksi nyata yang efektif dengan mewujudkan
kolaborasi beserta seluruh pemangku kepentingan sekolah agar tercipta budaya
positif yang dapat mengembangkan karakter murid.
● Menganalisis secara reflektif dan kritis penerapan budaya positif di sekolah dan
mengembangkannya sesuai kebutuhan sosial dan murid.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 3
Ringkasan Alur Belajar MERDEKA
Mulai dari Diri
CGP mengamati bagaimana sistem rancangan di sekolah masing-masing dapat
menciptakan lingkungan positif serta mendukung murid menjadi pribadi yang bahagia,
mandiri, dan bertanggung jawab, sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara.
Eksplorasi Konsep
2.1 Disiplin Positif dan Nilai Kebajikan Universal
CGP dapat menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser
serta miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat menjelaskan
perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol. Berikutnya CGP dapat
menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di lingkungannya,
serta kaitan Teori Kontrol. CGP juga diharapkan dapat menjelaskan pentingnya
memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan disepakati
seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya positif.
2.2 Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi
CGP dapat menjelaskan konsep teori motivasi, hukuman dan penghargaan, dan
pendekatan restitusi. Selain itu, CGP dapat melakukan pengamatan dan peninjauan
atas praktik penerapan konsep-konsep tersebut di lingkungannya sendiri.
2.3 Keyakinan Kelas
CGP dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai fondasi
dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam
memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. CGP juga
dapat menjelaskan proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke
keyakinan kelas.
4 | Modul 1.4 - Budaya Positif
2.4 Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas
CGP dapat menjelaskan kebutuhan dasar yang menjadi motif dari tindakan
manusia baik murid maupun guru. Selain itu, CGP dapat menganalisis dampak
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap pelanggaran peraturan dan
tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan. Berikutnya CGP dapat
mengidentifikasi peran dan sekolah guru dalam upayanya menciptakan
lingkungan belajar dan pemenuhan kebutuhan anak yang beragam.
2.5 Restitusi: 5 Posisi Kontrol
CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan
dampaknya untuk murid-muridnya. Berikutnya CGP dapat memahami dan
menerapkan disiplin restitusi di posisi Manajer, minimal pemantau agar dapat
menghasilkan murid yang bertanggung jawab, mandiri dan merdeka.
2. 6 Restitusi: Segitiga Restitusi
CGP menjelaskan restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif
pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah. Kemudian CGP dapat
menerapkan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi
murid merdeka. CGP juga diharapkan dapat menganalisis dengan sikap reflektif
dan kritis penerapan disiplin positif di lingkungannya.
Ruang Kolaborasi
Dalam kelompok, CGP akan menganalisis kasus-kasus yang tersedia dalam LMS
berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif. CGP akan
mendiskusikan strategi-strategi agar konsep-konsep dalam disiplin positif dapat
menjadi standar tindak lanjut kasus pelanggaran disiplin di sekolahnya. Mereka
akan mempresentasikan hasil analisisnya secara sinkronus, dan kelompok lain
akan menanggapi.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 5
Demonstrasi Kontekstual
CGP mampu melakukan praktik segitiga restitusi dengan murid di sekolahnya.
Elaborasi Pemahaman
Setelah berdiskusi bersama instruktur, CGP mendemonstrasikan pemahamannya
secara lebih mendalam mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya
Positif.
Koneksi Antarmateri
CGP membuat keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada
sebelumnya yaitu modul 1.1, 1.2 dan 1.3 sehingga dapat mulai menyusun langkah
dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya
positif di sekolah.
Aksi Nyata
CGP akan menyampaikan kepada para pemangku kepentingan di sekolahnya
mengenai perubahan paradigma dan penerapan strategi disiplin positif di
sekolah masing-masing agar dapat menciptakan budaya positif. Diharapkan
kegiatan ini akan membantu murid belajar dengan aman dan nyaman sehingga
dapat meraih keselamatan dan kebahagiaan, sebagaimana disampaikan oleh Ki
Hadjar Dewantara mengenai tujuan utama pendidikan.
6 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Pembelajaran 1 - Mulai dari diri
Durasi: 2 JP
Jenis Kegiatan: Refleksi mandiri
Tujuan Pembelajaran khusus:
1. Mengaktifkan pengetahuan awal apa yang telah dipelajari sebelumnya tentang
konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dihubungkan dengan konsep lingkungan dan
budaya positif di sekolah.
2. Mengamati bagaimana sistem rancangan di sekolah masing-masing dapat
menciptakan lingkungan positif serta mendukung murid menjadi pribadi yang
bahagia, mandiri, dan bertanggung jawab, sesuai dengan filosofi Ki Hadjar
Dewantara.
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Setelah mempelajari modul 1.1, 1.2, dan 1.3, tentunya saat ini Anda sudah memahami
bahwa sebagai seorang guru Anda diibaratkan sebagai seorang petani yang memiliki
peranan penting untuk menjadikan tanamannya tumbuh subur. Anda akan memastikan
bahwa ‘tanah’ tempat tumbuhnya tanaman adalah tanah yang cocok untuk ditanami. Ki
Hadjar Dewantara menyatakan bahwa,
“…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang
petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang
menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat
memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air,
membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi
dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I
No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937).
Dari uraian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah
tempat bercocok tanam sehingga seorang guru perlu mengusahakan agar sekolah
Modul 1.4 - Budaya Positif | 7
menjadi sebuah lingkungan yang menyenangkan, aman, nyaman untuk bertumbuh,
serta dapat menjaga dan melindungi setiap murid dari hal-hal yang kurang bermanfaat,
atau bahkan mengganggu perkembangan potensi murid.
Dengan demikian, salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana
menciptakan suatu lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang saling
mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan
baik; dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi karakter-karakter baik warga
sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari kebiasaan-kebiasaan baik akan
membentuk sebuah budaya positif.
Cobalah amati lingkungan sekolah Anda sendiri saat ini, bagaimana suasananya?
Bagaimana murid-murid saling berinteraksi, bagaimana guru saling bertegur sapa,
bagaimana guru menyapa murid, bagaimana guru menyelesaikan suatu permasalahan
atau konflik antar murid? Suasana atau budaya yang berkembang di sekolah Anda saat
ini, secara tidak langsung menjadi cermin dari tujuan mulia atau nilai-nilai yang sekolah
atau institusi Anda anut dan yakini selama ini. Untuk itulah menciptakan lingkungan
positif agar terbentuk suatu budaya positif adalah suatu proses perjalanan pendidikan
yang harus kita jalani, karena ini merupakan tanggung jawab kita sebagai seorang
pendidik, sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Suatu lingkungan yang aman dan
nyaman akan memberikan murid kesempatan dan kebebasan untuk berproses, belajar,
membuat kesalahan, belajar lagi, sehingga mampu menerima dan menyerap suatu
pembelajaran. Perlu diingat, selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari
lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi. Dan salah satu tanggung
jawab kita sebagai pendidik adalah menghilangkan atau ‘mencabut’ gangguan-gangguan
yang menghalangi proses pengembangan potensi murid.
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Untuk memulai pembelajaran di modul budaya positif ini, marilah melakukan
pengamatan, dan berefleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
8 | Modul 1.4 - Budaya Positif
● Apa pentingnya menciptakan suasana positif di lingkungan Anda?
● Sebagai seorang pendidik dan/atau pimpinan sekolah, bagaimana Anda dapat
menciptakan suasana positif di lingkungan Anda selama ini?
● Apakah hubungan antara menciptakan suasana yang positif dengan proses
pembelajaran yang berpihak pada murid?
● Bagaimana penerapan disiplin saat ini di sekolah Anda, apakah sudah diterapkan
dengan efektif, bila belum, apa yang menurut Anda masih perlu diperbaiki dan
dikembangkan?
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Selanjutnya Anda dapat melakukan pengamatan dan refleksi terhadap bagaimana kita
dapat menciptakan sebuah budaya positif, dengan melakukan serangkaian kegiatan di
bawah ini:
1. Sediakan waktu khusus, pejamkan mata, dibantu musik instrumental yang sesuai,
kemudian bayangkan sekolah impian Anda. Ingat kembali gambaran sekolah impian
yang Anda tulis saat mempelajari modul 1.3. Bagaimana suasana sekolahnya?
Bagaimana sikap gurunya? Bagaimana tutur kata guru? Bagaimana guru bersikap
kepada murid-muridnya? Bagaimana sikap murid-muridnya, bagaimana mereka
saling berinteraksi, terhadap Anda, sebagai pimpinan sekolah dan terhadap guru-
Modul 1.4 - Budaya Positif | 9
guru yang lain?
2. Untuk mewujudkan sekolah impian tersebut, bila Anda adalah seorang pemimpin
di sekolah Anda, bagaimana Anda akan menciptakan sebuah lingkungan yang
positif di sekolah Anda? Apa strategi yang akan Anda pilih? Bagaimana Anda akan
menerapkan disiplin positif, apa yang perlu kita lakukan terlebih dahulu? Tentunya,
salah satu hal yang paling penting adalah kita perlu menghilangkan rasa takut dalam
diri murid-murid sehingga mereka merasa aman dan nyaman berada di sekolah,
dan bahwa membuat kesalahan adalah suatu proses pembelajaran itu sendiri.
Hanya dengan demikian, semua murid dapat belajar dengan rasa tenang, tanpa
tekanan dan nyaman.
Standar Nasional Pendidikan:
Lingkungan yang positif sangat diperlukan agar pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang
berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan
Pasal 12 yaitu:
1) Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan
dalam suasana belajar yang:
a. interaktif;
b. inspiratif;
c. menyenangkan;
d. menantang;
e. memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan
f. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.
1.2. Harapan & Ekspektasi
Setelah Anda melaksanakan pengamatan dan refleksi terkait peran Anda dalam
menciptakan budaya positif, isilah kolom harapan berikut ini:
Apa saja harapan-harapan yang ingin
Anda lihat berkembang pada diri Anda,
sebagai seorang pemimpin
pembelajaran yang memiliki pengaruh
pada warga sekolah, terutama murid-
murid Anda setelah mempelajari modul
ini?
Apa saja kegiatan, materi, manfaat
yang Anda harapkan ada dalam modul
ini?
10 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Untuk Diri Sendiri sebagai Pemimpin
Pembelajaran:
1.
2.
dst.
Untuk Murid:
1.
2.
dst.
1.
2.
dst.
Tugas Fasilitator:
1. memastikan CGP memberikan tanggapan terhadap kasus atau situasi yang
diberikan
2. memastikan CGP mengisi kolom harapan
3. memberikan umpan balik terhadap tanggapan yang diberikan oleh CGP
Modul 1.4 - Budaya Positif | 11
Pembelajaran 2 - Eksplorasi Konsep
Durasi: 4 JP
Jenis Kegiatan: Kegiatan mandiri, Forum Diskusi
Tujuan pembelajaran:
● CGP dapat menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser
serta miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat menjelaskan
perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol.
● CGP dapat menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di
lingkungannya, serta kaitan Teori Kontrol dengan 3 Motivasi Perilaku Manusia.
● CGP menjelaskan pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan
diyakini dan disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya
positif.
Pembelajaran 2.1: Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan
Universal
a) Perubahan Paradigma:
Kegiatan Pemantik:
Anda dan teman Anda akan melakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’. Anda adalah A, tugas Anda
adalah mengepalkan salah satu tangan Anda. Coba Anda bayangkan bahwa Anda
menyimpan sesuatu yang sangat berharga di dalam kepalan tangan Anda. Anda perlu
menjaga benda tersebut sekuat tenaga Anda karena begitu pentingnya untuk kehidupan
Anda. Tugas rekan Anda, B, adalah mencoba dengan segala cara untuk membuka kepalan
tangan Anda. Teman Anda B boleh membujuk, menghardik, mengintimidasi, memarahi,
menggoda, menggelitik, bahkan menawari Anda uang agar Anda bersedia membuka kepalan
tangan Anda.
Cobalah lakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’ di atas dengan B secara bergantian, masing-masing
A dan B memiliki waktu 30 detik saja. Sesudah itu diskusikan kegiatan ini dan coba jawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara mandiri, dan diskusikan kembali dengan rekan
12 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Anda B. Bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama. Bilamana berbeda, kira-kira
mengapa?
1. Apakah Anda atau B membuka kepalan tangan Anda? Mengapa, apa alasan Anda atau B
membuka kepalan tangan Anda?
2. Apakah Anda atau B menutup kepalan tangan Anda? Mengapa, apa alasan Anda atau B
tetap menutup kepalan tangan Anda?
3. Dalam kegiatan ini, sesungguhnya siapa yang memegang kendali atau kontrol untuk
membuka atau menutup kepalan tangan?
Kemungkinan jawaban kita terhadap pertanyaan-pertanyaan pertama dan kedua
bervariasi, antara yang bersedia membuka, dan yang tetap bertahan menutup kepalan
tangannya. Pertanyaan ketiga, siapakah yang sesungguhnya memegang kontrol, yang
menutup kepalan tangan atau yang berusaha dengan segala cara untuk membuka kepalan
tangan rekannya? Jawabannya tentu kita sendiri yang memegang kontrol atas kepalan
tangan kita, apakah kita membuka atau menutup kepalan tangan kita, itu bergantung
pada diri kita masing-masing, sesuai dengan kebutuhan dasar kita saat itu.
Selanjutnya psikiater dan pendidik, Dr. William Glasser dalam Control Theory yang
kemudian hari berkembang dan dinamakan Choice Theory, meluruskan berapa
miskonsepsi tentang makna ‘kontrol’.
Ilusi guru mengontrol murid.
Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid
tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang
mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid sedang mengizinkan
dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih
murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan,
bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai.
Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk
mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha
untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid
Modul 1.4 - Budaya Positif | 13
tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk menolak bujukan kita atau bisa jadi
murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.
Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter.
Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas
gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka
mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk
mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena seringkali guru
cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan negatif.
Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk
membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat
diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada
saat itu pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan
efektif untuk jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan
terbentuk.
Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada
pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991)
mengatakan bahwa,
“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau
perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita
perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia,
bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema
pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”.
Stimulus Respon Teori Kontrol
Realitas (kebutuhan) kita sama. Realitas (kebutuhan) kita berbeda.
Semua orang melihat hal yang sama. Setiap orang memiliki gambaran
berbeda.
Kita mencoba mengubah orang agar
berpandangan sama dengan kita.
Kita berusaha memahami pandangan
orang lain tentang dunia.
14 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Perilaku buruk dilihat sebagai suatu
kesalahan
Semua perilaku memiliki tujuan.
Orang lain bisa mengontrol saya. Hanya Anda yang bisa mengontrol diri
Anda.
Saya bisa mengontrol orang lain. Anda tidak bisa mengontrol orang lain.
Pemaksaan ada pada saat bujukan gagal. Kolaborasi dan konsensus menciptakan
pilihan-pilihan baru.
Model Berpikir Menang/Kalah Model Berpikir Menang-menang
b) Makna Disiplin:
Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu strategi yang perlu kita tinjau kembali
adalah penerapan disiplin di sekolah kita. Apakah telah efektif, apakah masih perlu ditinjau
kembali? Apa sesungguhnya arti dari disiplin itu sendiri? Apa kaitannya dengan nilai-nilai
kebajikan? Mari kita bahas makna disiplin dan nilai-nilai kebajikan universal dengan
mengaitkan beberapa pembelajaran awal di modul 1.2 tentang perubahan paradigma teori
stimulus respon ke teori kontrol serta teori 3 motivasi perilaku manusia.
Sebelumnya, mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita
melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari
lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita
menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk
mendapatkan apa yang kita mau. Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat
senyuman atau pujian dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan
uang? Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu?
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid
kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut,
Modul 1.4 - Budaya Positif | 15
mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang
tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap
berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang
yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia.
Sekarang mari kita membahas tentang konsep disiplin positif yang merupakan unsur utama
dalam terwujudnya budaya positif yang kita cita-citakan di sekolah-sekolah kita. Kebanyakan
guru, sangat tertarik dengan topik pembahasan tentang disiplin. Mereka berpendapat bahwa
kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa belajar. Para guru juga berpendapat
bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah bagian yang paling menantang dari pekerjaan
mereka. Bagaimana dengan Bapak/Ibu CGP? Apakah Anda memiliki pendapat yang sama?
Marilah kita baca artikel di bawah ini:
Makna Kata Disiplin
Ketika mendengar kata ‘disiplin’, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di
pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur,
dan kepatuhan pada peraturan. Kata ‘disiplin’ juga sering dihubungkan dengan hukuman,
padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan
memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan bila perlu tidak digunakan
sama sekali.
Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang
pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata
‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun
disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan
sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self
discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah
harus ada di dalam suasana yang merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima, 2013, Halaman 470)
16 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks
pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah
harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi
internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk
mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri
kita sendiri.
Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah:
mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa
amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah;
akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)
Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring
School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa
Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama
dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut,
seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran
tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin
diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali
potensinya menuju kepada sebuah tujuan mulia, sesuatu yang dihargai dan bermakna.
Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan
bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita
hargai agar tercapai tujuan mulia yang diinginkan.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab
terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai
kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar menyatakan;
“...pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi
sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau
pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus
mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan
kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima, 2013, Halaman 469)
Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri
sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan
memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 17
Referensi:
Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New View
Publications, North Canada
Ki Hajar Dewantara;Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013, UST-Press
bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Indah sekali bukan pemikiran-pemikiran tentang konsep disiplin di atas. Mari kita bayangkan
alangkah indahnya ketika tercipta masyarakat yang bisa saling belajar, yang saling merasa
terikat dan terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat seperti itu akan mengambil
tanggung jawab untuk pembelajarannya, senantiasa berusaha untuk menjadi insan yang lebih
baik dari sebelumnya. Itulah tujuan dari disiplin diri.
c) Nilai-nilai Kebajikan Universal
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Anda telah mengikuti serangkaian pembahasan tentang makna disiplin positif yang
dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara maupun Diane Gossen, di mana kedua pakar
pendidikan mengartikan disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol
diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai
atau prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang. Kita namakan nilai-nilai tersebut sebagai
nilai-nilai kebajikan (virtues) yang universal. Nilai-nilai kebajikan universal sendiri telah
diperkenalkan di modul 1.2 yang berarti nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama,
lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-nilai ini
merupakan ‘payung besar’ dari sikap dan perilaku kita, atau nilai-nilai ini merupakan
fondasi kita berperilaku. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang
merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Seperti yang telah
dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984), menyatakan bahwa
setiap perbuatan memiliki suatu tujuan, dan selanjutnya Diane Gossen (1998)
mengemukakan bahwa dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang
maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam
18 | Modul 1.4 - Budaya Positif
untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan.
Beberapa institusi/organisasi pendidikan di bawah ini telah memiliki nilai-nilai kebajikan
yang diyakini dan sepakati bersama. Salah satunya adalah nilai-nilai kebajikan yang ingin
dicapai oleh setiap anak Indonesia yang kita kenal dengan Profil Pelajar Pancasila, yang
sebelumnya telah dibahas di modul 1.2. Bisa disimpulkan bahwa sebagian
institusi/organisasi saling memiliki nilai-nilai kebajikan yang sama, karena nilai-nilai
tersebut bersifat universal, dan lintas bahasa, suku bangsa, agama maupun latar belakang.
1. Profil Pelajar Pancasila
● Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia.
● Mandiri
● Bernalar Kritis
● Berkebinekaan Global
● Bergotong royong
● Kreatif
2. IBO Primary Years Program (PYP)
Sikap Murid:Toleransi
● Rasa Hormat
● Integritas
● Mandiri
● Menghargai
● Antusias
● Empati
● Keingintahuan
● Kreativitas
● Kerja sama
● Percaya Diri
● Komitmen
Modul 1.4 - Budaya Positif | 19
3. Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF):
● Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA
● Kemandirian dan Tanggung jawab
● Kejujuran (Amanah), Diplomatis
● Hormat dan Santun
● Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong
● Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras
● Kepemimpinan dan Keadilan
● Baik dan Rendah Hati
● Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan
4. Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (LIfelong Guidelines and Life Skills)
Keterampilan Hidup
● Dapat dipercaya
● Lurus Hati
● Pendengar yang Aktif
● Tidak Merendahkan Orang Lain
● Memberikan yang Terbaik dari Diri
Petunjuk HidupPeduli
● Penalaran
● Bekerja sama
● Keberanian
● Keingintahuan
● Usaha
● Keluwesan/
Fleksibilitas
● Berorganisasi
20 | Modul 1.4 - Budaya Positif
● Kesabaran
● Keteguhan hati
● Kehormatan
● Memiliki Rasa Humor
● Berinisiatif
● Integritas
● Pemecahan Masalah
● Sumber pengetahuan
● Tanggung jawab
● Persahabatan
● The Seven Essential Virtues (dari Building Moral Intelligence, Michele
Borba):Empati
● Suara Hati
● Kontrol Diri
● Rasa Hormat
● Kebaikan
● Toleransi
● Keadilan
5. The Virtues Project (Proyek Nilai-nilai Kebajikan)
Peduli Rajin Integritas Rasa Hormat
Keterusterangan Keberanian Kebahagiaan Tanggung Jawab
Kebersihan Kesantunan Keadilan Pengabdian
Komitmen Kreatif Baik Hati Bijaksana
Belas Kasih Semangat Kesetiaan Bersyukur
Percaya Diri Kedermawan Berprinsip Toleransi
Belas Kasih Kejujuran Bersahaja Percaya
Bertujuan Dermawan Keteraturan Lurus Hati
Modul 1.4 - Budaya Positif | 21
Tenggang Rasa Harga Diri Kedamaian Ketegasan
Gotong Royong Rendah Hati Keteguhan Hati Pengertian
Silakan Anda membaca nilai-nilai kebajikan dari keenam institusi/organisasi yang telah
disampaikan di sini, dan pilihlah salah satu yang menurut Anda paling menarik.
Bandingkan dengan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip yang Anda miliki di sekolah
Anda. Adakah suatu perbedaan atau persamaan? Kemudian pikirkan bagaimana nilai-
nilai kebajikan yang Anda pilih tersebut dapat disampaikan dan menjadi fondasi dari
keyakinan sekolah atau keyakinan kelas yang disepakati seluruh warga sekolah.
Kemudian pikirkan kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat dilakukan agar keyakinan-
keyakinan tersebut dapat dipahami, dan diterapkan seluruh warga sekolah dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
Tugas Anda
1. Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti program ini karena ingin
mendapatkan suatu penghargaan tertentu. Namun seiring Anda mengikuti
program ini dan kemudian menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda berubah
menjadi sebuah keinginan untuk menjadi guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini?
Bila itu terjadi, apa dampaknya untuk diri Anda? Apa yang Anda dapatkan, mengapa
hal itu penting untuk Anda?
2. Sebagai seorang pendidik, saat Anda perlu hadir di suatu pelatihan, motivasi apakah
yang mendasari tindakan Anda? Apakah Anda hadir karena tidak ingin ditegur oleh
pihak panitia atau pengawas Anda, dan mendapatkan surat teguran (menghindari
ketidaknyamanan dan hukuman) atau Anda ingin dilihat dan dipuji oleh lingkungan
Anda, atau mendapat penghargaan sebagai kepala sekolah berprestasi?
(mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau Anda ingin menjadi
pemelajar sepanjang hayat, menjadi orang yang berusaha dan bertanggung jawab
serta menghargai diri Anda sendiri sebagai teladan bagi murid-murid Anda, guru-
guru Anda, serta lingkungan Anda karena Anda percaya, tindakan Anda sebagai
22 | Modul 1.4 - Budaya Positif
pemimpin pembelajaran akan jadi panutan oleh lingkungan Anda (menghargai
nilai-nilai kebajikan diri sendiri). Manakah motivasi yang paling kuat mendasari
tindakan Anda, atau adakah suatu proses perubahan motivasi antara dua motivasi?
3. Bila di sekolah Anda tidak ada aturan yang memberikan surat teguran bagi karyawan
yang sering datang terlambat, atau tidak ada atasan yang memberikan Anda
penghargaan menjadi karyawan terbaik, karena sering tepat waktu, apakah Anda
akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda? Jelaskan alasan
Anda.
4. Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling
banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan.
5. Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada
murid-murid Anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda?
6. Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda rasakan penting saat ini untuk ditanamkan pada
murid-murid Anda di kelas/sekolah Anda? Mengapa?
Standar Pendidikan Nasional:
Dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan
pemangku kepentingan perlu saling mendukung, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai
kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia tersebut,
maka seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan sehingga dapat
mengembangkan sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya sekolah yang positif
sesuai dengan standar kompetensi pengelolaan yang telah ditetapkan.
Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang
berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pemelajar
sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 23
Pembelajaran 2.2: Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan,
Restitusi
Tujuan Pembelajaran:
● CGP dapat menjelaskan dan menganalisis Teori Motivasi dan Motivasi Intrinsik
yang dituju, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya.
● CGP dapat menjelaskan konsep hukuman dan penghargaan, dan konsep
pendekatan restitusi.
● CGP dapat melakukan pengamatan dan peninjauan atas praktik penerapan
konsep-konsep tersebut di lingkungannya sendiri.
a) 3 Motivasi Perilaku Manusia
Eksplorasi Mandiri
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita melakukan
segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan,
atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari
rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan
apa yang kita mau.
Bagaimana menurut Anda? Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman
dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang? Apalagi kira-kira
alasan orang melakukan sesuatu? Untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai motivasi
manusia, mari kita baca artikel ini:
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi
perilaku manusia:
1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
24 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang
motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan
bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka
sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada
mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila
mereka tidak melakukan tindakan tersebut. Motivasi ini bersifat eksternal
2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk
mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini
akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka
melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut
mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga
melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. Motivasi ini
juga bersifat eksternal.
3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya.
Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya
melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan
hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan
nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat
seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal,
bukan eksternal.
Pernahkan Anda berada dalam sebuah situasi dimana anda sengaja melakukan sesuatu
yang menyakitkan bagi anda, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari orang
lain? Mengapa anda tetap memilih melakukannya padahal anda tahu akibatnya akan
menyakitkan, anda mungkin akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian secara
Modul 1.4 - Budaya Positif | 25
finansial? Apa prinsip-prinsip yang anda perjuangkan dan anda lindungi? Saat itu, anda
sedang menjadi orang yang seperti apa?
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid
kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut,
mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi
yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap
berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi
orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. Pertanyaannya sekarang
adalah bagaimana cara kita sebagai guru untuk untuk menanamkan disiplin positif yang
positif ini kepada murid-murid kita?
Tugas Anda
1. Sekarang, mari pikirkan tentang diri Anda sendiri. Anda sekarang mengikuti
Program. Guru Penggerak, mengapa Anda mengikuti program ini? Apakah bila
Anda tidak mengikuti program ini, akan ada hal yang menyakitkan yang akan
terjadi pada Anda? Apakah ada hadiah atau penghargaan setelah Anda
mengikuti program ini? Atau apakah Anda mengikuti program ini karena Anda
ingin menjadi seorang guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini, misalnya
menjadi seorang guru pemelajar? Apa dampak ketiga motivasi tersebut pada
diri Anda sebagai calon guru penggerak? Yang mana motivasi yang paling akan
berdampak jangka panjang dan membuat Anda terus bersemangat secara
internal?
Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti program ini karena ingin
mendapat penghargaan. Namun seiring Anda mengikuti program ini dan
kemudian menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda akan berubah menjadi
26 | Modul 1.4 - Budaya Positif
sebuah pemahaman untuk menjadi guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini?
Bila itu terjadi, dampaknya pada diri Anda?
2. Sebagai seorang guru, saat Anda hadir mengajar di kelas tepat waktu, motivasi
apakah yang mendasari tindakan Anda? Apakah Anda datang tepat waktu
karena tidak ingin ditegur oleh atasan Anda dan kemudian mendapat surat
peringatan (menghindari ketidaknyamanan dan hukuman) atau Anda ingin
mendapatkan pujian dari atasan Anda dan mendapat penghargaan sebagai
karyawan atau guru
berprestasi? (mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau Anda
ingin menjadi orang yang menghargai waktu, menghargai diri Anda sendiri sebagai
teladan bagi murid-murid Anda karena Anda percaya, tindakan Anda sebagai guru
akan dicontoh oleh murid-murid Anda (menghargai nilai-nilai diri sendiri). Manakah
motivasi yang paling kuat mendasari tindakan Anda? Atau bahkan kombinasi dari dua
motivasi, atau bahkan ketiga-tiganya?
3. Bila di sekolah Anda tidak ada peraturan yang mengharuskan guru datang tepat waktu
dan tidak ada surat teguran bagi guru yang datang terlambat, dan tidak ada atasan
yang memuji Anda, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar
murid-murid Anda? Jelaskan alasan Anda.
4. Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling
banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan.
5. Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada
murid-murid anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda?
6. Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda berusaha tanamkan pada murid-murid Anda di
kelas dan sekolah Anda?
b) Hukuman dan Penghargaan
Kegiatan Pemantik:
Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang
Modul 1.4 - Budaya Positif | 27
diberikan:
Iva kurang menguasai pelajaran Matematika, sehingga pada saat pelajaran tersebut
berlangsung, dia lebih banyak berdiam diri atau menggambar di buku pelajarannya.
Pada saat guru Matematikanya, Pak Seno, menanyakan pertanyaan Iva menjadi gugup, dan
tak sengaja menjatuhkan tasnya dari kursi, serta tiba-tiba menjadi gagap pada saat berupaya
menjawab. Seluruh kelas pun tertawa melihat perilaku Iva yang bicara tergagap dan terkejut
tersebut. Pak Seno pada saat itu membiarkan teman-teman Iva menertawakan Iva yang
tergagap dan malu luar biasa, dan malahan minta Iva untuk maju ke depan dan berdiri di depan
kelas sambil menunjuk hidungnya karena tidak bisa menjawab pertanyaan Pak Seno. Kelas
makin gaduh, dan anak-anak pun tertawa melihat Iva di depan kelas memegang ujung
hidungnya.
Jawablah kedua pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban
rekan Anda.
1. Apakah Anda setuju dengan tindakan pak Seno terhadap Iva? Mengapa?
2. Menurut Anda, tindakan Pak Seno terhadap Iva adalah sebuah hukuman atau
konsekuensi? Mengapa?
Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi
Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana ada suatu
pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang
tindakan penegakan peraturan atau keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan
terhadap suatu pelanggaran pada umumnya berbentuk hukuman atau konsekuensi.
Dalam modul ini akan diperkenalkan program disiplin positif yang dinamakan Restitusi.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan
mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang
lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang
mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid
berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus
memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Sebelum kita membahas lebih mendalam tentang penerapan Restitusi, kita perlu
bertanya dahulu, adakah perbedaan antara hukuman dan konsekuensi? Bila sama, di
28 | Modul 1.4 - Budaya Positif
mana persamaannya? Bila berbeda, bagaimana perbedaannya? Di bawah ini Anda akan
diberikan suatu gambaran perbedaan antara Hukuman, Konsekuensi, dan Restitusi itu
sendiri.
Bila kita melihat bagan di bawah ini, kata disiplin tanpa tambahan kata ‘positif’ di
belakangnya, sesungguhnya sudah merupakan identitas sukses dan hukuman
merupakan identitas gagal. Disiplin yang sudah bermakna positif terbagi dua bagian
yaitu Disiplin dalam bentuk Konsekuensi, dan Disiplin dalam bentuk Restitusi, yang
selanjutnya akan dijelaskan dengan lebih rinci di pembelajaran 2.2 dan 2.6.
IDENTITAS GAGAL IDENTITAS SUKSES
HUKUMAN DISIPLIN
KONSEKUENSI RESTITUSI
Sesuatu yang menyakitkan
harus terjadi
Sesuatu harus terjadi Restitusi merupakan pilihan
Tidak nyaman untuk
murid/anak untuk jangka
waktu panjang.
Tidak nyaman untuk
murid/anak untuk jangka
waktu pendek.
Menguatkan untuk murid/anak
dalam jangka waktu panjang.
‘Korban’ mendapatkan
keadilan
‘Korban’ bisa diabaikan. ‘Korban’ mendapatkan ganti.
Murid/anak akan tersakiti. Murid/anak dibuat tidak
nyaman.
Murid/anak mendapatkan
penguatan.
Perilaku pasif-agresif
meningkat
Penguatan hanya bertahan
dalam jangka waktu pendek.
Masalah terpecahkan.
Sistem tidak akan berjalan
bila murid tidak takut.
Memerlukan monitoring dan
supervisi terus menerus dari
guru.
Murid belajar bertanggung
jawab untuk perilakunya.
Berlaku hanya pada sebuah
institusi; tidak berlanjut pada
kehidupan nyata.
Membantu penerapan
mengikuti peraturan dalam
masyarakat.
Fokus pada pemecahan masalah
dalam jangka waktu panjang.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 29
“Peraturannya adalah….kamu
harus..”
“Apa peraturannya?”
“Mampukah kamu
melakukannya? Terima
kasih”.
“Apa yang kamu yakini?”
“Apa yang bisa kamu lakukan
untuk memperbaiki masalah
ini?”
Murid/anak membenci
peraturan.
Murid/anak menghormati
peraturan.
Murid/anak menghormati
dirinya dan orang lain.
NEGATIF NETRAL POSITIF
“Awas kalau dilakukan lagi ya,
nanti awas kamu”
“Lakukan apa yang
saya katakan”
“Apakah hal ini yang
sesungguhnya ingin kamu
lakukan?”
Mode Paksaan Stimulus-Respon Teori Kontrol
Mendorong menyalahkan diri Mendorong kepatuhan Mendorong disiplin positif
Konsep Diri Buruk Konsep Diri Baik Konsep Diri Kuat
Murid/anak belajar
menyembunyikan kesalahan
Murid/anak belajar
taat peraturan.
Murid/anak belajar memecahkan
masalah.
Mencoba mengontrol anak
dengan penguatan negatif
(membayar impas kesalahan)
Mencoba mengontrol anak
dengan penguatan positif
Anak paham bahwa dirinya
sendiri yang pegang kendali
kontrol.
Dampak pada Murid: Marah,
merasa bersalah, rendah diri,
mengasingkan diri.
Kehilangan hak, waktu jeda
seorang diri (timeout),
penahanan (detention).
Murid/anak tidak kehilangan
waktu, namun bersemangat
untuk memperbaiki diri
Tiba-tiba, tidak diharapkan,
atau sangat melukai.
Sudah diketahui,
masuk akal
Berupa undangan untuk
mengadakan restitusi
Dibuat guru Dibuat oleh guru dan
murid/anak
Dibuat oleh murid/anak
Menyakitkan, guru menjalani
konsekuensi dengan
menyalahkan, mengkritik,
menyindir, merendahkan.
Membantu, guru
menyatakan peraturan,
melakukan peringatan, dan
menerapkan konsekuensi.
Menguatkan, guru menyebutkan
keyakinan kelas, membimbing
kerangka acuan berpikir restitusi
murid/anak.
(Disadur dari Diane Gossen - Restitution Restructuring School Discipline, 1998, hal. 70-71) .
30 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Berdasarkan bagan di atas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukuman bersifat tidak
terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak
dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid
hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan
dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa
fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.
Sementara disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati;
sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk
konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya
konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap
dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Konsekuensi biasanya diberikan
berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali tugasnya
tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan kegiatan di
luar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol, maka murid tersebut akan kehilangan
waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena ketertinggalannya. Peraturan
dan konsekuensi yang mengikuti ini sudah diketahui sebelumnya oleh murid. Sikap guru
di sini senantiasa memonitor murid.
Tugas Anda:
Setelah membaca bagan tentang perbedaan Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi, maka
isilah bagan di bawah ini, kira-kira bila seorang guru/orang tua melakukan tindakan yang
dinyatakan di kolom sisi kiri, apakah tindakan tersebut berupa sebuah hukuman,
konsekuensi?
Hukuman atau Konsekuensi?
TINDAKAN GURU HUKUMAN ATAU
KONSEKUENSI
Mencatat 100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan
terlambat lagi”, karena terlambat ke sekolah.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 31
Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat
hadir di sekolah.
Membersihkan coretan yang dibuatnya di meja tulis.
Murid diminta untuk ‘push up’ 15 kali karena tidak
menggunakan masker ke sekolah.
Menggantikan kertas tugas teman yang telah dicoret-coret.
Berjemur di lapangan basket pukul 12:00 siang karena
mengobrol dengan teman.
Murid diminta bertelanjang kaki sepanjang hari karena tidak
menggunakan sepatu warna hitam sesuai peraturan sekolah.
Berdiri di depan kelas sambil mengangkat kaki satu, karena
tidak bisa menjawab pertanyaan.
Membersihkan tumpahan air di meja tulis karena tersenggol
pada saat belajar.
Kehilangan 10 menit jam istirahat untuk mengerjakan tugas,
karena terlambat datang dan tertinggal pelajaran selama 10
menit.
Duduk di bangku di pinggir lapangan pada jam istirahat, tidak
diizinkan bermain oleh guru piket, karena mencederai teman
saat bermain di lapangan.
Terlambat hadir di pembelajaran daring 15 menit, dan
diminta untuk tinggal 15 menit sesudah kelas usai untuk
membahas ketertinggalan pembelajaran.
Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat 10
menit untuk pelajaran PJOK.
Membersihkan WC sekolah karena mematahkan pensil
kawannya.
c) Dihukum oleh Penghargaan:
32 | Modul 1.4 - Budaya Positif
“Saat kita berulang kali menjanjikan hadiah
kepada anak-anak agar berperilaku bertanggung jawab,
atau kepada seorang murid agar mempelajari sesuatu yang baru,
atau kepada seorang karyawan agar melakukan pekerjaan yang berkualitas,
kita sedang berasumsi mereka tidak dapat melakukannya,
atau mereka tidak akan memilih untuk melakukannya.”
(Alfie Kohn)
Kegiatan Pemantik:
Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan jawablah pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan:
Ibu Anas guru kelas 2 SD, mendapatkan masalah. Murid-muridnya tidak bisa tertib berdiri antri
di depan pintu kelas, dan selalu berebutan masuk ke dalam kelas setelah jam istirahat usai. Ini
tentunya sangat mengganggu proses pembelajaran dimana kelas tidak dapat mulai tepat
waktu karena Ibu Anas sibuk menenangkan murid-muridnya untuk waktu cukup lama.
Akhirnya Bu Anas berpikir cepat, dan mengandalkan stiker bintang. Setiap murid-muridnya
akan masuk kelas usai jam istirahat, Bu Anas akan mengiming-imingi murid-muridnya dengan
stiker bintang. “Siapa yang dapat berdiri lurus dan berbaris rapi antri di depan pintu, dapat
bintang dari Bu Anas!” Sebagian besar murid-muridnya menyambut tantangan tersebut, dan
langsung berdiri rapi di depan pintu agar mendapatkan stiker bintang. Hal ini terus dilakukan
Bu Anas selama beberapa minggu, karena cukup berhasil membuat murid-muridnya berdiri
rapi antri di depan pintu. Sampai pada suatu saat Bu Anas sakit, dan terpaksa digantikan Pak
Heru. Pak Heru tidak mengetahui tentang stiker bintang, dan benar saja, pada saat mau masuk
ke kelas usai jam istirahat murid-murid kelas 2 kembali berebutan masuk kelas. Apa yang
terjadi, mengapa?
Jawablah ketiga pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban
rekan Anda.
1. Berdasarkan teori motivasi yang telah Anda pelajari pada pembelajaran 2.1, kira-kira
apa motivasi murid-murid kelas 2 untuk bersedia berdiri antri sebelum masuk kelas?
2. Adakah cara lain agar murid-murid kelas 2 bersedia antri di depan kelas tanpa diberi
penghargaan stiker bintang? Jelaskan.
Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret
Modul 1.4 - Budaya Positif | 33
1995) mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara
mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang
sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah
penghargaan sesungguhnya.
Kohn selanjutnya juga mengemukakan beberapa pernyataan dari hasil pengamatannya
selama ini tentang tindakan memberikan penghargaan yang nilainya sama dengan
menghukum seseorang.
Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang
● Penghargaan efektif jika kita menginginkan seseorang melakukan sesuatu yang kita
inginkan, dalam jangka waktu pendek.
● Jika kita menggunakan penghargaan lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan
bergantung pada penghargaan yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari
dalam.
● Jika kita mendapatkan penghargaan untuk melakukan sesuatu yang baik, maka
selain kita senantiasa berharap mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita pun
menjadi tidak menyadari tindakan baik yang kita lakukan.
Penghargaan Tidak Efektif.
● Suatu penghargaan adalah suatu benda atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat
dengan persyaratan: Hanya jika Anda melakukan hal ini, maka Anda akan
mendapatkan penghargaan yang diinginkan.
● Jika saya mengharapkan suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka saya
akan kecewa dan berkecil hati, serta kemungkinan lain kali saya tidak akan
berusaha sekeras sebelumnya.
● Jika kita memberikan seseorang suatu penghargaan untuk melakukan sesuatu,
maka kita harus terus menerus memberikan penghargaan itu jika kita ingin orang
tersebut meneruskan perilaku yang kita inginkan.
● Orang yang berusaha berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet
menguruskan badan bila diberikan penghargaan hampir pasti tidak berhasil.
Penghargaan Merusak Hubungan
● Ketika seorang diberi penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka yang
lain akan merasa iri, dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai orang yang
diberikan penghargaan tersebut.
● Jika seorang guru sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya, besar
34 | Modul 1.4 - Budaya Positif
kemungkinan murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan gurunya.
Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru tersebut.
● Penghargaan menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan
menciptakan kecemasan.
● Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk
mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba.
Penghargaan Mengurangi Ketepatan
Riset I: Dalam sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun
diminta untuk melihat gambar-gambar wajah yang ditampilkan di layar, dan mereka
harus memberitahukan jika wajah-wajah tersebut sama atau berbeda. Gambar-
gambar tersebut hampir sama. Beberapa dari mereka diberi penghargaan (dalam
bentuk uang) pada saat mereka memberikan jawaban benar, sementara sebagian
yang lain tidak.
Hasil: Anak laki-laki yang dibayar membuat lebih banyak kesalahan.
Riset II: Anak-anak diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka diminta
mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat tersebut setiap kali muncul.
Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban yang benar,
dan sebagian yang lain hanya diberitahu saja bila jawaban mereka benar.
Hasil: Anak-anak yang mendapatkan permen jawabannya banyak yang tidak tepat
dibandingkan anak-anak yang hanya diberitahu jawabannya benar.
Penghargaan Menurunkan Kualitas
Pengamatan dilakukan pada sekelompok mahasiswa/i yang sedang kerja praktik di
sebuah surat kabar universitas; saat itu mereka sedang belajar menuliskan sebuah
artikel tentang sebuah judul berita utama. Seiring waktu mahasiswa/i tersebut
semakin mampu bekerja dengan cepat. Kemudian, ada beberapa mahasiswa/i yang
dibayar untuk setiap judul berita utama yang mereka mampu hasilkan, dan setelah
beberapa lama mahasiswa/i yang dibayar ini hasil kinerjanya berhenti berkembang.
Mereka yang tidak menerima bayaran terus berupaya mengasah diri menjadi lebih
baik.
Penghargaan Mematikan Kreativitas
● Murid-murid diminta berpikir mengenai hadiah atau penghargaan yang bisa
mereka dapatkan bila berhasil menulis sebuah puisi. Kreatifitas kelompok murid-
murid ini menjadi berkurang, dibandingkan dengan yang tidak diberitahukan
tentang hadiah yang bisa mereka terima.
● Penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan seni atau sebuah penulisan cerita
Modul 1.4 - Budaya Positif | 35
menjadi kurang kreatif bila dijanjikan sebuah hadiah/penghargaan.
● Dalam tugas-tugas memecahkan masalah, para murid memakan waktu lebih lama
dan memberikan jalan keluar kurang kreatif, saat mereka dijanjikan suatu
penghargaan.
Penghargaan Menghukum
● Penghargaan ‘menghukum’ mereka yang tidak mendapatkan penghargaan.
Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang mendapatkan ranking kedua akan
merasa paling ‘dihukum’.
● Memberikan penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena keduanya
mencoba mengendalikan perilaku seseorang.
● Karena orang pada dasarnya tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama,
penghargaan akan terlihat sebagai hukuman.
● Jika suatu penghargaan diharapkan, namun Anda tidak mendapatkannya, Anda
akan merasa dihukum.
Motivasi dari Dalam Diri (Intrinsik)
● Saat seorang anak belajar untuk pertama kali, menggabungkan huruf-huruf dan
kata-kata, serta menyadari bahwa ia dapat membaca, timbul pijar di matanya dan
sebuah senyuman di wajahnya. Anak tersebut begitu gembira bahwa ia telah
mempelajari dan menguasai suatu keterampilan baru. Kesadaran akan
kemampuannya bahwa ‘dia’ sudah dapat membaca, sesungguhnya sudah
merupakan sebuah penghargaan.
● Jika kita memberikan penghargaan kepada seorang anak pada saat dia sedang
merasa bangga dengan pencapaiannya sendiri, maka kita akan mengambil
kegembiraan yang saat itu sedang dirasakan secara alamiah.
Disadur dari materi pelatihan ‘Dihukum oleh Penghargaan’, Yayasan Pendidikan Luhur-Foundation for
Excellence in Education, 2006.
Tugas Anda:
Bacalah kedelapan pembahasan tentang ‘Dihukum oleh Penghargaan’ yang dirangkum
ke dalam kotak-kotak di atas. Rangkuman ini berisi pernyataan-pernyataan atau hasil
penelitian yang dikumpulkan oleh pakar pendidikan Alfie Kohn. Pilihlah dua kotak yang
berisi pernyataan atau hasil penelitian yang paling menarik atau menantang untuk Anda.
Tuliskan tanggapan Anda terhadap pernyataan/hasilpenelitian yang Anda pilih tersebut,
kemudian berilah minimal 2 tanggapan atas jawaban/tanggapan rekan Anda.
36 | Modul 1.4 - Budaya Positif
d) Restitusi: Sebuah Pendekatan untuk Menciptakan Disiplin Positif
Pertanyaan Pemantik
Bapak Ibu calon guru penggerak, apa yang akan Anda lakukan bila,
● Dalam sebuah acara pesta ulang tahun, teman Anda memecahkan gelas. Apakah
Anda akan membiarkan dia membayar harga gelas yang dipecahkannya?
● Anda sudah janji bertemu dengan teman Anda, namun ternyata dia juga memiliki
janji penting bertemu orang lain di tempat lain, dan Anda terpaksa naik taksi
untuk menemui teman Anda di tempat itu, apakah Anda akan meminta teman
Anda membayar biaya taksi Anda menuju ke tempat tersebut?
● Pegawai Anda membuat kesalahan yang menyebabkan kerugian finansial pada
perusahaan, pegawai tersebut menawarkan untuk bekerja lembur tanpa
bayaran, apakah Anda sebagai pemilik perusahaan akan menerimanya?
Eksplorasi Mandiri
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
Bila ada seseorang berbuat salah pada Anda, ketika mereka menawarkan sebuah
tindakan untuk memperbaiki kesalahan mereka, kemungkinan besar, jawaban Anda
adalah akan menolak semua tawaran itu, dan akan bilang, tidak usah, tidak apa-apa.
Lupakan saja.
Kebiasaan kita selama ini, bila ada orang yang berlaku salah pada kita adalah langsung
memaafkan, atau bahkan kita melakukan sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman
atau merasa bersalah. Kita cenderung untuk berfokus pada kesalahan daripada mencari
cara bagi orang yang berbuat kesalahan untuk memperbaiki diri. Kita lebih fokus pada
pada cara mereka membayar akibat dari kesalahan mereka daripada mengembalikan
harga diri mereka. Membuat kondisi menjadi impas, menjadi lebih penting daripada
membuat situasi menjadi benar.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 37
Bapak Ibu guru penggerak,
Sebagai seorang guru, ketika murid Anda melakukan kesalahan, tindakan mana yang
akan Anda lakukan?
● Menunjukkan kesalahannya dan memintanya melihat kesalahannya baik-baik
● Mengatakan, “Kamu seharusnya tahu bagaimana kamu seharusnya bertindak”.
● Mengingatkan murid Anda akan kesalahannya yang sama di waktu sebelumnya.
● Bertanya padanya, “Kenapa kamu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak
kamu lakukan?”.
● Mengkritik dan mendiamkannya
Kalau Anda melakukan tindakan-tindakan di atas, mungkin Anda akan membuat murid
Anda merasa menjadi anak yang gagal.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana sebaiknya respon kita bila ada murid kita
melakukan kesalahan? Mari kita baca artikel ini:
Restitusi
Sebuah Cara Menanamkan Disiplin Positif Pada Murid
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan
mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih
kuat (Gossen; 2004)
Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk
masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan
bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan
dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk
menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah
menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya di
modul 1.2, kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki
38 | Modul 1.4 - Budaya Positif
motivasi intrinsik.
Melalui pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan
mengajak murid berefleksi tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki
kesalahan mereka sehingga mereka menjadi pribadi yang lebih baik dan menghargai dirinya.
Pendekatan restitusi tidak hanya menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang
yang telah berbuat salah. Restitusi juga sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William
Glasser tentang solusi menang-menang.
Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh karakternya, ketika mereka melakukan
kesalahan, karena pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. Murid perlu bertanggung
jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat belajar dari pengalaman
untuk membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan
masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari
keterampilan yang berharga untuk hidup mereka.
Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya.
● Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
Dalam pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru tidak mengarahkan
untuk menebus kesalahan dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian
yang timbul, atau sekedar meminta maaf. Karena kalau fokusnya kesana, maka murid
yang berbuat salah akan fokus pada tindakan yang bersifat eksternal yaitu untuk
menebus kesalahan dan menghindari ketidaknyamanan, bukannya yang lebih bersifat
internal yaitu pada upaya perbaikan diri. Biasanya setelah menebus kesalahan, orang
yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan situasi itu sehingga merasa lega
karena seolah-olah kesalahan tidak pernah terjadi.
Terkadang bisa juga muncul perasaan ingin balas dendam, bila orang yang berbuat
salah sebetulnya merasa tidak rela harus melakukan sesuatu untuk menebus
kesalahannya. Kalau tindakan untuk menebus kesalahan dipahami sebagai hukuman,
maka mungkin mereka berpikir untuk membuat situasinya menjadi impas.
Pembalasan seperti ini akan berdampak jangka panjang karena konfliknya akan tetap
ada. Menebus kesalahan itu tidak salah, namun biasanya tidak membuat kita menjadi
pribadi yang lebih kuat.
Pendekatan restitusi sebenarnya juga berhubungan dengan usaha untuk menebus
kesalahan, tetapi sebaiknya merupakan inisiatif darimurid yang melakukan kesalahan.
Proses pemulihan akan terjadi bila ada keinginan dari murid yang berbuat salah untuk
melakukan sesuatu yang menunjukkan rasa penyesalannya. Fokusnya tidak hanya
pada mengurangi kerugian pada korban, tapi juga bagaimana menjadi orang yang
lebih baik dan melakukan hal baik pada orang lain dengan kebaikan yang ada dalam
diri kita.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 39
Ketika murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan,
mereka akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakai terus menerus di masa
depan untuk menjadi orang yang lebih baik.
● Restitusi memperbaiki hubungan
Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi juga
membantu murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa dan
bagaimana mereka ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan pemulihan.
Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri
mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain.
Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir
tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada orang yang
menjadi korban.
● Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
Restitusi yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru
memaksa proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi kalau saya
tidak melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka konsekuensi yang guru
sarankan, mereka mungkin akan setuju dan akan melakukannya, tapi karena mereka
menghindari ketidaknyamanan atau menghindari kehilangan kebebasan atau
diasingkan dari kelompok. Mereka akan percaya kalau mereka menyakiti orang, maka
mereka juga tersakiti, maka mereka pikir itu impas. Seorang anak yang memukul
temannya akan mengatakan, “Kamu boleh pukul aku balik, biar impas”. Memaksa
melakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan moral, yaitu kebebasan
untuk membuat pilihan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan kondisi
yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi,
dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu manusiawi. Semua orang pasti
pernah berbuat salah”. Pembicaraan ini bersifat tawaran, bukan paksaan, bukan
mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…”
● Restitusi ‘menuntun’ untuk melihat ke dalam diri
Dalam proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan
murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang
mereka inginkan. Untuk membimbing proses pemulihan diri, guru bisa bertanya pada
mereka:
● Kamu ingin menjadi orang seperti apa?
● Kamu akan terlihat, terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudah menjadi
orang yang seperti itu?
● Apa yang kamu percaya tentang bagaimana orang harus memperlakukan orang
lain?
● Bagaimana kamu mau diperlakukan ketika kamu berbuat salah?
40 | Modul 1.4 - Budaya Positif
● Apa nilai yang diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu memegang
nilai ini?
● Kalau tidak, lalu apa yang kamu percaya?
Kita tidak ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti itu. Kalau
guru melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru harus cepat-cepat mengatakan, “Tidak
apa-apa kok berbuat salah”.
Ketika murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka inginkan,
guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya, seberapa sering hal ini terjadi, apa yang ia
lakukan, ia berada di mana. Murid tidak akan berbohong pada guru.
Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
Untuk berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami
dampak dari tindakannya pada orang lain. Kalau murid paham bahwa setiap orang memiliki
kebutuhan dasar untuk dipenuhi, hal ini akan sangat membantu, sehingga ketika murid
melakukan kesalahan, mereka akan menyadari kebutuhan apa yang sedang mereka coba
penuhi, demikian juga kebutuhan orang lain.
Untuk membantu murid mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa meminta mereka
mengenali perasaan mereka. Perasaan sedih dan kesepian menunjukkan adanya kebutuhan
cinta dan kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak beban,
menunjukkan kurangnya kebutuhan akan kebebasan. Perasaan takut akan kelelahan,
kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman. Perasaan bosan
menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan kesenangan.
Restitusi diri adalah cara yang paling baik
Dalam restitusi diri murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk
mengomentari orang lain, menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William Glasser
menyatakan, orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang yang tidak bahagia
akan mengevaluasi orang lain.
3 Tahap Evaluasi Diri:
1. Saya tidak suka cara saya berbicara padamu
2. Kesalahan yang saya lakukan adalah
● Saya sebenarnya punya informasi yang kamu butuhkan
● Saya lelah dan saya bicara terlalu cepat
● Saya tidak jelas menyampaikan apa yang saya inginkan
● Pemahaman saya berbeda dengan pemahamanmu
3. Besok lagi saya akan
● Menyampaikan informasi yang saya punya dan kamu
Modul 1.4 - Budaya Positif | 41
butuhkan
● Saya akan bicara lebih lambat
● Saya akan bicara lebih jelas tentang keinginan saya
● Menyampaikan pemahaman saya padamu
Ketika murid bisa melakukan restitusi diri maka dia akan bisa mengontrol dirinya dengan
lebih baik dengan tujuan yang lebih baik pula.
Ketika Anda berhadapan dengan orang lain, dan melakukan evaluasi diri, maka 9 dari 10 orang
yang diajak bicara juga akan melakukan evaluasi diri juga. Mungkin akan ada 1 dari 10 orang
yang diajak bicara, justru akan menggunakan kesempatan itu untuk menghukum Anda. Kalau
ini terjadi, tanyakan saja, apakah Anda mau menggunakan kesempatan ini untuk menjelek-
jelekkan saya atau Anda mau membuat situasi ini menjadi lebih baik. Anda mau ke arah
mana?
Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan
Dalam proses restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang
seperti apa, yang itu adalah menunjukkan fokus pada penguatan karakter. Ketika guru
membimbing murid untuk penguatan karakter, guru akan mengatakan, “Ibu/Bapak tidak
terlalu mempermasalahkan apa yang kamu lakukan hari ini, tetapi mari kita bicara tentang
apa yang akan kamu lakukan besok. Kamu bisa saja minta maaf, tapi orang akan lebih suka
mendengar apa yang akan kamu lakukan dengan lebih baik lagi.
Restitusi menguatkan
Bisakah momen ketika murid melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik?
Jawabnya, tentu bisa, asalkan ia bisa belajar dari kesalahan itu. Apa maksud dari kalimat kita
bisa lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih kuat disini maksudnya bukan
menekan perasaan kita dalam-dalam. Kuat disini artinya menyadari apa yang bisa murid ubah,
dan murid benar-benar mengubahnya. Guru bisa bertanya, apa yang dapat kamu ubah dari
dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan berubah?
Restitusi fokus pada solusi
Dalam restitusi, guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan, “Kita tidak fokus
pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang benar, siapa yang salah.
Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya
Mari kita lihat praktik pendidikan kita yang seringkali memisahkan anak-anak dari
kelompoknya, misalnya seorang anak TK bersikap tidak kooperatif pada saat kegiatan
mendengar dongeng dari gurunya, anak itu disuruh keluar dari kelompoknya, atau anak itu
diminta duduk di belakang kelas atau di pojok kelas, disuruh keluar kelas ke koridor, ke kantor
guru, seringkali dibiarkan tanpa pengawasan.
42 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Kalau ada anak remaja nakal, orangtua menyuruh pergi dari rumah. Padahal kalau mereka
jauh dari orang tuanya, orang tuanya jadi tidak bisa mengajari mereka dan mereka tidak
belajar nilai-nilai kebajikan. Kalau mereka tidak belajar, bagaimana nasib generasi kita ke
depan? Kalau kita menjauhkan remaja kita, maka mereka akan putus hubungan dengan kita.
Ketika anak berbuat salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita hanya bisa
menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam diri mereka. Kita seharusnya
mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan berusaha mengembalikan
mereka ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat.
Disarikan dari Buku It’s All About WE; Rethinking Discipline using Restitution, Third Edition, Diane Gossen,
2008
Pembelajaran 2.3: Keyakinan Kelas
Tujuan Pembelajaran Khusus:
● CGP dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai
fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam
memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas.
● CGP dapat menjelaskan proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke
keyakinan kelas.
● CGP akan dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai-
nilai yang dituju pada peraturan yang ada di sekolah mereka masing-masing.
Pertanyaan Pemantik:
1. Mengapa Keyakinan Kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?
2. Mengapa adanya Keyakinan Kelas penting untuk terbentuknya sebuah budaya
positif?
3. Bagaimana mewujudkan sebuah Keyakinan Kelas yang efektif?
Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
● Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai
kendaraan roda dua/motor? (Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk
‘keselamatan’).
Modul 1.4 - Budaya Positif | 43
● Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan
setiap saat? (Kemungkinan jawaban Anda adalah ‘untuk kesehatan dan/atau
keselamatan’).
Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’,
yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari
latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seperti yang sudah disampaikan
sebelumnya pada pembelajaran 2.1 tentang Nilai-nilai Kebajikan bahwa menekankan
pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan
lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya
sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun
demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang
peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut,
apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar
mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami
tujuan mulianya.
Pada pembelajaran Disiplin dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, kita telah mempelajari
tentang nilai-nilai kebajikan yang dapat menjadi landasan kita dalam membuat suatu
keyakinan sekolah atau menentukan visi dan misi atau tujuan dari sebuah
institusi/sekolah. Seperti telah dikemukakan di modul 1.2, dalam penentuan visi sebuah
institusi/sekolah kita terlebih dahulu perlu menentukan nilai-nilai kebajikan apa yang
terpenting bagi institusi tersebut agar dapat mencapai tujuan mulia yang dicita-citakan.
Penentuan nilai-nilai kebajikan pada sebuah institusi telah diberikan contoh-contohnya
pada pembelajaran 2.1. Selanjutnya kita akan meninjau kegiatan-kegiatan apa saja yang
bisa dilakukan agar dapat menentukan keyakinan suatu sekolah atau pun keyakinan
kelas.
Tahapan menciptakan Program Kebajikan
1. Lihat daftar kebajikan yang telah disusun bersama (contoh pada pembelajaran
44 | Modul 1.4 - Budaya Positif
2.1).
2. Tentukan nilai-nilai kebajikan yang ingin dijadikan perhatian utama di sekolah
Anda. Curah pendapat dalam kelompok.
3. Sempurnakan beberapa daftar nilai-nilai kebajikan yang utama, bahas kembali
dalam kelompok utama.
4. Buatlah poster atau muat di sosial media keyakinan sekolah/kelas Anda.
Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:
● Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan
konkrit.
● Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
● Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
● Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan
dipahami oleh semua warga kelas.
● Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
● Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan
kelas lewat kegiatan curah pendapat.
● Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.Tugas Mandiri:
Lihatlah tabel di bawah ini dan tuliskan nilai kebajikan yang dituju dari peraturan yang
tercantum di kolom sisi kiri. Masih ingat bahwa nilai-nilai kebajikan universal merupakan
nilai-nilai lintas budaya, bahasa, suku bangsa, maupun agama seperti keadilan, kehormatan,
peduli, integritas, kejujuran, pelayanan, keamanan, kesabaran, tanggung jawab, mandiri,
berprinsip, keselamatan, kesehatan, dan lain-lain. Peraturan-peraturan yang tercantum di
sisi kiri tidak terbatas pada peraturan yang ditemui di kelas atau sekolah, namun peraturan
yang biasa kita temui di masyarakat.
Peraturan Nilai Kebajikan yang Dituju
Kembalikan barang ke tempatnya
Modul 1.4 - Budaya Positif | 45
Dilarang Mengganggu Orang Lain
Hadir di sekolah 15 menit sebelum
pembelajaran dimulai
Dilarang Melakukan Kekerasan
Dilarang Menggunakan Narkoba
Bergantian atau menunggu giliran
Dilarang Merokok
Gunakan masker
Berjalan di kelas dan koridor
Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:
1. Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah
pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.
2. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau
di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah
bisa melihat hasil curah pendapat.
3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’.
Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif.
Contoh
Kalimat negatif : Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.
4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan
mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak yang berupa
peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak warga sekolah/murid-murid untuk
menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut.
Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di
bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau nilai kebajikan
‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar untuk disepakati.
46 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Kegiatan ini juga merupakan pendalaman pemahaman bentuk peraturan ke
keyakinan sekolah/kelas.
5. Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah
beberapa peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah
butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas
tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu
banyak, maka warga kelas akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk
dijalankan.
6. Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas
dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani
keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid.
7. Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang
mudah dilihat semua warga kelas.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 47
Contoh Keyakinan Kelas:
Keyakinan Kelas 1
● Setiap anggota kelas perlu belajar.
● Setiap anggota kelas perlu senang.
● Setiap anggota kelas perlu melakukan tugas.
● Setiap anggota kelas perlu saling menghargai.
● Setiap anggota kelas perlu merasa aman.
Keyakinan Kelas 5
● Selalu bersikap positif.
● Senantiasa menjadi diri terbaik.
● Percaya dan menghormati orang lain serta barang
miliknya.
● Berkomitmen terhadap setiap tugas.
● Senantiasa membantu.
Keyakinan Kelas 7
HORMAT
Kami meyakini bahwa sangat penting untuk menghormati semua
orang dan barang milik orang lain
BEKERJA
Kami meyakini bahwa sangat penting untuk mengerjakan segala
pekerjaan atau mengikuti kegiatan yang telah ditugaskan.
DITERIMA DAN DIMILIKI
Kami meyakini bahwa sangat penting untuk merasa diterima
pada suatu kelompok dan saling peduli satu dengan yang lain.
Agar semua warga kelas dapat memahami setiap pernyataan yang telah tercantum
dalam keyakinan kelas, maka selama seminggu di awal tahun ajaran baru dapat
didedikasikan untuk pendalaman setiap keyakinan dengan berbagai kegiatan.
48 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Kegiatan-kegiatan Pendalaman Keyakinan Kelas:
a. Kegiatan Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti:
Anggota kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok diberikan
kertas. Salah satu anggota kelompok membuat huruf T kapital yang besar (Tabel T). Guru
memberikan salah satu ‘keyakinan kelas’ kepada setiap kelompok. Dua kelompok bisa
mendapatkan keyakinan yang sama bila ada 10 kelompok. Selanjutnya setiap kelompok
diminta untuk bercurah pendapat tentang keyakinan tersebut, tampak seperti apa,
tampak tidak seperti apa. Kemudian hasil curah pendapat setiap kelompok
dipresentasikan pada kelompok besar, dan kertasnya ditempel di sekeliling dinding kelas
untuk dapat dilihat setiap warga kelas agar menguatkan pemahaman.
Contoh
Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti (Tabel T) dari Keyakinan Kelas 7:
HORMAT
Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti
Datang tepat waktu Sering hadir terlambat
Menyapa teman dan guru setiap hari Tak acuh kepada teman dan guru
Mengembalikan barang teman yang
telah dipinjam dan mengucapkan ‘terima
kasih’
Tidak mengembalikan barang yang telah
dipinjam dan meletakkan sembarangan.
……………………………….. dst …………………………….. dst
BEKERJA
Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti
Tekun bekerja dan menyimak guru Tidak mendengarkan guru dan acuh tak
acuh.
Menyerahkan tugas tepat waktu. Tugas tidak diberikan
Modul 1.4 - Budaya Positif | 49
Memberikan hasil terbaik. Asal-asalan mengerjakan tugas.
…………………………… dst ……………………………. dst
RASA DITERIMA DAN DIMILIKI
Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti
Melibatkan semua anggota kelompok. Mengucilkan salah satu teman kita.
Memberikan kata-kata atau komen-
komen membesarkan hati bila teman
kita berhasil.
Marah atau iri atas keberhasilan teman-
teman kita.
Menjenguk atau menanyakan kabar
teman yang kurang sehat atau sedang
mendapat musibah.
Acuh tak acuh terhadap teman yang
sedang kurang sehat atau mendapat
musibah.
…………………………….. dst …………………………….. dst
Bagan Tampak Seperti (Tabel Y) dari Keyakinan Kelas 7.
TERDENGAR
BERPERILAKU
TERLIHAT
Satu orang berbicara
“Yuk, saya bantu”
“Kita bisa selesaikan ini
bersama’
“Terima”, “Tolong ya”
“Permisi”
“Boleh saya pinjam?”
“Nanti akan segera saya
kembalikan”
- Berempati terhadap
perasaan orang lain.
- Memegang barang milik
orang lain hanya dengan
izinnya.
- Mendengarkan dengan
saksama
- Senantiasa berbuat baik
- Berbagi
- Tersenyum ramah
- Memberikan salam hormat
(berjabat tangan, namaste,
meletakkan tangan di
dada, salim)
- Memberikan ruang bekerja
- Postur tubuh yang tenang
50 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Tugas Mandiri:
Tersedia 2 butir Keyakinan Kelas 5 (lihat contoh) yang disediakan dalam bentuk Tabel T.
Tuliskan gagasan-gagasan Anda tentang contoh perwujudan dari 2 keyakinan tersebut,
tampak seperti apa dan tidak tampak seperti apa?
Bersikap Positif
Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti
● AAA
● AAA
● AAA
● dst
● AAA
● AAA
● AAA
● dst
Percaya dan Menghormati Orang Lain dan Barang Miliknya
Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti
● AAA
● AAA
● AAA
● dst
● AAA
● AAA
● AAA
● dst
Selanjutnya isilah bagaimana perwujudan dari Keyakinan Kelas 1 berikut: "setiap
anggota kelas melakukan tugas". Tuliskan apa yang ingin Anda dengar, lihat, dan lakukan
dalam format Tabel Y, seperti di bawah:
Setiap anggota kelas melakukan tugas
Modul 1.4 - Budaya Positif | 51
b. Kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu (Tugas Guru-Tugas Murid):
Salah satu kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk memperdalam keyakinan kelas,
adalah mempelajari tanggung jawab setiap warga kelas. Keyakinan bertanggung jawab
serta hak seseorang adalah sesuatu yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang
menumbuhkan murid yang merdeka:
“...beratlah kemerdekaan itu! bukan hanya tidak terperintah saja, akan tetapi harus
juga dapat menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib. dalam
hal ini termasuklah juga mengatur tertibnya perhubungan dengan kemerdekaan orang
lain (Ki Hadjar Dewantara, buku kuning, hal.4.)
Pada pekan pendalaman Keyakinan Kelas, maka murid-murid dapat diajak berdiskusi
tentang tanggung jawab dan hak masing-masing warga kelas, yaitu apa Tugas Guru dan
Bukan Tugas Guru serta Apa Tugas Murid atau Bukan Tugas Murid. Berikut adalah
langkah yang dapat dilakukan dalam mendiskusikan hal tersebut:
1. Guru akan membuat bagan berisi 4 kotak.
2. Masing-masing kotak diisi judul: Guru-Tugasnya..., Murid-Tugasnya..., Guru-
Tugasnya Bukan.., Murid-Tugasnya Bukan...
3. Guru bercurah pendapat dengan dua cara:
● Mengajak murid berpendapat secara individu, atau
Terdengar
Terlihat
Berperilaku
52 | Modul 1.4 - Budaya Positif
● Membagi murid dalam 4 atau 8 kelompok, dan setiap kelompok diberikan tugas
bercurah pendapat tentang masing-masing tugas/bukan tugas guru maupun
murid.
4. Hasil dari curah pendapat Tugas Saya-Tugas Kamu ditempel di dinding kelas agar
dapat dilihat seluruh warga kelas.
Contoh (hasil curah pendapat guru dan murid-muridnya)
Tugas Saya (Guru)-Tugas Kamu (Murid) (Kelas 4-8)
Guru
Tugasnya...
● mengajar
● mendidik
● menjawab pertanyaan
● memberi nilai
● mengatur kelas
● menegakkan peraturan kelas/sekolah
● menjalankan keyakinan kelas
● peduli terhadap semua murid
● ……………..
Murid
Tugasnya...
● belajar
● mencoba
● menghasilkan yang terbaik dari diri
● bertanya jika tidak paham
● mengikuti peraturan
● menjalankan keyakinan kelas
● mendengarkan
● memeriksa tugas kembali
● ………………..
Guru
Tugasnya bukan…
● menyakiti atau disakiti
● memaksa kamu untuk belajar
● merapikan barang-barang murid
● menyiapkan makanan atau barang-
barang alat tulis
● ………………….
Guru
Tugasnya bukan…
● menyakiti atau disakiti
● mengeluh
● merusak barang pribadi/orang lain
● melakukan tugas guru
● memutuskan untuk teman kamu
● ………………...
Tugas Anda:
Coba Anda lakukan kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu dengan murid-murid di sekolah
Anda, atau bisa juga dilakukan dengan anak-anak Anda di rumah (menjadi: Tugas Orang
Tua-Tugas Anak). Bercurah pendapat tentang tugas masing-masing warga kelas atau
Modul 1.4 - Budaya Positif | 53
rumah untuk membangun lingkungan positif yang aman dan nyaman, yang selanjutnya
menjadi suatu budaya positif.
Pembelajaran 2.4: Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas
Tujuan Pembelajaran Khusus:
● CGP dapat menjelaskan kebutuhan dasar yang menjadi motif dari tindakan
manusia baik murid maupun guru
● CGP dapat menganalisis dampak tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap
pelanggaran peraturan dan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan
● CGP dapat mengidentifikasi peran dan sekolah guru dalam upayanya menciptakan
lingkungan belajar dan pemenuhan kebutuhan anak yang beragam.
Pertanyaan Pemantik:
Ibu Ambar, guru wali kelas kelas 2A di SD Pelita Hati, sedang bingung menghadapi ulah
salah satu murid di kelasnya, Doni. Beberapa anak di kelas 2A telah datang padanya
dan mengeluhkan Doni yang seringkali meminta bekal makan siang mereka dengan
paksa. Jika Anda menghadapi situasi seperti Ibu Ambar, apa yang akan anda lakukan?
Menurut anda, kira-kira apa alasan Doni melakukan hal itu?
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
Merujuk pada situasi yang sedang dihadapi Ibu Ambar di atas, dalam konteks penegakan
disiplin positif, Ibu Ambar sebaiknya mencari tahu alasan Doni melakukan tindakan
tersebut agar mengetahui kebutuhan mana yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni.
Pada modul 1.2, nilai dan peran guru penggerak, telah dibahas mengenai 5 kebutuhan
dasar manusia. Di modul 1.4 ini, kita akan menghubungkan konsep tersebut dengan
disiplin positif yang berdasarkan pada teori kontrol dimana dinyatakan bahwa ada suatu
54 | Modul 1.4 - Budaya Positif
tujuan dibalik sebuah perilaku manusia. Kita juga percaya bahwa murid memiliki ‘tujuan’
dibalik perilaku mereka, salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar
mereka.
Mari kita menonton video tentang konsep 5 Kebutuhan Dasar Manusia menurut Dr.
William Glasser dalam “Choice Theory”.
Setelah Anda menonton video, mari kita perdalam pemahaman Anda terhadap konsep
5 Kebutuhan Manusia dengan membaca artikel di bawah ini.
5 Kebutuhan Dasar Manusia
Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha
terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang
kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan
dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima
(love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power).
Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai
kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal
memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat satu persatu kelima
kebutuhan dasar ini.
Kebutuhan Bertahan Hidup
Modul 1.4 - Budaya Positif | 55
Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk
bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Kebutuhan biologis sebagai
bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup. Komponen
psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman. Dalam kasus Doni
di atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya oleh Ibu Ambar adalah karena ia lapar dan
orangtuanya tidak membawakannya bekal makan siang, maka kebutuhan dasar yang
sedang berusaha dipenuhi oleh Doni, adalah kebutuhan untuk bertahan hidup (survival).
Kasih sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima)
Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan
untuk disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial,
kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa
menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap
terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja,
binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.
Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar kasih sayang dan rasa diterima yang tinggi
biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab dengan orang
tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman sebaya
sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok.
Dalam kasus diatas, apabila Doni menjawab bahwa alasannya mengambil bekal temannya
karena dia merasa senang temannya jadi memperhatikan dia. Ketika temannya melaporkan
tindakannya itu pada gurunya, dan gurunya memberitahu orang tuanya, sehingga orang
tuanya jadi memperhatikan dia, maka kebutuhan dasar yang sedang dipenuhi Doni adalah
kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima.
Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)
Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi
kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan
dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap
berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui,
dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh.
Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan penguasaan yang tinggi biasanya selalu ingin
menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati sebelum mencoba hal baru dan merasa
kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan selalu ingin
mencapai yang terbaik.
Dalam kasus diatas, apabila jawaban Doni adalah dia merasa hebat karena temannya jadi
56 | Modul 1.4 - Budaya Positif
takut dengan dia dan menuruti keinginannya, maka sebetulnya Doni sedang berusaha
memenuhi kebutuhan dasarnya akan kekuasaan.
Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)
Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan
mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan
yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak
terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik.
Bila jawaban Doni dalam kasus diatas adalah bahwa dia merasa bosan dengan bekal makanan
yang dibawakan ibunya dari rumah, karena ibunya selalu membawakan bekal yang sama,
oleh karena itu dia ingin mencoba makanan teman-temannya yang beraneka ragam, maka
Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kebebasan.
Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)
Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan
tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser
menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan tingkat
intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka bermain, mereka
mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda.
Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya ingin menikmati apa
yang dilakukan. Mereka juga bisa berkonsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang disenangi.
Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu dan juga
menggemaskan. Bahkan saat mereka bertingkah laku buruk, mereka masih terlihat lucu.
Dalam kasus diatas, bila Doni menjawab bahwa ia melakukannya karena iseng saja dan ia
menikmati ekspresi wajah teman-temannya yang kesal karena diambil makanannya dan
menurut dia, ekspresi teman-temannya itu lucu. Maka berarti Doni sedang berusaha
memenuhi kebutuhannya akan kesenangan.
Disarikan dari berbagai sumber
Bapak Ibu Calon Guru Penggerak,
Semua orang senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara. Bila
mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang positif, mereka bisa
melanggar peraturan atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebajikan.
Seorang murid yang tidak begitu berhasil secara akademik mungkin kebutuhannya akan
Modul 1.4 - Budaya Positif | 57
penguasaan tidak terpenuhi di sekolah. Oleh karena itu, mungkin dia akan mencoba untuk
memenuhi kebutuhannya akan penguasaan, dengan mencoba mengatur orang lain di lapangan
bermain, atau bahkan menyakiti mereka secara fisik. Sebagai guru, kita dapat melibatkannya
dalam kegiatan yang memberi peluang murid tersebut membuat pencapaian yang berarti.
Seorang yang tidak merasa diterima oleh teman-temannya, kebutuhannya akan kasih sayang
dan rasa diterima tidak terpenuhi, oleh karena itu dia mungkin akan memiliki satu teman dan
memisahkan diri yang lain. Sebagai guru, kita bisa membangun hubungan yang bisa
membangun kepercayaan dan keintiman dengan anak ini.
Konsep 5 kebutuhan dasar manusia tidak hanya berlaku bagi anak-anak atau murid-murid,
namun juga bagi manusia dewasa, dalam setting sekolah adalah para tenaga pendidik dan
kependidikan. Lihatlah para guru di sekolah Anda. Dapatkan Anda memprediksi kira-kira guru
mana yang memiliki kebutuhan dasar yang tinggi akan penguasaan, kebebasan, kesenangan,
atau kasih sayang dan rasa diterima? Kebutuhan dasar mana yang sedang berusaha dipenuhi
oleh guru ketika mereka melakukan sebuah tindakan tertentu? Kalau begitu, apa yang dapat
dilakukan oleh seorang pemimpin sekolah berdasarkan konsep 5 kebutuhan dasar ini dalam
rangka mewujudkan lingkungan dan budaya sekolah yang positif?
Glasser menyatakan bahwa kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat
mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, maka perubahan perilaku
positif dapat dimulai dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara
yang positif.
Tugas Mandiri
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.
Lingkaran Kebutuhan Dasar:
58 | Modul 1.4 - Budaya Positif
1. Coba pikirkan bagaimana selama ini Anda memenuhi kebutuhan dasar Anda.
Isilah setiap bagian lingkaran dengan nama orang, benda atau apapun yang
dapat memenuhi setiap kebutuhan dasar itu, dari kasih sayang dan rasa diterima,
penguasaan, kesenangan, atau kebebasan.
2. Bila Anda mendapat empat gelas yang masing-masing diberi label kasih sayang
dan rasa diterima, penguasaan, kebebasan, dan kesenangan, mana gelas yang
paling penuh dalam diri Anda? Mana yang dianggap paling terpenuhi, setengah
terpenuhi, atau seperempat kosong? Apa yang menghalangi gelas yang paling
sedikit untuk terisi lebih banyak?
3. Sebutkan kebutuhan apa yang sedang berusaha dipenuhi?.
a. Dinda, seorang anak kelas 3 SD, begitu tiba di rumah sepulang dari sekolah, menangis
dan mengadu pada ibunya bahwa dia benci pada Ibu Rani, gurunya. Menurut Anda,
Modul 1.4 - Budaya Positif | 59
kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Dinda, jika jawabannya seperti ini? Bila
Anda berada dalam posisi Ibu Rani, dan mendengar informasi dari Ibunya Dinda
tentang perasaan Dinda hari itu, apa yang akan Anda lakukan pada Dinda besok ketika
Dinda masuk sekolah agar kebutuhan Dinda terpenuhi?
Jawaban Dinda Kebutuhan Tindakan Anda
“Ibu guru bilang, aku tidak boleh
bersenandung sewaktu mengerjakan tugas,
katanya kelas harus tenang, tidak ada suara.
Kan nggak seru jadinya”.
Kesenangan
“Ibu guru tidak menyapaku hari ini, padahal
aku pakai jepit rambut baru”.
Kasih sayang
dan rasa
diterima
“Aku bosen, masa belajarnya cuma gitu-gitu
aja..dengerin Ibu Guru aja”.
Kebebasan
“Aku sebel, gambarku tidak rapi, malah Ibu
guru nunjukin ke teman-temanku di depan
kelas”.
Penguasaan
b. Tahun ini Dimas genap berusia 17 tahun. Ia senang sekali ketika ayahnya mulai
mengajarkan cara menyetir mobil. Setiap akhir pekan ia berlatih menyetir. Ia terlihat
senang sekali berlatih sampai akhirnya ia bisa menyetir mobil dengan baik dan lancar.
Ketika Ibunya bertanya pada Dimas, apa yang membuat dia ingin bisa menyetir mobil,
ketika jawaban Dimas adalah seperti ini, kebutuhan apa yang ingin dia penuhi?
Jawaban Dimas Kebutuhan
“Aku merasa bangga dan
keren”.
Penguasaan*
“Biar bisa jalan-jalan naik mobil
sama teman-temanku.”
Kasih sayang dan rasa diterima*
“Aku senang bisa pergi ke
tempat-tempat yang aku suka.”
Kebebasan*
60 | Modul 1.4 - Budaya Positif
“Menyetir mobil itu seru.” Kesenangan*
c. Ichsan, siswa kelas 10A, SMA Karakter Mulia. Ia anak yang pendiam dan pemalu.
Selama jam istirahat, ia lebih banyak membaca buku di perpustakaan atau berdiam
diri di kelas. Hari itu adalah hari technical meeting lomba debat antar SMA yang juga
diikuti oleh tim debat SMA Karakter Mulia. Tiba-tiba ada kabar bahwa Adit, anak
kelas 10B, yang sudah didaftarkan mengikuti lomba debat mewakili sekolah, sakit
demam berdarah dan dirawat di Rumah Sakit sehingga tidak bisa menghadiri acara
technical meeting lomba debat di hari itu.
Kepala sekolah bertanya pada guru-guru, siapa yang sebaiknya menggantikan Adit.
Guru-guru sepakat merekomendasikan Ichsan karena kinerjanya yang bagus di
pelajaran Bahasa Inggris dan pengetahuannya yang luas. Ichsan akhirnya
menghadiri technical meeting hari itu. Setelah itu ia berlatih debat bersama anggota
tim debat yang lain, Shinta dan Indra, di bawah bimbingan Pak Frans, guru pelatih
debat. Mereka mewakili sekolah, dan tim debat SMA Karakter Mulia menjadi juara
umum. Sejak saat itu Ichsan berubah menjadi anak yang lebih percaya diri, tidak
pemalu dan pendiam lagi.
Semua murid dan guru mengenalnya sebagai Ichsan si juara kompetisi debat. Pada jam
istirahat ia banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia juga semakin
rajin berlatih debat dan mengikuti berbagai lomba debat. Ia menjadi ketua klub debat
di sekolahnya. Ia giat mempromosikan klub debat agar anggotanya bertambah dan ia
juga bersemangat melatih juniornya di klub debat sekolah. Kira-kira kebutuhan dasar
mana yang terpenuhi pada Ichsan sehingga membuatnya berubah? Jelaskan. Apa peran
guru dan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dasar Ichsan?
d. Pak Zulfikar adalah kepala sekolah yang baru ditugaskan di SMP Bina Generasi Muda.
Sejak kedatangannya di sekolah itu, Pak Zulfikar mencoba untuk menyesuaikan diri
Modul 1.4 - Budaya Positif | 61
dengan lingkungan di sekolah tersebut. Sebagian besar guru-guru dapat menerima
kehadiran Pak Zulfikar. Namun, ada beberapa guru yang selalu bereaksi negatif pada
kebijakan-kebijakannya, dan dengan frontal mengemukakannya di rapat guru
mingguan, salah satunya Pak Maliq. Dalam rapat guru mingguan, Pak Maliq seringkali
mempertanyakan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pak Zulfikar tanpa argumen
yang kuat. Rekan-rekannya sesama guru heran dengan perilaku Pak Maliq ini karena
sebelumnya ia dikenal sebagai seorang guru yang selalu mengikuti kebijakan kepala
sekolah bahkan selama ini cenderung diam bila di rapat guru. Pak Hanafi, sahabat Pak
Maliq, mencoba mendekatinya dan menanyakan apa yang menyebabkan ia bertindak
seperti itu.
Ada beberapa kemungkinan jawaban yang diberikan Pak Maliq. Identifikasi kebutuhan
yang ingin dipenuhi oleh Pak Maliq jika responnya seperti di kolom sebelah kiri. Bila
Anda berada dalam posisi Pak Zulfikar, dan mendengar informasi dari Pak Hanafi
tentang alasan Pak Maliq melakukan hal itu, apa yang akan Anda lakukan pada Pak
Zulfikar agar kebutuhannya terpenuhi?
Jawaban Pak Maliq Kebutuhan Tindakan Anda
“Iseng aja sih aku sebenarnya. Aku senang
lihat kepsek baru itu kebingungan kalau
kutanya-tanya di rapat.
(Kesenangan)
“Ya biar dia kenal sama aku dan aku ingin
nantinya bisa deket sama dan dan kerja
bareng sama dia, kayaknya orangnya baik
sih.
(Cinta dan Kasih
sayang)
“Saya sebenarnya gak paham beliau bicara
apa tadi Pak Zulfikar, makanya saya tanya-
tanya saja, daripada saya kelihatan tidak
paham. Masa aku yang udah guru senior
disini tapi kelihatan ga paham. Malu dong”
(Penguasaan)
“Gaya ngomongnya Pak Zulfikar itu
monoton sekali ya. Bosan jadi
(Kebebasan)
62 | Modul 1.4 - Budaya Positif
mendengarnya, saya pikir tidak akan
selesai-selesai, ngomongnya begitu saja,
gak ada cara lain ya untuk menyampaikan
materi dia
Tugas Mandiri
A. Cobalah isi kuesioner ini berdasarkan situasi yang sesuai dengan diri Anda. Setelah itu,
jumlahkan hasil dari masing-masing kategori dalam tabel berikutnya.
1
(Tidak
Benar)
3
(Kadang
Kadang)
5
(Sangat
benar)
1. Saya senang berteman 1 3 5
2. Mudah bagi saya berbicara dengan siapapun 1 3 5
3. Saya suka mengobrol lewat telepon 1 3 5
4. Saya suka bekerja dengan orang lain 1 3 5
5. Saya menghabiskan banyak waktu dengan orang lain 1 3 5
6. Saya ingin orang-orang menyukai saya 1 3 5
7. Saya ingin membuat orang-orang bangga dengan
saya
1 3 5
8. Apa yang teman teman saya pikir tentang saya itu
penting
1 3 5
9. Saya lebih suka bekerja sama daripada bekerja
sendiri
1 3 5
10. Saya senang bertemu orang orang baru 1 3 5
11. Saya tidak suka membuat kesalahan 1 3 5
12. Saya suka melihat orang lain sebelum saya mencoba
hal baru
1 3 5
13. Saya tidak suka perubahan 1 3 5
14. Saya ingin ruang kerja atau meja kerja saya rapi 1 3 5
Modul 1.4 - Budaya Positif | 63
15. Saya ingin terlihat sangat baik dengan apa yang saya
lakukan
1 3 5
16. Penampilan saya sangat penting bagi saya 1 3 5
17. Saya takut mencoba hal hal baru 1 3 5
18. Saya suka menjadi “benar” 1 3 5
19. Saya suka menyelenggarakan aktivitas 1 3 5
20. Jika tidak suka sesuatu berjalan tidak sesuai
keinginan saya
1 3 5
21. Saya suka memiliki pilihan 1 3 5
22. Saya adalah orang yang aktif 1 3 5
23. Duduk di sekolah adalah hal yang sulit untuk saya 1 3 5
24. Saya tidak suka membaca dalam jangka waktu lama 1 3 5
25. Saya senang mencoba hal hal baru 1 3 5
26. Saya akan bermain sendiri jika saya mau 1 3 5
27. Apa yang saya pakai tidak berpengaruh bagi saya 1 3 5
28. Saya tetap akan melakukan suatu hal walau teman
teman saya tidak suka.
1 3 5
29. Saya tidak suka disuruh–suruh 1 3 5
30. Kerapian tidak berpengaruh bagi saya 1 3 5
31. Saya sering tertawa 1 3 5
32. Saya memiliki koleksi 1 3 5
33. Saya senang memberitahu lelucon 1 3 5
34. Saya senang membuat orang lain tertawa 1 3 5
35. Orang berpikir saya “bodoh” 1 3 5
36. Saya suka bermain macam-macam permainan 1 3 5
37. Menurut saya ada banyak hal yang lucu 1 3 5
64 | Modul 1.4 - Budaya Positif
38. Menurut saya sekolah menyenangkan 1 3 5
39. Saya suka bernyanyi/menari saat musik bermain 1 3 5
40. Orang pikir saya lucu 1 3 5
Lihatlah skor jawaban Anda di LMS untuk masing-masing kelompok nomor di bawah ini:
#1-10 #11-20 #21-30 #31-40
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dan berilah minimal 2 tanggapan atas
jawaban rekan Anda
1. Menurut Anda, pertanyaan nomor 1 sampai 10 mencerminkan kebutuhan apa?
Bagaimana dengan pertanyaan nomor 11 sampai 20? 21 sampai 30? dan 31-40?
2. Lihatlah hasil Anda, yang mana yang paling besar angkanya? Kebutuhan mana yang
paling tinggi? Apakah hasilnya sesuai dengan yang Anda rasakan selama ini?
3. Apakah Anda telah bisa memenuhi kebutuhan dasar Anda sesuai dengan tingkatan yang
Anda butuhkan? Apa yang Anda rasakan bila kebutuhan Anda tidak terpenuhi?
Pernahkah Anda berusaha memenuhi kebutuhan dasar Anda dengan cara yang negatif?
C. Mintalah murid-murid Anda mengisi kuesioner di atas dan kelompokkan hasilnya
berdasarkan skor tinggi pada kebutuhan dasar; kasih sayang dan rasa diterima (nomor 1-10),
kekuasaan (11-20) kebebasan (21-30), dan kesenangan 31-40). Dari hasil tersebut, apakah ada
kesadaran-kesadaran baru yang Anda dapatkan tentang murid-murid Anda? Apa yang Anda
akan lakukan setelah ini?
D. Mintalah izin kepada Kepala Sekolah Anda untuk menyampaikan teori 5 Kebutuhan Dasar
Manusia ini pada rekan-rekan guru pada saat rapat guru. Guru-guru juga diminta mengisi
kuesioner ini, setelah itu analisis jawabannya bersama-sama. Kebutuhan mana yang paling
tinggi skornya, mana yang paling rencah. Bagaimana para guru melihat informasi tentang
kebutuhan dasar mereka sendiri dan dihubungkan dengan motivasi mereka dalam melakukan
Modul 1.4 - Budaya Positif | 65
sesuatu. Adakah hal yang menarik yang mereka temukan?
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
Setelah belajar tentang 3 Motivasi Perilaku Manusia di modul 1.2 dan 5 Kebutuhan Dasar Manusia
untuk memahami alasan-alasan yang mendasari tindakan manusia, mari kita belajar tentang Dunia
Berkualitas dengan membaca deskripsi di bawah ini:
Dunia Berkualitas
Dunia Berkualitas Anda adalah tempat khusus dalam pikiran Anda, tempat Anda
menyimpan gambaran representasi dari semua yang Anda inginkan: bisa berisi orang-
orang, hal-hal dan apa saja yang terbaik dalam hidup Anda dan membuat Anda merasa
bahagia dan terpenuhi kebutuhan dasar Anda. Dr. William Glasser menyebutnya seperti
semacam album foto sehingga isinya tidak akan terlalu banyak, hanya akan terdiri dari
beberapa hal saja yang sangat signifikan dan benar-benar terbaik dalam hidup Anda yang
membuat hidup Anda menjadi lebih bermakna. Kebutuhan dasar bersifat lebih umum dan
universal, sedangkan dunia berkualitas lebih unik dan personal.
Orang, tempat, benda, nilai-nilai, dan kepercayaan yang penting bagi Anda akan termasuk
di sana. Untuk masuk ke dunia berkualitas, syaratnya adalah bahwa sesuatu itu harus terasa
sangat baik bagi Anda dan memenuhi setidaknya satu atau lebih kebutuhan dasar Anda.
Dalam menentukan segala sesuatu yang masuk dalam dunia berkualitas, tidak perlu kita
terlalu mempertimbangkan standar masyarakat tentang apa saja yang penting dan yang
tidak. Gambaran dunia berkualitas adalah unik dan spesifik untuk setiap orang. Jika Anda
bisa hidup di dunia berkualitas Anda, hidup akan sempurna buat Anda, tapi sayangnya,
Anda tidak bisa tinggal di sana.
Murid kita juga mempunyai gambaran dunia berkualitas mereka. Tentunya sebagai guru kita
ingin mereka memasukkan hal-hal yang bermakna dan nilai-nilai kebajikan yang hakiki ke
dalam dunia berkualitas mereka. Bila guru dapat membangun interaksi yang memberdayakan
dan memerdekakan murid, maka murid akan meletakkan dirinya sendiri sebagai individu yang
positif dalam dunia berkualitas karena mereka menghargai nilai-nilai kebajikan.
Disarikan dari Berbagai Sumber
Tugas Mandiri
Dalam lingkaran di bawah ini, buatlah gambar atau kata-kata yang menggambarkan hal-hal yang Anda
66 | Modul 1.4 - Budaya Positif
miliki dalam Dunia Berkualitas Anda saat ini.
Dunia Berkualitas Saya
Untuk membantu Anda, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
- Siapakah orang-orang yang paling penting dalam hidup Anda?
- Nilai-nilai kebajikan apa yang terpenting dalam hidup Anda?
- Kalau Anda menjadi orang yang ideal, karakter atau sifat apa yang Anda paling inginkan
ada pada diri Anda?
- Apa pencapaian Anda yang Anda sangat banggakan?
- Apa pekerjaan ideal bagi Anda?
- Ceritakan bagian perjalanan hidup Anda, dimana Anda merasa itulah titik puncak hidup
Anda?
Modul 1.4 - Budaya Positif | 67
- Apa yang paling bermakna dalam hidup Anda?
Setelah belajar mengenai dunia berkualitas, mari kita pikirkan, bagaimana kira-kira murid-murid kita
dan guru-guru di sekolah kita selama ini meletakkan sekolah dan pengalaman mereka di sekolah
sehubungan dengan dunia berkualitas? Apakah di dalamnya atau di luar dunia berkualitas?
Bila anda berada dalam posisi sebagai pemimpin di sekolah Anda, bagaimana Anda akan
menggunakan informasi tentang kegiatan dunia berkualitas yang dilakukan oleh murid-murid dan
guru-guru di sekolah Anda dalam proses pembentukan budaya positif?
Pembelajaran 2.5: Restitusi - Lima Posisi Kontrol
Tujuan Pembelajaran Khusus:
● CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan
dampaknya untuk murid-muridnya.
● CGP dapat menerapkan disiplin restitusi di posisi Manajer, minimal pemantau agar
dapat menghasilkan murid yang bertanggung jawab, mandiri dan merdeka.
● CGP dapat menganalisis secara kritis, reflektif, dan terbuka atas penemuan diri
yang didapatkan dari mempelajari 5 posisi kontrol.
Pertanyaan Pemantik:
Bacalah kasus-kasus di bawah ini, dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang
tersedia:
● Tisa dan Hana dipanggil masuk ke ruangan Ibu Dewi, kepala sekolah SMA Makmur.
Ibu Dewi baru saja mendapatkan pengaduan dari ibunda Tisa, bahwa Hana
menggunakan kata-kata kasar, dan merendah-rendahkan Tisa di sosial media.
● Anto jarang sekali hadir di pembelajaran jarak jauh, dan pada saat hadir pun, Anto
seringkali menggunakan kata-kata kasar di kolom chat mengejek teman-
68 | Modul 1.4 - Budaya Positif
temannya. Hal ini sudah sangat mengganggu dan beberapa orang tua murid yang
mengikuti pembelajaran daring mengeluhkan tentang perilaku Anto di
pembelajaran jarak jauh.
Bila Anda adalah seorang kepala sekolah, penerapan disiplin apakah yang akan Anda
lakukan untuk kasus Hana dan kasus Anto? Mengapa?
Bahas dengan rekan CGP Anda, dan bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau
sama? Bila berbeda, utarakan masing-masing pandangan Anda.
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
Berikut ini akan disampaikan suatu program disiplin positif yang berpusat pada murid,
yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut
dengan 5 Posisi Kontrol.
Lima Posisi Kontrol:
Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998)
mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-
ruang kelas mereka selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat, memerdekakan,
dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan
berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi
kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan
kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah,
Teman, Pemantau dan Manajer. Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini:
Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal.
Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa
sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih
dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:
“Patuhi aturan saya, atau awas!”
“Kamu selalu saja salah!”
Modul 1.4 - Budaya Positif | 69
“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”
Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil,
yaitu cara dia.
Pembuat Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut.
Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain
merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut
akan seperti:
“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”
Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid
merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.
Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya
mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif.
Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi
teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang.
Mereka akan berkata:
“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.
Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka
murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa
dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid
hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan
tergantung pada guru tersebut.
Pemantau: Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung
70 | Modul 1.4 - Budaya Positif
jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada
peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita
dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang
menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
“Sanksi atau konsekuensinya apa?”
Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat
digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker,
slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon,
yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
Manajer:
Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan
murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung
murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer
telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian,
bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan.
Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka,
mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat
menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak
untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan
bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan
murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
“Apakah kamu meyakininya?”
“Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”
Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing
Modul 1.4 - Budaya Positif | 71
murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid
dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih
baik dan kuat.
Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman
atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang
melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru
adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi
yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang
pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.
Di bawah ini adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan Pendidikan Luhur (2007)
di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah. Selanjutnya ada
dialog antara seorang guru dengan murid tersebut, serta bagaimana guru tersebut
menjalankan disiplin dengan menggunakan kelima posisi kontrol untuk kasus yang
sama:
Adi yang terlambat hadir di sekolah.
Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk
menghardik):
“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat
waktu?”
Tanyakan kepada diri Anda:
Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang
terlambat?
Hasil:
Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah
kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih
buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan
menggores kendaraan tersebut dengan paku.
Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat
72 | Modul 1.4 - Budaya Positif
pada anak, lesu):
“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat
lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa
sekali.”
Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini?
Hasil:
Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya.
Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan
orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena
emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid
dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya
walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa
meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid,
mata dan senyum jenaka)
“Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa
terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana.
Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum).
Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?
Hasil:
Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif,
hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada
masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat
lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru
tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain.
Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal):
Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?”
Adi: “Tahu Pak!”
Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti konsekuensi yang
harus dilakukan bila terlambat?”
Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan
tugas ketertinggalan saya.”
Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus tinggal di kelas untuk
menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu”
Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?
Hasil:
Murid memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah
satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan,
menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak
nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan
tugas. Guru tetap harus memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat
Modul 1.4 - Budaya Positif | 73
karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri.
Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid):
Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?”
Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!”
Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah
ini?”
Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.”
Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa
hadir tepat waktu ke sekolah?”
Adi: “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.”
Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri”
Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?
Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu
meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau
bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun
bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid.
Fokus ada pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid
sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru
mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa konsekuensinya apa
peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung
jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan
bimbingan guru.
Selanjutnya, silakan Anda melihat video di LMS tentang kasus murid yang terlambat
dengan kelima posisi kontrol Restitusi - Diane Gossen. Diharapkan setelah Anda melihat
video tersebut Anda memiliki pemahaman yang lebih baik tentang Restitusi - 5 Posisi
Kontrol, seperti tertera di tabel di bawah ini:
5 POSISI KONTROL RESTITUSI
MOTIVASI MOTIVASI EKSTERNAL MOTIVASI INTRINSIK
IDENTITAS GAGAL IDENTITAS SUKSES
74 | Modul 1.4 - Budaya Positif
PERILAKU KONTROL NEGATIF PERILAKU KONTROL POSITIF KONTROL DIRI
PENGHUKUM PEMBUAT
MERASA
BERSALAH
TEMAN PEMANTAU MANAJER
Guru Berbuat: Menghardik
Menunjuk-
nunjuk
Menyakiti
Menyindir
Berceramah,
Menunjukkan
kekecewaan
mendalam
Membuatkan
alasan-alasan
untuk murid-
muridnya.
Menghitung dan
mengukur
Mengajukan
pertanyaan-
pertanyaan
Guru Berkata: “Kalau kamu tidak
melakukannya,
saya akan…”
“Kamu sudah
mengecewakan
Ibu/Bapak”
“Lakukan demi
Bapak/Ibu”
“Ya sudah nanti
Bapak/Ibu bantu
bereskan”
“Apa
peraturannya?”
“Apa
konsekuensinya?”
“Apa yang telah
kamu lakukan?”
“Apa yang terjadi
sekarang?”
“Apa yang kita yakini?
Apa kamu meyakini hal
tersebut?”
“Kalau kamu
meyakininya, maukah
kamu
memperbaikinya?”
“Kalau kami
memperbaikinya, jadi
kira-kira hal tersebut
akan menggambarkan
apa tentang dirimu?”
Hasil: Memberontak
Pendendam
Menyalahkan
orang lain
Menyembunyi-
kan
Menyangkal
Berbohong
Ketergantungan Menyesuaikan bila
diawasi.
Menguatkan
watak/karakter
Murid Berkata: “Saya tidak peduli” “Maafkan saya”. “Saya pikir
Bapak/Ibu teman
saya”
“Saya akan dapat
berapa bintang
kalau melakukan
hal tersebut?”
“Jika sudah
melakukan hal
tersebut, saya
akan mendapatkan
apa?”
“Bagaimana caranya
agar saya bisa
memperbaiki keadaan
ini?”
“Saya akan
memperbaiki masalah
ini dengan…”
Dampak pada
Murid:
Mengulangi
kesalahan
berulang kali.
Perilaku menjadi
agresif
Rendah diri
Merasa gagal
dan tidak
berharga
Tergantung
Tidak mandiri dan
tidak bisa
memutuskan
Menitikberatkan
pada dampak pada
diri sendiri,
mendapatkan
hadiah atau
mendapatkan
hukuman.
Mengevaluasi diri
bagaimana menjadi diri
yang lebih baik.
Kaitan
dengan Dunia
Berkualitas
Murid meletakkan
guru di luar Dunia
Berkualitas.
Murid
meletakkan guru
di dalam Dunia
Berkualitas.
Murid meletakkan
guru sebagai
orang penting
dalam Dunia
Berkualitas.
Murid meletakkan
guru, peraturan di
Dunia Berkualitas.
Murid meletakkan
dirinya sebagai individu
yang positif dalam
Dunia Berkualitas.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 75
Tugas Anda:
Silakan Anda melakukan kegiatan di bawah ini secara mandiri, berdasarkan pemahaman
Anda setelah membaca tentang 5 posisi kontrol.
1. Pada tabel berikut, isilah kolom “Siapa yang Mengatakan” dengan posisi kontrol
mana menurut Anda yang sering mengucapkan pernyataan-pernyataan tersebut.
Pernyataan/Kalimat Siapa yang Mengatakan?
“Saya kecewa sekali dengan kamu…”
“Kamu tidak pernah benar
melakukannya….”
“Ayolah, lakukan demi saya ya….”
“Apakah kamu mau mendapatkan stiker
bintang hari ini?”
“Bagaimana kamu bisa menyelesaikan
masalah ini?”
“Kamu selalu yang paling terakhir…”
“Kamu tidak akan mendapatkan bintang
bila tidak menyelesaikan tugas ini ya?”
“Berapa kali sih saya sudah mengatakan
kepada kamu?”
“Ingat bukan, apa yang telah saya
lakukan untuk kamu?
“Kamu tidak akan pernah berhasil dalam
kehidupan ini”
“Apa rencanamu untuk menyelesaikan
ini?”
2. Saat ini Anda Di mana?
Lihatlah kedua garis posisi kontrol di bawah ini. Garis yang pertama adalah posisi kontrol
Anda di rumah, mungkin sebagai seorang ibu/ayah/kakak/paman/bibi, dan garis kedua
76 | Modul 1.4 - Budaya Positif
adalah posisi kontrol Anda di tempat kerja sebagai guru/kepala sekolah.
Bagaimana posisi kontrol Anda selama ini menjalankan disiplin positif di kedua tempat
tersebut. Isi dan refleksikan posisi Anda selama ini di kedua garis tersebut.
1 2 3 4 5
Penghukum Pembuat Rasa Bersalah Teman Pemantau Manajer
(Di rumah)
1 2 3 4 5
Penghukum Pembuat Rasa Bersalah Teman Pemantau Manajer
(Di tempat kerja/sekolah)
Setelah mengisi di mana posisi kontrol Anda selama di rumah maupun di sekolah,
tanyakan diri, “Apakah saya berbeda menghadapi anak/keponakan dengan menghadapi
murid-murid saya?” Mengapa berbeda?
Setelah pelatihan ini, cobalah mengisi garis posisi kontrol ini, dan bandingkan dengan
posisi Anda setelah mengikuti pelatihan. Adakah perbedaan? Mengapa? Bagaimana
untuk sampai di posisi Manajer, apa yang perlu terjadi?
Pembelajaran 2.6: Restitusi - Segitiga Restitusi
Tujuan Pembelajaran Khusus:
● CGP menjelaskan restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif
pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah.
● CGP dapat menerapkan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar
menjadi murid merdeka.
● CGP dapat menganalisis dengan sikap reflektif dan kritis penerapan disiplin positif
di lingkungannya.
Bapak/Ibu calon guru penggerak,
Modul 1.4 - Budaya Positif | 77
Setelah Anda mengetahui tentang apa itu restitusi, tentunya Anda ingin mengetahui
bagaimana cara melakukannya. Diane Gossen dalam bukunya Restitution;
Restructuring School Discipline, (2001) telah merancang sebuah tahapan untuk
memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan
anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle.
Sebelumnya marilah kita tonton dahulu video sebuah penanganan kasus yang dilakukan
guru dengan menggunakan pendekatan Segitiga Restitusi. Setelah melihat video
tersebut silakan Anda melihat bagan berikut tentang 3 sisi dari Segitiga Restitusi. Proses
tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari Teori Kontrol, yaitu:
Langkah Teori Kontrol
1 Menstabilkan Identitas
Stabilize the Identity
Kita semua akan melakukan hal terbaik
yang bisa kita lakukan
2 Validasi Tindakan yang Salah
Validate the Misbehaviour
Semua perilaku memiliki alasan
3 Menanyakan Keyakinan
Seek the Belief
Kita semua memiliki motivasi internal
Ketiga strategi tersebut direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi. Langkah-
langkah tersebut tidak harus dilakukan satu persatu secara kaku. Banyak guru yang
sudah menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-masing
bahkan tanpa mengetahui tentang teori restitusi.
78 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Gambar 1. Segitiga Restitusi
1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)
Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang
yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang
melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang
sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap
membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita
harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:
● Berbuat salah itu tidak apa-apa.
● Tidak ada manusia yang sempurna
● Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
● Kita bisa menyelesaikan ini.
● Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin
mencari solusi dari permasalahan ini.
● Kamu berhak merasa begitu.
● Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?
Modul 1.4 - Budaya Positif | 79
Kalau kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak
mungkin, buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi
anak-anak saat mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan bahwa bila mereka
mengatakan kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah
situasi yang sulit menjadi kooperatif.
Ketika seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian otak
yang berfungsi untuk berpikir rasional, seperti yang Bapak Ibu CGP telah pelajari di
modul 1.2 tentang konsep otak 3-in-1 (Triune). Saat itulah ketika kita harus menstabilkan
identitas anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa memperburuk keadaan, kita
sebaiknya membantu anak untuk tenang dan kembali ke suasana hati dimana proses
belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan.
Tentu akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus pada
kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras energi. Rasa
bersalah membutuhkan energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk
mencari penyelesaian masalah. Kedua, ketika kita merasa bersalah, kita mengalami
identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan cenderung untuk menyalahkan orang
lain atau mempertahankan diri, daripada mencari solusi. Ketiga, perasaan bersalah
membuat kita terperangkap pada masa lalu dimana kita sudah tidak bisa berbuat apa-
apa lagi. Kita hanya bisa mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini dan masa datang.
Sisi 2: Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehavior)
Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar.
Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan
bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki
80 | Modul 1.4 - Budaya Positif
maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan
mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang
mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang
terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah
memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar
asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan
memvalidasi kebutuhan mereka.
● “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
● “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”
● “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu
yang penting buatmu”.
● “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap
yang baru.”
Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori
kontrol menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan
memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada, namun
sebetulnya tujuannya untuk menunjukkan bahwa guru memahami alasan di balik
tindakan murid.
Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap
yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa
setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran
aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun
seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih sayang
dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah,
dia akan tetap menjadi bagian dari masalah, namun bila kita memahami alasannya
melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.
Para guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang
Modul 1.4 - Budaya Positif | 81
tadinya tidak terjangkau, menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini
menguntungkan bagi murid dan guru karena guru akan berada dalam posisi siswa, dan
karena itu akan memiliki perspektif yang berbeda.
Sisi Ketiga: Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)
Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika
identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi
(langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya,
dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini
menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.
● Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
● Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
● Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
● Kamu mau jadi orang yang seperti apa?
Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka
inginkan?
Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya?
Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya
menjadi orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika
mereka menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas
tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap
fokus pada gambaran tersebut.
Tugas Mandiri
Bacalah skrip di bawah ini dan jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawahnya:
Mario dan Adi merupakan murid kelas 8 di SMP Tunas. Pada jam istirahat makan siang,
saat semua anak lain bermain di luar kelas, mereka diajak bicara oleh guru wali kelas
mereka, Bapak Joko, di ruang kelas.
82 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Pak Joko: Mario, Adi, Bapak tadi dengar laporan dari guru piket di kantin,
sepertinya kalian dalam masalah ya. Ada yang bisa Bapak bantu? Apa
yang terjadi?
Mario dan
Adi:
Iya Pak. Tadi pada jam istirahat pagi, kami main lempar-lemparan
makanan di kantin, tapi tidak sengaja malah kelempar kena wajah
Ibu Dina, kepala sekolah, ketika beliau sedang berjalan.
Pak Joko: Kalian main lempar-lemparan makanan di kantin kena wajah Ibu
Dina ketika beliau sedang lewat?
Mario dan
Adi:
Iya Pak (Dengan wajah sedih dan muka menunduk)
Pak Joko: Adi, ada informasi yang kamu mau tambahkan?
Adi: Kami tidak bermaksud melakukannya, tapi ...
Pak Joko: Tapi..
Adi: Tapi kami tidak sengaja
Pak Joko: Apakah kalian tahu kalau kalian berada dalam masalah sekarang?
Mario dan
Adi:
Iya
Pak Joko: Baiklah. Bapak disini bukan untuk mencari siapa yang salah, Bapak
disini untuk mencari penyelesaian sama-sama, berpikir sama-sama
tentang apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki situasi ini.
Kalian pasti melakukan itu ada alasannya ya. Pasti seru ya main
lempar-lemparan makanan begitu
Mario dan
Adi:
Iya Pak..
Pak Joko: Ya Bapak bisa melihat kalian merasa senang melakukannya, tetapi
yang kalian lakukan merugikan orang lain, sehingga sekarang kalian
dalam masalah.
Mario dan
Adi:
Iya pak
Pak Joko: Sekarang mari kita bicara tentang keyakinan kelas dan keyakinan
sekolah kita. Apa yang kita percaya? Yang mana yang kalian belum
tunjukkan?
Modul 1.4 - Budaya Positif | 83
Mario: Kita harus bersikap baik satu sama lain
Ad:i Menghormati orang lain dan menghormati dirimu sendiri.
Pak Joko: Kalian berdua ingat dengan baik keyakinan kelas kita
Kita kembali pada ketika kalian main lempar-lemparan makanan dan
mengenai Ibu Dina, apakah ketika kalian melakukan itu kalian
menghormati orang lain dan lingkungan?
Mario dan
Adi:
Tidak
Pak Joko: Tapi kalian mendapatkan rasa senang. Menurut Bapak, ada cara
untuk mendapatkan rasa senang, tanpa merugikan orang lain.
Bagaimana menurut kalian?
Mario dan
Adi:
Iya Pak
Pak Joko Nah sekarang mari kita selalu mengindahkan keyakinan kelas kita.
besok kita ke kantin, dan kalian bisa berperilaku lebih baik lagi.
Setelah tiga tahap itu dilakukan, guru dapat menanyakan pada anak-anak, apa yang ingin
mereka lakukan untuk memperbaiki situasi saat itu. Disinilah restitusi dapat dilakukan.
Tugas Anda
1. Dari 5 posisi kontrol, posisi mana yang dipraktikkan oleh guru? Jelaskan.
2. Kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Mario dan Adi?
3. Apa yang dikatakan guru dalam tahap Menstabilkan Identitas, Validasi Tindakan
yang Salah, dan Menanyakan Keyakinan?
4. Kira-kira sesuai prinsip restitusi, apa yang akan dilakukan Mario dan Adi untuk
memperbaiki kesalahan mereka pada Ibu Dina?
Peran Fasilitator:
1. memastikan CGP melakukan eksplorasi mandiri mengenai konsep-konsep inti dalam
modul Budaya Positif
2. memastikan CGP menjawab pertanyaan-pertanyaan pada setiap konsep inti
3. memastikan CGP aktif dalam forum diskusi secara tertulis
84 | Modul 1.4 - Budaya Positif
4. memberikan umpan balik terhadap respon CGP di forum diskusi tertulis
Standar Nasional Pendidikan
Dalam penerapan program disiplin positif, hendaknya guru memiliki standar kepribadian,
profesional, dan sosial yang baik, dimana guru mampu berefleksi pada posisi kontrolnya
saat ini; bagaimana perjalanan dirinya sebagai seorang ‘Among’ (posisi manajer) yang
menuntun murid-murid menjadi insan yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 85
Pembelajaran 3 - Ruang Kolaborasi
Durasi: 6 JP
Jenis Kegiatan: Kegiatan forum diskusi dengan CGP lain
Tujuan Pembelajaran Khusus:
1. CGP dapat menganalisis kasus-kasus yang disediakan berdasarkan konsep-konsep inti
dalam modul Budaya Positif bersama CGP lain dalam Komunitas Praktisi
2. CGP dapat mempresentasikan hasil analisis studi kasus berdasarkan konsep-konsep
inti dalam modul Budaya Positif
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Pada tahap ruang kolaborasi ini, Anda akan berkolaborasi dengan CGP lain untuk membuat
komunitas praktisi. Ruang kolaborasi ini akan terbagi menjadi dua bagian yaitu kerja
kelompok (3JP) dan forum diskusi sinkronus bersama fasilitator(3JP).
1. Kerja Kelompok (2 JP)
Pada sesi ini, CGP akan melakukan kerja kelompok dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Dalam kelompok masing-masing, pelajari kasus-kasus yang disediakan.
b. Lakukan analisis mendalam terhadap kasus-kasus yang disediakan dan jawablah
pertanyaan-pertanyaan di tiap kasus yang disajikan.
Kasus 1: Guru Matematika dan wali kelas 8, Ibu Santi sakit, sehingga tidak dapat masuk
dan mengajar. Akhirnya dicarikan guru pengganti, Ibu Eni. Ibu Eni baru 2 tahun menjadi
guru SMP. Beberapa murid perempuan, Fifi dan Natali, mengetahui hal ini dan mulai
menggunakan kesempatan dan bersikap seenaknya, tertawa dan tidak mengindahkan
kehadiran Ibu Eni. Ibu Eni mencoba menyapa Fifi dan Natali dengan ramah, sambil
mengingatkan mereka untuk tetap fokus pada pengerjaan tugas, “Ayolah tugasnya
dikerjakan, nanti Ibu ditegur Bapak Kepala Sekolah kalau kalian tidak kerjakan tugas.
Tolong bantu Ibu ya?” Namun Fifi dan Natali malah jadi tertawa, “Ah Ibu, santai saja bu”.
Mereka tetap tidak mengerjakan tugas dan malah mengobrol.
Keesokan harinya, Ibu Santi memanggil Fifi dan Natali serta menanyakan tentang laporan
86 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Ibu Eni. Ibu Santi menanyakan apakah mereka bersedia melakukan memperbaiki
permasalahan yang ada? Fifi dan Natali sempat ragu-ragu dan membela diri, namun pada
akhirnya mengatakan akan meminta maaf. Ibu Santi menanggapi bahwa tindakan itu
boleh saja dilakukan bila mereka sungguh-sungguh ingin meminta maaf, namun Ibu Santi
menanyakan kembali, apa yang mereka bisa lakukan untuk menggantikan rasa tidak
dihormati Ibu Santi? Baik Fifi maupun Natali mengakui bahwa perilaku mereka tidak sesuai
dengan Keyakinan Kelas. Ibu Santi melanjutkan kembali apa yang akan mereka lakukan
untuk memperbaiki masalah, apakah ada gagasan?
Setelah berpikir sejenak, Natali dan Fifi mengusulkan bagaimana kalau mereka
mengadakan sebuah diskusi kelompok dengan teman-teman sekelasnya. Tema yang
mereka pilih adalah penerapan keyakinan kelas, terutama tentang sikap saling
menghormati dan bagaimana penerapannya di kehidupan sehari-hari di sekolah. Usulan
kedua adalah mengirim email kepada Ibu Eni tentang gagasan mereka tersebut. Mereka
pun memberitahu Ibu Eni bahwa mereka telah memberitahu Kepala Sekolah, Pak Hasan,
bila lain waktu ada ketiadaan guru, maka mereka akan mengusulkan Ibu Eni sebagai guru
pengganti.
● Dalam kasus di atas, langkah-langkah restitusi apa saja yang sudah dijalankan
oleh Ibu Santi?
● Menurut Anda, apakah restitusi yang diusulkan Fifi dan Natali sudah sesuai
dengan pelanggaran yang telah dibuat? Apakah langkah-langkah restitusi yang
telah diusulkan mereka?
● Dalam kasus di atas, posisi apakah yang telah diambil oleh Ibu Eni dalam
menangani Fifi dan Natali? Jelaskan jawaban Anda.
● Jika Anda adalah Pak Hasan, bagaimana Anda menyikapi langkah yang ditempuh
Ibu Santi?
Kasus 2: Sabrina hari itu bangun terlambat, dan terburu-buru sampai di sekolah. Dia pun
akhirnya sampai di gerbang sekolah, tapi baru menyadari kalau tidak menggunakan
sepatu hitam seperti tertera di peraturan sekolah. Di depan pintu kelas, Bapak Lukman
memperhatikan sepatu Sabrina yang berwarna coklat. Sabrina berusaha menjelaskan
bahwa dia terburu-buru dan salah mengenakan sepatu.
Pak Lukman menanyakan Sabrina, apa peraturan sekolah tentang seragam warna
sepatu. Sabrina menjawab sudah mengetahui sepatu harus berwarna hitam, namun
terburu-buru dan salah mengenakan sepatu, selain tidak mungkin kembali pulang
Modul 1.4 - Budaya Positif | 87
karena rumahnya jauh sekali. Pak Lukman tetap bersikeras pada peraturan yang berlaku
dan mengatakan, “Ya sudah, kamu sudah melanggar peraturan sekolah. Kamu salah.
Sudah terlambat, salah pula warna sepatunya. Segera buka sepatumu kalau tidak bisa
mengenakan warna sepatu sesuai peraturan”.
Sabrina meminta maaf dan memohon kembali kepada pak Lukman agar tetap dapat
mengenakan sepatunya dan berjanji tidak akan mengulang kesalahannya. Namun pak
Lukman tidak mau tahu, “Tidak, kamu telah melanggar peraturan sekolah, kalau tidak
sanggup ambil sepatu di rumah atau diantarkan sepatu ke sekolah, ya sudah kamu tidak
bersepatu saja seharian di sekolah. Sekarang copot sepatumu dan silakan belajar tanpa
sepatu seharian.” Sabrina pun dengan berat hati mencopot sepatunya dan
memberikannya kepada pak Lukman. Seharian dia tidak berani berkeliling sekolah
karena malu, dan lebih banyak berdiam diri di kelas tanpa alas sepatu.
● Dalam kasus di atas, sikap posisi apakah yang diambil oleh Bapak Lukman?
Jelaskan, apakah indikatornya?
● Bila Bapak Lukman mengambil posisi seorang Manajer, apa yang akan
dikatakannya, pertanyaan-pertanyaan seperti apakah yang akan diajukan ke
Sabrina? Jelaskan.
● Kira-kira bila Anda adalah Kepala Sekolah di sekolah tersebut,
- Nilai kebajikan apa yang ingin dituju oleh peraturan harus berwarna hitam?
- Bagaimana Anda menyikapi langkah yang diambil Pak Lukman mengenai
kasus tersebut?
Kasus 3: Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di papan tulis, namun
beliau memperhatikan bahwa Fajar malah tidur-tiduran dan tampak acuh tak acuh
pada pelajarannya. “Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3. Maju ke depan dan
kerjakan di papan tulis”. Fajar pun tampak malas-malasan maju ke depan, dan
sesampai di depan papan tulis pun, Fajar hanya diam terpaku, sambil memegang buku
bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di tangannya. “Ayo Fajar makanya jangan
tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah sana, duduk kembali, kira-kira siapa yang
bisa?”
Fajar pun kembali duduk di bangkunya. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi pada
Fajar, seperti tidak memperhatikan, acuh tak acuh, dan nilai-nilainya pun tidak terlalu
baik untuk pelajaran Bahasa Inggris. Pada saat ditegur oleh Ibu Dani, Fajar hanya
menjawab, “Tidak tahu Bu”. Ibu Dani pun menjawab lirih, “Gimana kamu Fajar, kamu
tidak kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Tidak kasihan
88 | Modul 1.4 - Budaya Positif
sama Ibu?” dan Fajar pun diam membisu.
● Posisi kontrol apa yang diambil oleh Ibu Dani dalam pendekatannya kepada Fajar?
● Membaca sikap Fajar, kira-kira kebutuhan apa yang diperlukan oleh Fajar?
● Bilamana Ibu Dani mengambil posisi Pemantau, apa yang akan dilakukan atau
dikatakan olehnya? Pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang akan diajukan?
Jelaskan.
● Apabila Anda adalah kepala sekolah di sekolah Fajar dan mengetahui hal ini,
bagaimana tindak lanjut Anda?
Kasus 4: Anto dan Dino sedang bermain bersama di lapangan basket, dan tiba-tiba
terlibat dalam sebuah pertengkaran adu mulut. Dino pun menjadi emosi dan
mengadakan kontak fisik, menarik kemeja Anto dengan kasar, sampai 3 kancingnya
terlepas. Pada saat itu guru piket langsung melerai mereka, dan membawa mereka ke
ruang kepala sekolah. Ibu Suti sebagai kepala sekolah berupaya menenangkan
keduanya, terutama Dino. “Dino sepertinya kamu saat ini sedang marah sekali.”
Mendengar itu, Dino pun mengalir bercerita tentang kekesalan hatinya. Ibu Suti pun
melanjutkan bahwa membuat kesalahan adalah hal yang manusiawi, dan bahwa
mempertahankan diri adalah hal yang penting. Namun meminta Dino memikirkan cara
lain yang mungkin lebih efektif, karena saat ini Dino berada di ruang kepala sekolah.
Ibu Suti melanjutkan bertanya tentang keyakinan sekolah yang disepakati, serta
apakah Dino bersedia memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anto?
Dino pun akhirnya perlahan mengangguk. Kemudian Ibu Suti balik bertanya kepada
Anto, hal apa yang bisa dilakukan Dino untuk memperbaiki masalah. Anto menjawab,
“Saya perlu kancing saya diperbaiki bu. Ibu saya akan sangat marah kalau melihat
kancing baju saya sampai copot 3 kancing begini.” Ibu Suti pun kembali bertanya ke
Dino apakah yang akan dia lakukan untuk menggantikan 3 kancing Anto yang terlepas?
Dino berpikir sejenak, namun menjawab, “Wah tidak tahu bu, saya lem kembali
mungkin ya bu?” Ibu Suti berpikir sebentar dan menanggapi, “Kalau di lem akan mudah
terlepas kembali Dino. Bagaimana kalau kamu menjahitkan saja, bersediakah kamu?”
Dino tampak ragu-ragu dan menanggapi, “Menjahit? Mana saya tau bagaimana
menjahit bu.” Ibu Suti meneruskan, “Apakah kamu bersedia belajar menjahit?” Dino
berpikir sejenak, memandang kemeja Anto, dan menanggapi, “Yang mengajari saya
siapa bu?” Dengan cepat Ibu Suti menjawab, “Pak Irfan, guru Tata Busana”. Dino
kembali diam sejenak, memandang kemeja Anto yang tanpa kancing.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 89
Akhirnya Dino mengangguk tanda menyetujui dan sepanjang siang itu Dino belajar
menjahit dan memperbaiki kemeja Anto. Terakhir kali terlihat kedua anak laki-laki
tersebut, Dino dan Anto pada jam pulang sekolah, mereka sudah bercengkrama dan
bersenda gurau kembali.
● Posisi kontrol apa yang telah dipraktikkan oleh Kepala Sekolah Ibu Suti? Hal-hal
apa saja yang dilakukannya sehingga Anda berkesimpulan demikian?
● Dalam kasus tersebut, bagaimana Dino dikuatkan, bagaimana Anto dikuatkan
oleh Ibu Suti?
● Kira-kira nilai-nilai kebajikan (keyakinan sekolah) apa yang dituju dalam kasus
tersebut? Jelaskan.
2. Forum Diskusi
Pada sesi dua di ruang kolaborasi ini, CGP akan berdiskusi secara virtual bersama
fasilitator dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap kelompok akan menyajikan hasil analisis studi kasus yang telah didiskusikan
dalam kerja kelompok sebelumnya.
b. Setiap kelompok penyaji akan mendapatkan satu kelompok hadirin yang bertugas
memberikan tanggapan atau masukan konstruktif atas presentasi kelompok
penyaji. Tentunya setelahnya kelompok lain dipersilakan memberikan tanggapan
mereka juga.
c. Perhatikan rubrik penilaian forum diskusi pada Rubrik Penilaian Ruang Kolaborasi.
Rubrik Penilaian Ruang Kolaborasi
90 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Indikator/
Tingkatan
Kolaborasi yang
Hebat!
(4)
Sasaran Tercapai
(3)
Sudah
Berkembang
dengan Baik
(2)
Perlu
Pembahasan
Lanjut
(1)
Kualitas hasil
analisis studi
kasus (Bobot:
50%)
Analisis studi kasus
tajam dan
didasarkan pada
teori disiplin
positif, posisi
kontrol guru, dan
segitiga restitusi.
Ada unsur refleksi
dari hasil analisis
yang menarik
dan/atau
mengandung unsur
tak terduga.
Analisis studi
kasus cukup tajam
dan terperinci
berdasarkan teori
disiplin positif,
posisi kontrol
guru, dan segitiga
restitusi. Namun,
tidak terlihat
unsur refleksi dari
para anggota
kelompok.
Analisis kasus
sudah
berdasarkan
teori disiplin
positif, posisi
kontrol guru,
dan segitiga
restitusi.
Namun,
analisis kurang
jelas dan
tajam. .
Analisis studi
kasus tidak
tepat, tidak
berdasarkan
teori disiplin
positif, posisi
kontrol guru,
dan segitiga
restitusi.
Efektivitas
penyampaian/
penyajian studi
kasus
(Bobot: 25%)
Penyampaian
kelompok sangat
baik. Penggunaan
bahasa sangat
komunikatif,
pemilihan kata dan
proyeksi vokal
setiap anggota
tampak harmonis
dan kompak.
Setiap anggota
kelompok tampak
berkontribusi dan
bertanggung
jawab, terlihat dari
presentasi materi
yang menjadi
bagiannya.
Penyajian secara
keseluruhan sangat
menarik untuk
diikuti dan
Penyampaian
kelompok sudah
baik.
Menggunakan
bahasa yang
komunikatif,
pemilihan kata-
kata telah tepat
dan tampak ada
kerja sama dalam
menyajikan materi
presentasi.
Penyajian secara
keseluruhan
mudah untuk
diikuti.
Penyampaian
kelompok
sudah bisa
dilakukan,
namun
tampak belum
utuh atau
kurang
persiapan.
Belum tampak
kekompakan
anggota
kelompok dan
proyeksi vokal
setiap anggota
kelompok
belum merata,
ada yang
dominan
dan/atau
kurang aktif.
Penyampaian
kelompok
masih sangat
kurang.
Sepertinya
kurang
persiapan dan
tidak terlihat
bentuk kerja
sama antara
anggota
kelompok.
Hanya 1-2
orang yang
dominan
berbicara, dan
yang lain
tampak tidak
menguasai
materi atau
kurang aktif.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 91
penyampaiannya
pun mudah
dicerna.
Masukan
dan/atau
Tanggapan
(Bobot 15%)
Kelompok sangat
aktif dan apresiatif
dalam memberikan
tanggapan
dan/masukan
konstruktif kepada
kelompok penyaji.
Seluruh anggota
kelompok tampak
menyimak dan
memberikan
perhatian penuh
pada saat
kelompok penyaji
memberikan
presentasi.
Kelompok aktif
memberikan
tanggapan
konstruktif kepada
kelompok penyaji.
Sebagian besar
anggota kelompok
memberikan
perhatian kepada
kelompok penyaji.
Kelompok
beberapa kali
memberikan
tanggapan
kepada
kelompok
penyaji.
Sebagian dari
anggota
kelompok
tampak
memberikan
perhatian
kepada
kelompok
penyaji.
Kelompok
tampak
sedikit sekali
atau tidak
sama sekali
memberikan
masukan
konstruktif
pada
kelompok
penyaji.
Kelompok
tampak tidak
tertarik sama
sekali pada
kelompok
penyaji.
Pengaturan
Waktu
(Bobot: 10%)
Sangat baik dalam
pengaturan waktu.
Penyampaian
materi padat
dengan waktu yang
sangat efektif.
Waktu yang
diberikan antara 3-
5 menit
dipergunakan
dengan sangat
baik.
Baik dalam
pengaturan
waktu. Waktu
penyajian 3-5
menit
dipergunakan
dengan baik.
Keterampilan
pengaturan
waktu masih
belum efektif.
Waktu 3-5
belum
terpenuhi;
batasan waktu
melebihi dari
waktu yang
disepakati.
Keterampilan
pengaturan
waktu masih
sangat
kurang.
Waktu yang
diberikan
tampak tidak
dipergunakan
dengan
efektif.
92 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Tugas Fasilitator:
1. membagi kelompok CGP untuk tugas Ruang Kolaborasi
2. memastikan CGP mendiskusikan beberapa studi kasus yang diberikan
3. memimpin jalannya sesi pertemuan tatap maya ruang kolaborasi dengan CGP
4. memberikan umpan balik terhadap presentasi CGP saat sesi pertemuan tatap
maya
5. menilai tugas Ruang Kolaborasi berdasarkan rubrik penilaian yang disediakan
Modul 1.4 - Budaya Positif | 93
Pembelajaran 5 -Demonstrasi Kontekstual
Durasi: 4 JP
Jenis Kegiatan: Penugasan mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat mempraktikan pemahaman mereka tentang penerapan segitiga restitusi
dengan murid di sekolahnya.
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Setelah mempelajari konsep-konsep inti dalam modul ini dan melakukan refleksi
terbimbing, sekarang saatnya Anda mendemonstrasikan pemahaman Anda secara
kontekstual atau di ranah sekolah Anda. Pada tahap demonstrasi kontekstual ini, Anda
akan melaksanakan praktik segitiga restitusi terhadap satu murid di sekolah Anda
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Buatlah skenario lengkap untuk melaksanakan praktik segitiga restitusi terhadap
dua (2) kasus mengenai murid yang melanggar peraturan di sekolah Anda.
2. Ajaklah satu murid Anda untuk melakukan praktik segitiga restitusi tersebut.
3. Lakukan praktik segitiga restitusi. Minta tanggapan murid Anda mengenai
perasaan mereka ketika Anda melakukan praktik segitiga restitusi itu.
4. Rekamlah praktik segitiga restitusi sesuai dengan skenario yang telah dibuat
beserta tanggapan dari murid Anda dalam bentuk video.
5. Unggah video praktik segitiga restitusi ke kanal YouTube Anda dan sematkan
tautannya pada LMS.
6. Perhatikan rubrik penilaian untuk demonstrasi kontekstual yang telah
disediakan.
Rubrik Penilaian Demonstrasi Kontekstual
94 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Indikator Sangat bagus
(skor 4)
baik
(skor 3)
mulai
berkembang
(skor 2)
perlu pembahasan
lebih lanjut
(skor 1)
Isi skenario Skenario
percakapan
untuk segitiga
restitusi
lengkap.
Pemilihan
kalimat sudah
tepat yaitu
sesuai dengan
konsep, runtut
dan mudah
dipahami.
Skenario
percakapan
untuk segitiga
restitusi
lengkap.
Pemilihan
kalimat sudah
tepat, yaitu
sesuai dengan
konsep, tetapi
kurang runtut
Skenario
percakapan
untuk segitiga
restitusi
lengkap, tetapi
pemilihan
kalimat belum
sesuai dengan
konsep.
Skenario
percakapan untuk
segitiga restitusi
tidak lengkap dan
tidak sesuai
dengan konsep.
Penampilan Melakukan
praktik segitiga
restitusi secara
lengkap, sesuai
dengan
skenario. Nada
suara, ekspresi
wajah, dan
gestur sangat
sesuai dengan
segitiga
restitusi
Melakukan
praktik segitiga
restitusi secara
lengkap, sesuai
dengan
skenario.
Namun, nada
suara, ekspresi
wajah, dan
gestur kurang
mendukung
untuk praktik
segitiga
restitusi
Melakukan
praktik
sebagian besar
segitiga
restitusi
dengan nada
suara, ekspresi
muka, dan
gestur yang
kurang
mendukung
Melakukan praktik
segitiga restitusi
dengan kalimat
yang tidak tepat
dengan nada
suara, ekspresi
muka, dan gestur
yang tidak
mendukung.
Peran Fasilitator
1. Memastikan CGP mengerjakan tugas demonstrasi kontekstual mengenai video
praktik segitiga restitusi.
2. Menilai dan memberikan umpan balik terhadap tugas yang dikerjakan CGP
menggunakan rubrik yang disediakan.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 95
Pembelajaran 6 - Elaborasi Pemahaman
Durasi : 2 JP
Jenis Kegiatan: Diskusi bersama Instruktur
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah berdiskusi bersama instruktur, CGP mendemonstrasikan pemahamannya secara
lebih mendalam mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif.
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Setelah mempelajari konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif dan melaksanakan
berbagai aktivitas untuk mendemonstrasikan pemahaman Anda, sekarang saatnya
Anda berdiskusi dengan instruktur untuk mengelaborasi pemahaman Anda. Sebagai
persiapan sesi elaborasi pemahaman, kirimkan pertanyaan-pertanyaan yang Anda rasa
masih perlu didiskusikan dalam sesi elaborasi pemahaman bersama instruktur.
Peran Instruktur:
1. Memimpin jalannya diskusi
2. Memastikan semua CGP memahami aturan dalam forum diskusi
3. Memastikan semua CGP memiliki kesempatan dalam memberikan pendapatnya
4. Membuat kesimpulan dari hasil diskusi dan mengomunikasikan hasil diskusi di
akhir sesi.
96 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Pembelajaran 7 - Koneksi Antarmateri
Durasi: 2 JP
Jenis Kegiatan:
● Forum Diskusi Tertulis
● Penugasan Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus:
1. CGP memahami keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada modul
1.1, 1.2 dan 1.3.
2. CGP dapat menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan
realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah.
Pada tahap ini Anda diajak untuk meninjau ulang keseluruhan materi pembelajaran di
paket Modul 1 dan membuat sebuah koneksi antar materi yang sudah Anda pelajari.
Anda akan membuat sebuah kesimpulan dan refleksi yang disajikan dalam bentuk media
informasi. Format media dapat disesuaikan dengan minat dan kreativitas Anda. Contoh
media yang dapat dibuat: artikel, ilustrasi, grafik, video, rekaman audio, screencast
presentasi, artikel dalam blog, dan lainnya.
Bacalah panduan berikut untuk membantu Anda membuat kaitan tersebut.
a. Buatlah sebuah kesimpulan mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya
positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif,
motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi,
keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi
sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan
Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak.
b. Buatlah sebuah refleksi dari pemahaman Anda atas keseluruhan materi Modul
Budaya Positif ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Modul 1.4 - Budaya Positif | 97
1. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda
pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman
dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan
kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar
dugaan?
2. Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya
positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
3. Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-
konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah
Anda?
4. Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?
5. Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut,
hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
6. Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan
5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana
perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda
pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?
7. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga
restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana
yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
8. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain
yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya
positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
Refleksi Anda akan dinilai dengan menggunakan rubrik berikut ini:
Aspek Indikator
Melebihi
Ekspektas
i
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang
5 4 3 2 1
98 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Pemikiran
reflektif
terkait
pengalama
n belajar
Dalam refleksinya, CGP menuliskan
poin-poin berikut:
1. pengalaman/materi pembelajaran
yang baru saja diperoleh
2. emosi-emosi yang dirasakan terkait
pengalaman belajar
3. apa yang sudah baik berkaitan
dengan keterlibatan dirinya dalam
proses belajar
4. apa yang perlu diperbaiki terkait
dengan keterlibatan dirinya dalam
proses belajar
5. implikasi terhadap kompetensi dan
kematangan diri pribadi
CGP
mencantu
mkan
pengalam
an atau
materi
pembelaj
aran yang
diperoleh
nya dan 4
indikator
lainnya.
CGP
mencantu
mkan
pengalama
n atau
materi
pembelaja
ran yang
diperolehn
ya dan 3
indikator
lainnya.
CGP
mencantu
mkan
pengalama
n atau
materi
pembelajar
an yang
diperolehny
a dan 2
indikator
lainnya.
CGP
mencant
umkan
pengala
man atau
materi
pembelaj
aran
yang
diperole
hnya dan
1
indikator
lainnya.
CGP
hanya
mencantu
mkan
pengalam
an atau
materi
pembelaj
aran yang
diperoleh
nya.
Analisis
untuk
implement
asi dalam
konteks
CGP
Dalam refleksinya, CGP menyampaikan
analisis terkait topik dengan indikator
sebagai berikut:
1. memunculkan pertanyaan kritis
yang berhubungan dengan konsep
materi dan menggalinya lebih jauh
2. mengolah materi yang dipelajari
dengan pemikiran pribadi sehingga
tergali wawasan (insight) baru
3. menganalisis tantangan yang sesuai
dengan konteks asal CGP (baik tingkat
sekolah maupun daerah)
4. memunculkan alternatif solusi
terhadap tantangan yang diidentifikasi
5. menggambarkan rencana
implementasi (praktik) sesuai konteks
tempat CGP mengajar (baik tingkat
sekolah maupun daerah)
Refleksi
CGP
menunjuk
kan hasil
analisisny
a
terhadap
seluruh
indikator
yang
disebut.
Refleksi
CGP
menunjukk
an hasil
analisisnya
terhadap
empat
indikator
Refleksi
CGP
menunjukk
an hasil
analisisnya
terhadap
tiga
indikator
Refleksi
CGP
menunju
kkan
hasil
analisisn
ya
terhadap
dua
indikator
Refleksi
CGP
menunjuk
kan hasil
analisisny
a
terhadap
salah satu
indikator
Membuat
keterhubun
gan
Refleksi yang CGP buat memunculkan
koneksi dari pembelajarannya dengan
poin-poin berikut:
1. pengalaman masa lalu
2. penerapan di masa mendatang
3. konsep atau praktik baik yang
dilakukan dari modul lain yang telah
dipelajari
4. informasi yang didapat dari orang
atau sumber lain di luar bahan ajar
PGP.
CGP
mengaitk
an
refleksiny
a dengan
empat
indikator.
CGP
mengaitka
n
refleksinya
dengan
tiga
indikator.
CGP
mengaitkan
refleksinya
dengan dua
indikator.
CGP
mengaitk
an
refleksin
ya
dengan
salah
satu
indikator
.
CGP tidak
mengaitk
an
refleksiny
a dengan
satu
indikator
pun.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 99
Setelah membuat koneksi antar materi, Anda juga diminta untuk menyusun langkah dan
strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah
dengan mengisi Tabel Rancangan Tindakan Aksi Nyata dan mengunggahnya ke LMS:
Tabel 3. Rancangan Tindakan untuk Aksi Nyata
Tagihan: Rancangan Tindakan Aksi Nyata
Peran Fasilitator:
1. memastikan CGP mengerjakan tugas Koneksi Antar Materi yang berupa simpulan dan
refleksi
2. memberikan umpan balik terhadap tugas Koneksi Antar Materi
3. memastikan CGP membuat rancangan tindakan aksi nyata
4. memberikan umpan balik terhadap rancangan tindakan aksi nyata yang telah dibuat
oleh CGP
Rancangan Tindakan untuk Aksi Nyata
Judul Modul :
Nama Peserta :
Latar belakang
(Apa yang mendasari Anda
membuat rancangan
tindakan ini?)
Tujuan
(Apa dampak pada murid
yang ingin dilihat dari
rancangan tindakan ini?)
Tolok Ukur
(Bukti apa yang dapat
dijadikan indikator bahwa
tindakan ini berjalan
dengan baik?)
Linimasa tindakan yang akan dilakukan
Dukungan yang dibutuhkan
(Apa saja bahan, alat, atau pihak yang Anda butuhkan untuk
menjalankan tindakan? Bagaimana Anda akan mendapatkannya?
100 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Pembelajaran 8 - Aksi Nyata
Durasi: 4 JP
Jenis Kegiatan:
● Kegiatan mandiri
● Membuat webinar atau group sharing mengenai konsep-konsep inti dalam
modul Budaya Positif serta penerapannya.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat menyampaikan pembelajaran dari penerapan konsep inti dari modul budaya
positif serta pemahaman mereka mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya
Positif.
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Anda telah sampai di penghujung modul 1.4. Sekarang saatnya Anda
mengimplementasikan pemahaman Anda terkait budaya positif yang dapat membantu
murid belajar dengan aman dan nyaman sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara. Tidak hanya
itu, Anda juga akan mendapat kesempatan untuk membagikan pemahaman dan
pengalaman kepada guru-guru di sekolah Anda.
Secara rinci, berikut adalah langkah-langkah untuk Aksi Nyata di modul 1.4:
1. Anda mendapat waktu 4 minggu untuk menjalankan dua hal, yaitu: (a)
mengimplementasikan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif di
lingkungan sekolah atau kelas Anda, sesuai yang dibuat di tahap Koneksi
Antarmateri, dan (b) membagikan pemahaman dan pengalaman Anda dalam
penerapannya kepada rekan-rekan Anda atau lingkungan kerja Anda.
2. Sepanjang proses penerapan, dokumentasikan proses yang terjadi, terutama
pada tahapan-tahapan yang Anda anggap penting. Dokumentasi yang berupa
foto atau video ini dapat Anda tunjukkan saat sesi berbagi.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 101
3. Anda dapat melakukan sesi berbagi dengan dua moda:
a) moda luring, jika situasi memungkinkan, atau
b) moda daring, melalui webinar atau berbagi dalam kelompok (group
sharing). Dalam webinar ini, Anda dapat mengundang minimal sepuluh
(10) orang peserta.
4. Dalam sesi tersebut, Anda akan membagikan dua hal:
(a) pemahaman Anda terhadap konsep-konsep kunci dalam Modul Budaya
Positif, yaitu tentang teori disiplin positif, nilai-nilai kebajikan universal,
motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), kebutuhan
dasar, posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas dan segitiga
restitusi,
(b) pengalaman dan pembelajaran yang Anda dapat setelah menerapkan
konsep-konsep kunci tersebut, baik di kelas dan/atau rumah Anda.
5. Rekamlah kegiatan ini dan unggahlah ke kanal YouTube Anda.
6. Sematkan tautan YouTube tersebut di LMS agar Anda dapat saling bertukar umpan
balik dengan rekan CGP lain.
7. Perhatikan rubrik penilaian Aksi Nyata berikut:
Rubrik Penilaian Aksi Nyata
Indikator Sangat bagus
(skor 4)
Bagus
(skor 3)
Mulai
berkembang
(skor 2)
Perlu
peningkatan
(skor 1)
Pemahaman
Konsep
CGP terlihat
sangat
memahami
seluruh konsep
terkait budaya
positif. Setiap
penjelasan
disertai contoh
yang
kontekstual
dengan
CGP terlihat
menguasai
seluruh konsep
mengenai
budaya positif.
Namun,
penjelasan
tersebut tidak
disertai
dengan
contoh-contoh
CGP
menjelaskan
sebagian besar
konsep dengan
tepat. Namun,
terdapat 1-2
poin yang tidak
sesuai.
Penjelasan juga
tidak disertai
contoh yang
CGP tidak
mampu
menjelaskan
konsep terkait
budaya positif
dengan tepat.
Tidak ada
contoh yang
diberikan
untuk
memperjelas
102 | Modul 1.4 - Budaya Positif
daerahnya. yang
kontekstual.
kontekstual. konsep.
Pengalaman
Penerapan
CGP
membagikan
implementasi
yang sudah
dilakukan
dengan detail.
Penjelasan
bagian ini
dilengkapi
dengan respon
murid, refleksi
CGP dan
rencana
perbaikan
untuk
implementasi
ke depan.
CGP
membagikan
implementasi
yang sudah
dilakukan
dengan cukup
detail. Namun,
penjelasan
tidak
dilengkapi
dengan salah
satu dari tiga
poin berikut:
respon murid,
refleksi CGP
dan rencana
perbaikan
untuk
implementasi
ke depan.
CGP
membagikan
implementasi
yang sudah
dilakukan,
namun tidak
detail.
Penjelasan
hanya
dilengkapi
dengan satu dari
tiga poin
berikut: respon
murid, refleksi
CGP dan
rencana
perbaikan untuk
implementasi ke
depan.
CGP tidak
membagikan
implementasi
yang sudah
dilakukan di
kelas. Tidak
ada penjelasan
mengenai
respon murid,
refleksi CGP
dan rencana
perbaikan
untuk
implementasi
ke depan.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 103
Penyampaian CGP terlihat
sangat siap
dan percaya
diri dalam
memaparkan.
Sesi berbagi
berjalan tidak
terburu-buru
dalam durasi
antara 60-120
menit.
Presentasi
dilengkapi
dengan 3-5
dokumentasi
dari penerapan
CGP terlihat
siap dan
percaya diri
dalam
memaparkan.
Sesi berbagi
berjalan
kurang dari 60
menit atau
lebih dari 120
menit.
Presentasi
dilengkapi
dengan 1-3
dokumentasi
dari penerapan
CGP terlihat
kurang percaya
diri dalam
pemaparan. Sesi
berbagi berjalan
kurang dari 60
menit atau lebih
dari 120 menit.
Presentasi tidak
dilengkapi
dengan
dokumentasi
dari penerapan
CGP terlihat
tidak siap
dalam
pemaparan.
Sesi berbagi
berjalan
kurang dari 30
menit atau
lebih dari 180
menit.
Presentasi
tidak
dilengkapi
dengan
dokumentasi
dari
penerapan.
Interaksi
dengan
Peserta
CGP mampu
menciptakan
suasana yang
nyaman
sepanjang sesi.
CGP mampu
mendorong
peserta untuk
berpartisipasi
aktif.
CGP mampu
menciptakan
suasana yang
nyaman di
sebagian besar
sesi. Namun,
CGP mampu
mendorong
peserta untuk
berpartisipasi
aktif.
CGP kurang
mampu
menciptakan
suasana yang
nyaman
sepanjang sesi.
CGP juga
kewalahan
untuk
mendorong
partisipasi dari
peserta.
CGP membuat
suasana yang
tidak nyaman
sepanjang sesi.
Tidak tampak
usaha dari CGP
untuk
mendorong
partisipasi dari
peserta.
Peran Fasilitator:
1. Memastikan CGP mengerjakan Aksi Nyata sesuai dengan panduan
2. Memberikan umpan balik terhadap tugas Aksi Nyata
3. Menilai Aksi Nyata CGP dengan menggunakan rubrik penilaian
104 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Surat Penutup
Teruntuk Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Selamat! Anda telah berhasil mengikuti rangkaian pembelajaran terkait Budaya Positif
di sekolah. Terima kasih sudah dengan antusias mengikuti perjalanan berproses menuju
pendidikan Indonesia yang lebih baik. Membentuk budaya sekolah dengan berfokus
pada kebutuhan murid dan pertumbuhan karakter positif bukanlah hal yang mudah,
tetapi Anda berhasil melaluinya dan merencanakan yang terbaik untuk murid dan
sekolah. Buah dari kerja keras ini dapat terlihat ketika kita menyadari bahwa murid kita
telah bertumbuh menjadi seorang dewasa yang sukses di pekerjaan, kehidupan, dan
relasinya dengan orang lain dengan karakter yang memiliki integritas tinggi,
bertanggung jawab, dapat diandalkan, berbudi pekerti luhur, dan bermanfaat bagi
lingkungan dan negara.
Materi terkait budaya positif adalah akhir dari paket modul satu, akan tetapi perjalanan
Anda menjadi Guru Penggerak baru dimulai. Setelah memahami dan mendalami
pondasi yang diperlukan dalam menyusun budaya di sekolah, Anda akan bertemu
dengan paket modul lain yang dapat diterapkan secara teknis dalam proses belajar
mengajar. Anda akan belajar dan mencoba banyak hal baru yang menarik dan menjadi
bekal dalam mengembangkan pendidikan Indonesia yang semakin baik lagi. Selamat
berproses!
Salam semangat dan salam Guru Penggerak!.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 105
Daftar Pustaka
Center for Curriculum Redesign. (2015). Character Education for the 21st
Century: What
Should Students Learn?. Boston, Massachusetts,
Centre for Justice and Crime Prevention and the Department of Basic Education. (2012).
Positive Discipline and Classroom Management-Course Reader. Cape Town.
Covey, S.R. (1991). Principle-Centered Leadership. New York: Simon and Schuster.
Deal, T. E. & Peterson, K. D. (1999). Shaping school culture: The heart of leadership. San
Francisco, CA: Jossey-Bass
Dewantara, K.H. (2013). Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima.
Durrant, J. (2010). Positive Discipline in Everyday Teaching: A guide for educators.
Sweden: Save the Children
Fullan, M. (2007). The new meaning of educational change. New York: Routledge.
Gossen, D. (1997). It’s Okay To Make Mistakes. Diakses dari
https://www.esd.ca/Programs/Restitution/Documents/It's%20Okay%20to%20
Make%20Mistakes%20Article.pdf
Gossen, D.C. (1998). Restitution-Restructuring School Discipline, Revised Edition. Chapel
Hill, North Carolina: New Vlew Publications.
Gossen, D. (2004). It's All About We: Rethinking Discipline Using Restitution. Diakses
dari https://www.summiteducation.ca/five-positions-of-control/
Graff, C. E. (2012). The effectiveness of Character Education Programs in Middle and High
Schools. Counselor Education Master’s Theses, 127.
Kohn, A. (1993) Punished by Rewards, The Trouble With Gold Stars, Incentive Plans, A’s,
Praise. Boston-New York: Houghton Mifflin Company,.
Lickona, T., Schapsa, E., Lewis, C. (2002). Eleven Principles of Effective Character
Education. Character Education Partnership (www.character.org)
106 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Nelsen, J. (2021b). Focus On Solutions. Diakses dari
https://www.positivediscipline.com/articles/focus-solutions
Nelsen, J. (2021a). Mistakes Are Wonderful Opportunities To Learn. Diakses dari
https://www.positivediscipline.com/articles/mistakes-are-wonderful-
opportunities-learn
Nelsen, J, Lott, L., and Glennn, H.S. (2000). Positive discipline in the classroom:
Developing Mutual Respect, Cooperation, and Responsibility in Your Classroom.
New York: Three Rivers Press.
Nofijantie, L. (2012). Peran Lembaga Pendidikan Formal Sebagai Modal Utama
Membangun Karakter Siswa. Conference Proceedings: Annual International
Conference on Islamic Studies (AICIS XII). 2947 - 2970
Positive Discipline. (2020). Positive Discipline: Creating respectful relationships in homes
and schools. www.positivediscipline.com/what-is-positive-discipline.html.
RAPCAN. (2008). An Educator’s Guide to Positive Discipline. Diakses dari
www.rapcan.org.za/File_uploads/Resources/teaching%20positive%20disciplin
e%20screen.pdf
Stolp, S., and Stuart C. S. (1994). School Culture and Climate: The Role of the Leader.
OSSC Bulletin. Eugene: Oregon School Study Council, January 1994.
Yayasan Pendidikan Luhur - Foundation for Excellence in Education. (2006). Training for
Trainers (TOT) Materi Pembelajaran Kebajikan dan Manajemen
Kelas: Dihukum oleh Penghargaan. Jakarta.
Yayasan Pendidikan Luhur - Foundation for Excellence in Education. (2007).
Training for Trainers (TOT) Pembelajaran yang hakiki; pembelajaran kebajikan:
Restitusi. Jakarta.
Modul 1.4 - Budaya Positif | 107

Modul 1.4. Angkatan 5 Reguler. Budaya Positif - Final.pdf

  • 3.
    BUDAYA POSITIF Penulis modul: AndriNurcahyani, S.Pd, M.S Diah Samsiati Rajasa, M.Sc Dr. Murti Ayu Wijayanti, M.Pd. KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT KEPALA SEKOLAH, PENGAWAS SEKOLAH DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2022
  • 4.
    Bahan Ajar Pendidikan ProgramGuru Penggerak Paket Modul 1: Paradigma dan Visi Guru Penggerak Modul 1.4 “Budaya Positif” Edisi Keempat Penulis Modul: Edisi Kesatu (September 2020): Amalia Jiandra Tiasari, S.Psi., Patricia Yuannita T., M.Psi., Psikolog & C. Sri Indah Gunarti, M.Psi., Psikolog Edisi Kedua (Februari 2021): Amalia Jiandra Tiasari, S.Psi. & Dr. Murti Ayu Wijayanti, M.Pd. Edisi Ketiga (Juni 2021): Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S., Diah Samsiati Rajasa, M.Sc. & Dr. Murti Ayu Wijayanti, M.Pd. Edisi Keempat (Januari 2022): Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S., Diah Samsiati Rajasa, M.Sc. & Dr. Murti Ayu Wijayanti, M.Pd. Editor: Direktorat Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan Tenaga Kependidikan, Kemdikbudristek _______________________________________________________________ _____________________________ Hak Cipta © 2022 pada Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Dilindungi Undang-undang Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
  • 5.
    Lembar Pengesahan Tahapan NamaTanda Tangan Tanggal Review Dr. Rita Dewi Suspalupi, M.Ak. Verifikasi Dr. Kasiman, M.T. Validasi Dr. Praptono, M.Ed.
  • 7.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | i Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Pemimpin sekolah, dalam berbagai literatur, disebut berperan besar dalam menentukan keberhasilan sekolah karena ia mempunyai tanggung jawab dalam menyinergikan berbagai elemen di dalamnya. Seorang pemimpin sekolah yang berkualitas akan mampu memberdayakan seluruh sumber daya di ekosistem sekolahnya hingga dapat bersatu padu menumbuhkan murid-murid yang berkembang secara utuh, baik dalam rasa, karsa dan ciptanya. Tak dipungkiri, pemimpin sekolah merupakan salah satu aktor kunci dalam terwujudnya Profil Pelajar Pancasila. Untuk dapat menjalankan peran-peran tersebut, seorang pemimpin sekolah perlu mendapatkan pendidikan yang berkualitas sebelum ia menjabat. Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP), sebagai bagian dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar episode kelima, didesain untuk mempersiapkan guru-guru terbaik Indonesia untuk menjadi pemimpin sekolah yang berfokus pada pembelajaran (instructional leaders). Melalui berbagai aktivitas pembelajaran dalam PPGP, kandidat kepala sekolah masa depan diharapkan dapat memiliki kompetensi dalam pengembangan diri dan orang lain, pengembangan pembelajaran, manajemen sekolah serta pengembangan sekolah. Kami memiliki harapan besar agar lulusan PPGP dapat mewujudkan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan di seluruh wilayah negeri ini, di mana keberpihakan pada murid menjadi orientasi utamanya. Upaya pemenuhan kandidat kepala sekolah yang lebih optimal menuntut penyesuaian pada desain pembelajaran PPGP. Karena itu, terhitung dari angkatan kelima durasi program diefisiensikan dari sembilan menjadi enam bulan. Selain itu, PPGP juga menerapkan diferensiasi proses untuk peserta di daerah yang memiliki akses terbatas, baik dari segi transportasi maupun telekomunikasi. Namun, terlepas dari moda penyampaian yang beragam, para Calon Guru Penggerak (CGP) di seluruh Indonesia sama-sama mempelajari materi-materi bekal kepemimpinan dengan sistem on-the-job learning di mana selama belajar, guru tetap menjalankan perannya di sekolah sekaligus
  • 8.
    ii | Modul1.4 - Budaya Positif menerapkan pengetahuan yang didapat dari ruang pelatihan ke dalam pembelajaran di kelas. Pendekatan pembelajaran juga tetap menggunakan siklus inkuiri yang sarat dengan refleksi dan praktik langsung, baik bersama sesama CGP maupun rekan sejawat di sekolah. Pendampingan di lapangan juga tetap menjadi kunci dari keberhasilan implementasi konsep di kelas atau sekolah CGP. Tentu saja, seluruh upaya tersebut tidak akan berhasil tanpa peran berbagai tim pendukung yang telah bekerja keras dan berkontribusi positif mewujudkan penyelesaian bahan ajar ini serta membantu terlaksananya PPGP. Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada para pengembang modul, tim digitalisasi, serta fasilitator, pengajar praktik dan instruktur. Semoga Allah Yang Mahakuasa senantiasa memberkati upaya yang kita lakukan demi transformasi pendidikan Indonesia. Amin. Jakarta, Januari 2022 Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Dr. Iwan Syahril, Ph.D.
  • 9.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | iii Surat Dari Instruktur Selamat datang Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak Sekarang Anda berada pada modul ‘Budaya Positif’. Kami yakin Bapak/Ibu yang telah bertahun-tahun mengajar, mendampingi murid-murid tumbuh dan berkembang, menyadari bahwa budaya positif di sekolah sangatlah penting untuk mengembangkan anak-anak yang memiliki karakter yang kuat, sesuai profil pelajar Pancasila. Kita telah belajar bersama tentang filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, nilai-nilai peran guru penggerak dan visi guru penggerak. Dalam modul ini Bapak dan Ibu akan memahami pentingnya membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada murid untuk membantu Bapak dan Ibu mencapai visi guru penggerak. Bapak dan Ibu akan mempelajari bagaimana peran seorang pemimpin pada sebuah institusi dalam menggerakkan dan memotivasi warga sekolah agar memiliki, meyakini, dan menerapkan visi atau nilai-nilai kebajikan yang disepakati, sehingga tercipta budaya positif yang berpihak pada murid. Dalam membangun budaya positif tersebut, kita akan meninjau lebih dalam tentang strategi menumbuhkan lingkungan yang positif. Anda akan diajak melakukan refleksi atas penerapan disiplin yang dilakukan selama ini di lingkungan Anda. Bagaimanakah strategi Anda dalam praktik disiplin tersebut? Apakah selama ini Anda sungguh-sungguh menjalankan disiplin, atau Anda melakukan sebuah hukuman? Di mana kita menarik garis pembatas? Modul ini juga akan mengajak Anda untuk memikirkan kembali kebutuhan-kebutuhan dasar yang sedang dibutuhkan seorang murid pada saat mereka berperilaku tidak pantas, serta strategi apa yang perlu diterapkan yang berpihak pada murid. Selanjutnya Anda akan mengeksplorasi suatu posisi dalam penerapan disiplin, yang dinamakan ‘Manajer’ serta bagaimana seorang ‘Manajer’ menjalankan pendekatan disiplin yang dinamakan Restitusi. Di sini Anda akan mendalami bagaimana pendekatan Restitusi
  • 10.
    iv | Modul1.4 - Budaya Positif fokus untuk mengembangkan motivasi intrinsik pada murid yang selanjutnya dapat menumbuhkan murid-murid yang bertanggung jawab, mandiri, dan merdeka. Modul 1.4 ini pun selaras serta memiliki keterkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan khususnya di Standar Kompetensi Kelulusan, Standar Pengelolaan Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dan Standar Proses. Dalam rangka menciptakan budaya positif, penerapan disiplin positif dipraktikkan untuk menghasilkan murid-murid yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, dan bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin sekolah hendaknya berjiwa kepemimpinan serta dapat mengembangkan sekolah dengan baik yaitu dengan menciptakan lingkungan yang positif sehingga terwujud suatu budaya positif. Demikian juga dengan warga sekolahnya; setiap guru dan tenaga kependidikan memiliki kompetensi standar minimal di mana mereka memiliki kesamaan visi serta nilai-nilai kebajikan yang dituju, serta berupaya mewujudkannya dalam pembelajaran yang aplikatif yang mengupayakan pemberdayaan murid agar dapat menjadi pemelajar sepanjang hayat. Pada akhirnya modul ini diharapkan dapat menjadi suatu pembelajaran, tempat berproses, wadah untuk berdiskusi, dan menumbuhkan semangat untuk menggali dan mengembangkan potensi anak-anak Indonesia yang berkarakter kuat, mandiri, dan merdeka. Teruslah menjadi penggerak bagi guru, murid, serta segenap tatanan komponen sekolah untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Selamat belajar! Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S., Diah Samsiati Rajasa, M.Sc. & Dr. Murti Ayu Wijayanti, M.Pd.
  • 11.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | v Daftar Isi Hlm. Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan...................................i Surat Dari Instruktur.........................................................................................................iii Daftar Isi.............................................................................................................................v Capaian yang Diharapkan................................................................................................. 1 Ringkasan Alur Belajar MERDEKA..................................................................................... 3 Pembelajaran 1 - Mulai dari diri....................................................................................... 6 Pembelajaran 2 - Eksplorasi Konsep............................................................................... 11 Pembelajaran 3 - Ruang Kolaborasi................................................................................ 85 Pembelajaran 5 -Demonstrasi Kontekstual.................................................................... 93 Pembelajaran 6 - Elaborasi Pemahaman........................................................................ 95 Pembelajaran 7 - Koneksi Antarmateri .......................................................................... 96 Pembelajaran 8 - Aksi Nyata......................................................................................... 100 Surat Penutup............................................................................................................... 104 Daftar Pustaka .............................................................................................................. 105
  • 12.
    vi | Modul1.4 - Budaya Positif Daftar Gambar Gambar 1. Segitiga Restitusi........................................................................................... 78
  • 13.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 1 Capaian yang Diharapkan Kompetensi Lulusan yang Dituju Modul ini diharapkan berkontribusi untuk mencapai kompetensi lulusan sebagai berikut: ● Guru Penggerak memahami pentingnya mengetahui kebutuhan belajar dan lingkungan yang memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensinya secara aman dan nyaman. ● Guru Penggerak mampu menggerakkan komunitas sekolah untuk bersama-sama mengembangkan dan mewujudkan visi sekolah yang berpihak pada murid dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal. Capaian Umum Modul 1.4 Secara umum, capaian modul ini adalah: ● Memahami konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dihubungkan dengan konsep budaya dan lingkungan positif di sekolah yang berpihak pada murid. ● Melakukan evaluasi dan refleksi tentang praktik disiplin dalam pendidikan Indonesia secara umum untuk mendapatkan pemahaman baru mengenai konsep disiplin positif untuk menciptakan murid dengan profil pelajar Pancasila. ● Memahami peran sebagai guru untuk membangun budaya positif dengan menerapkan konsep disiplin positif dalam berinteraksi dengan murid.
  • 14.
    2 | Modul1.4 - Budaya Positif Capaian Khusus Modul 1.4 Setelah menyelesaikan modul ini, peserta diharapkan dapat menjadi guru penggerak yang mampu: ● Menjelaskan konsep budaya positif yang berdasarkan pada konsep perubahan paradigma stimulus respons ke teori kontrol serta nilai-nilai kebajikan universal yang dijabarkan penerapannya pada modul ini. ● Menjelaskan konsep makna disiplin, keyakinan kelas, hukuman dan penghargaan, 5 kebutuhan dasar manusia, Restitusi dengan 5 posisi kontrol guru serta segitiga restitusi dan menerapkannya dalam ekosistem sekolah yang aman, dan berpihak pada murid. ● Menyusun strategi-strategi aksi nyata yang efektif dengan mewujudkan kolaborasi beserta seluruh pemangku kepentingan sekolah agar tercipta budaya positif yang dapat mengembangkan karakter murid. ● Menganalisis secara reflektif dan kritis penerapan budaya positif di sekolah dan mengembangkannya sesuai kebutuhan sosial dan murid.
  • 15.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 3 Ringkasan Alur Belajar MERDEKA Mulai dari Diri CGP mengamati bagaimana sistem rancangan di sekolah masing-masing dapat menciptakan lingkungan positif serta mendukung murid menjadi pribadi yang bahagia, mandiri, dan bertanggung jawab, sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara. Eksplorasi Konsep 2.1 Disiplin Positif dan Nilai Kebajikan Universal CGP dapat menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser serta miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat menjelaskan perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol. Berikutnya CGP dapat menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di lingkungannya, serta kaitan Teori Kontrol. CGP juga diharapkan dapat menjelaskan pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya positif. 2.2 Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi CGP dapat menjelaskan konsep teori motivasi, hukuman dan penghargaan, dan pendekatan restitusi. Selain itu, CGP dapat melakukan pengamatan dan peninjauan atas praktik penerapan konsep-konsep tersebut di lingkungannya sendiri. 2.3 Keyakinan Kelas CGP dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. CGP juga dapat menjelaskan proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan kelas.
  • 16.
    4 | Modul1.4 - Budaya Positif 2.4 Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas CGP dapat menjelaskan kebutuhan dasar yang menjadi motif dari tindakan manusia baik murid maupun guru. Selain itu, CGP dapat menganalisis dampak tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap pelanggaran peraturan dan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan. Berikutnya CGP dapat mengidentifikasi peran dan sekolah guru dalam upayanya menciptakan lingkungan belajar dan pemenuhan kebutuhan anak yang beragam. 2.5 Restitusi: 5 Posisi Kontrol CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk murid-muridnya. Berikutnya CGP dapat memahami dan menerapkan disiplin restitusi di posisi Manajer, minimal pemantau agar dapat menghasilkan murid yang bertanggung jawab, mandiri dan merdeka. 2. 6 Restitusi: Segitiga Restitusi CGP menjelaskan restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah. Kemudian CGP dapat menerapkan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi murid merdeka. CGP juga diharapkan dapat menganalisis dengan sikap reflektif dan kritis penerapan disiplin positif di lingkungannya. Ruang Kolaborasi Dalam kelompok, CGP akan menganalisis kasus-kasus yang tersedia dalam LMS berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif. CGP akan mendiskusikan strategi-strategi agar konsep-konsep dalam disiplin positif dapat menjadi standar tindak lanjut kasus pelanggaran disiplin di sekolahnya. Mereka akan mempresentasikan hasil analisisnya secara sinkronus, dan kelompok lain akan menanggapi.
  • 17.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 5 Demonstrasi Kontekstual CGP mampu melakukan praktik segitiga restitusi dengan murid di sekolahnya. Elaborasi Pemahaman Setelah berdiskusi bersama instruktur, CGP mendemonstrasikan pemahamannya secara lebih mendalam mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif. Koneksi Antarmateri CGP membuat keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada sebelumnya yaitu modul 1.1, 1.2 dan 1.3 sehingga dapat mulai menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah. Aksi Nyata CGP akan menyampaikan kepada para pemangku kepentingan di sekolahnya mengenai perubahan paradigma dan penerapan strategi disiplin positif di sekolah masing-masing agar dapat menciptakan budaya positif. Diharapkan kegiatan ini akan membantu murid belajar dengan aman dan nyaman sehingga dapat meraih keselamatan dan kebahagiaan, sebagaimana disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara mengenai tujuan utama pendidikan.
  • 18.
    6 | Modul1.4 - Budaya Positif Pembelajaran 1 - Mulai dari diri Durasi: 2 JP Jenis Kegiatan: Refleksi mandiri Tujuan Pembelajaran khusus: 1. Mengaktifkan pengetahuan awal apa yang telah dipelajari sebelumnya tentang konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dihubungkan dengan konsep lingkungan dan budaya positif di sekolah. 2. Mengamati bagaimana sistem rancangan di sekolah masing-masing dapat menciptakan lingkungan positif serta mendukung murid menjadi pribadi yang bahagia, mandiri, dan bertanggung jawab, sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara. Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Setelah mempelajari modul 1.1, 1.2, dan 1.3, tentunya saat ini Anda sudah memahami bahwa sebagai seorang guru Anda diibaratkan sebagai seorang petani yang memiliki peranan penting untuk menjadikan tanamannya tumbuh subur. Anda akan memastikan bahwa ‘tanah’ tempat tumbuhnya tanaman adalah tanah yang cocok untuk ditanami. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa, “…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937). Dari uraian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga seorang guru perlu mengusahakan agar sekolah
  • 19.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 7 menjadi sebuah lingkungan yang menyenangkan, aman, nyaman untuk bertumbuh, serta dapat menjaga dan melindungi setiap murid dari hal-hal yang kurang bermanfaat, atau bahkan mengganggu perkembangan potensi murid. Dengan demikian, salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana menciptakan suatu lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang saling mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan baik; dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi karakter-karakter baik warga sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari kebiasaan-kebiasaan baik akan membentuk sebuah budaya positif. Cobalah amati lingkungan sekolah Anda sendiri saat ini, bagaimana suasananya? Bagaimana murid-murid saling berinteraksi, bagaimana guru saling bertegur sapa, bagaimana guru menyapa murid, bagaimana guru menyelesaikan suatu permasalahan atau konflik antar murid? Suasana atau budaya yang berkembang di sekolah Anda saat ini, secara tidak langsung menjadi cermin dari tujuan mulia atau nilai-nilai yang sekolah atau institusi Anda anut dan yakini selama ini. Untuk itulah menciptakan lingkungan positif agar terbentuk suatu budaya positif adalah suatu proses perjalanan pendidikan yang harus kita jalani, karena ini merupakan tanggung jawab kita sebagai seorang pendidik, sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Suatu lingkungan yang aman dan nyaman akan memberikan murid kesempatan dan kebebasan untuk berproses, belajar, membuat kesalahan, belajar lagi, sehingga mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran. Perlu diingat, selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi. Dan salah satu tanggung jawab kita sebagai pendidik adalah menghilangkan atau ‘mencabut’ gangguan-gangguan yang menghalangi proses pengembangan potensi murid. Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Untuk memulai pembelajaran di modul budaya positif ini, marilah melakukan pengamatan, dan berefleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
  • 20.
    8 | Modul1.4 - Budaya Positif ● Apa pentingnya menciptakan suasana positif di lingkungan Anda? ● Sebagai seorang pendidik dan/atau pimpinan sekolah, bagaimana Anda dapat menciptakan suasana positif di lingkungan Anda selama ini? ● Apakah hubungan antara menciptakan suasana yang positif dengan proses pembelajaran yang berpihak pada murid? ● Bagaimana penerapan disiplin saat ini di sekolah Anda, apakah sudah diterapkan dengan efektif, bila belum, apa yang menurut Anda masih perlu diperbaiki dan dikembangkan? Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Selanjutnya Anda dapat melakukan pengamatan dan refleksi terhadap bagaimana kita dapat menciptakan sebuah budaya positif, dengan melakukan serangkaian kegiatan di bawah ini: 1. Sediakan waktu khusus, pejamkan mata, dibantu musik instrumental yang sesuai, kemudian bayangkan sekolah impian Anda. Ingat kembali gambaran sekolah impian yang Anda tulis saat mempelajari modul 1.3. Bagaimana suasana sekolahnya? Bagaimana sikap gurunya? Bagaimana tutur kata guru? Bagaimana guru bersikap kepada murid-muridnya? Bagaimana sikap murid-muridnya, bagaimana mereka saling berinteraksi, terhadap Anda, sebagai pimpinan sekolah dan terhadap guru-
  • 21.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 9 guru yang lain? 2. Untuk mewujudkan sekolah impian tersebut, bila Anda adalah seorang pemimpin di sekolah Anda, bagaimana Anda akan menciptakan sebuah lingkungan yang positif di sekolah Anda? Apa strategi yang akan Anda pilih? Bagaimana Anda akan menerapkan disiplin positif, apa yang perlu kita lakukan terlebih dahulu? Tentunya, salah satu hal yang paling penting adalah kita perlu menghilangkan rasa takut dalam diri murid-murid sehingga mereka merasa aman dan nyaman berada di sekolah, dan bahwa membuat kesalahan adalah suatu proses pembelajaran itu sendiri. Hanya dengan demikian, semua murid dapat belajar dengan rasa tenang, tanpa tekanan dan nyaman. Standar Nasional Pendidikan: Lingkungan yang positif sangat diperlukan agar pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan Pasal 12 yaitu: 1) Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan dalam suasana belajar yang: a. interaktif; b. inspiratif; c. menyenangkan; d. menantang; e. memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan f. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik. 1.2. Harapan & Ekspektasi Setelah Anda melaksanakan pengamatan dan refleksi terkait peran Anda dalam menciptakan budaya positif, isilah kolom harapan berikut ini: Apa saja harapan-harapan yang ingin Anda lihat berkembang pada diri Anda, sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang memiliki pengaruh pada warga sekolah, terutama murid- murid Anda setelah mempelajari modul ini? Apa saja kegiatan, materi, manfaat yang Anda harapkan ada dalam modul ini?
  • 22.
    10 | Modul1.4 - Budaya Positif Untuk Diri Sendiri sebagai Pemimpin Pembelajaran: 1. 2. dst. Untuk Murid: 1. 2. dst. 1. 2. dst. Tugas Fasilitator: 1. memastikan CGP memberikan tanggapan terhadap kasus atau situasi yang diberikan 2. memastikan CGP mengisi kolom harapan 3. memberikan umpan balik terhadap tanggapan yang diberikan oleh CGP
  • 23.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 11 Pembelajaran 2 - Eksplorasi Konsep Durasi: 4 JP Jenis Kegiatan: Kegiatan mandiri, Forum Diskusi Tujuan pembelajaran: ● CGP dapat menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser serta miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat menjelaskan perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol. ● CGP dapat menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di lingkungannya, serta kaitan Teori Kontrol dengan 3 Motivasi Perilaku Manusia. ● CGP menjelaskan pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya positif. Pembelajaran 2.1: Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal a) Perubahan Paradigma: Kegiatan Pemantik: Anda dan teman Anda akan melakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’. Anda adalah A, tugas Anda adalah mengepalkan salah satu tangan Anda. Coba Anda bayangkan bahwa Anda menyimpan sesuatu yang sangat berharga di dalam kepalan tangan Anda. Anda perlu menjaga benda tersebut sekuat tenaga Anda karena begitu pentingnya untuk kehidupan Anda. Tugas rekan Anda, B, adalah mencoba dengan segala cara untuk membuka kepalan tangan Anda. Teman Anda B boleh membujuk, menghardik, mengintimidasi, memarahi, menggoda, menggelitik, bahkan menawari Anda uang agar Anda bersedia membuka kepalan tangan Anda. Cobalah lakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’ di atas dengan B secara bergantian, masing-masing A dan B memiliki waktu 30 detik saja. Sesudah itu diskusikan kegiatan ini dan coba jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara mandiri, dan diskusikan kembali dengan rekan
  • 24.
    12 | Modul1.4 - Budaya Positif Anda B. Bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama. Bilamana berbeda, kira-kira mengapa? 1. Apakah Anda atau B membuka kepalan tangan Anda? Mengapa, apa alasan Anda atau B membuka kepalan tangan Anda? 2. Apakah Anda atau B menutup kepalan tangan Anda? Mengapa, apa alasan Anda atau B tetap menutup kepalan tangan Anda? 3. Dalam kegiatan ini, sesungguhnya siapa yang memegang kendali atau kontrol untuk membuka atau menutup kepalan tangan? Kemungkinan jawaban kita terhadap pertanyaan-pertanyaan pertama dan kedua bervariasi, antara yang bersedia membuka, dan yang tetap bertahan menutup kepalan tangannya. Pertanyaan ketiga, siapakah yang sesungguhnya memegang kontrol, yang menutup kepalan tangan atau yang berusaha dengan segala cara untuk membuka kepalan tangan rekannya? Jawabannya tentu kita sendiri yang memegang kontrol atas kepalan tangan kita, apakah kita membuka atau menutup kepalan tangan kita, itu bergantung pada diri kita masing-masing, sesuai dengan kebutuhan dasar kita saat itu. Selanjutnya psikiater dan pendidik, Dr. William Glasser dalam Control Theory yang kemudian hari berkembang dan dinamakan Choice Theory, meluruskan berapa miskonsepsi tentang makna ‘kontrol’. Ilusi guru mengontrol murid. Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai. Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat. Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid
  • 25.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 13 tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk menolak bujukan kita atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha. Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter. Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan negatif. Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa. Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk. Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa, “..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”. Stimulus Respon Teori Kontrol Realitas (kebutuhan) kita sama. Realitas (kebutuhan) kita berbeda. Semua orang melihat hal yang sama. Setiap orang memiliki gambaran berbeda. Kita mencoba mengubah orang agar berpandangan sama dengan kita. Kita berusaha memahami pandangan orang lain tentang dunia.
  • 26.
    14 | Modul1.4 - Budaya Positif Perilaku buruk dilihat sebagai suatu kesalahan Semua perilaku memiliki tujuan. Orang lain bisa mengontrol saya. Hanya Anda yang bisa mengontrol diri Anda. Saya bisa mengontrol orang lain. Anda tidak bisa mengontrol orang lain. Pemaksaan ada pada saat bujukan gagal. Kolaborasi dan konsensus menciptakan pilihan-pilihan baru. Model Berpikir Menang/Kalah Model Berpikir Menang-menang b) Makna Disiplin: Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu strategi yang perlu kita tinjau kembali adalah penerapan disiplin di sekolah kita. Apakah telah efektif, apakah masih perlu ditinjau kembali? Apa sesungguhnya arti dari disiplin itu sendiri? Apa kaitannya dengan nilai-nilai kebajikan? Mari kita bahas makna disiplin dan nilai-nilai kebajikan universal dengan mengaitkan beberapa pembelajaran awal di modul 1.2 tentang perubahan paradigma teori stimulus respon ke teori kontrol serta teori 3 motivasi perilaku manusia. Sebelumnya, mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau. Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman atau pujian dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang? Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu? Bapak Ibu calon guru penggerak, Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut,
  • 27.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 15 mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia. Sekarang mari kita membahas tentang konsep disiplin positif yang merupakan unsur utama dalam terwujudnya budaya positif yang kita cita-citakan di sekolah-sekolah kita. Kebanyakan guru, sangat tertarik dengan topik pembahasan tentang disiplin. Mereka berpendapat bahwa kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa belajar. Para guru juga berpendapat bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah bagian yang paling menantang dari pekerjaan mereka. Bagaimana dengan Bapak/Ibu CGP? Apakah Anda memiliki pendapat yang sama? Marilah kita baca artikel di bawah ini: Makna Kata Disiplin Ketika mendengar kata ‘disiplin’, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata ‘disiplin’ juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan bila perlu tidak digunakan sama sekali. Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan. Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)
  • 28.
    16 | Modul1.4 - Budaya Positif Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri. Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah: mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri) Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan mulia, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai agar tercapai tujuan mulia yang diinginkan. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar menyatakan; “...pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan kewajibannya. (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469) Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
  • 29.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 17 Referensi: Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New View Publications, North Canada Ki Hajar Dewantara;Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013, UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Indah sekali bukan pemikiran-pemikiran tentang konsep disiplin di atas. Mari kita bayangkan alangkah indahnya ketika tercipta masyarakat yang bisa saling belajar, yang saling merasa terikat dan terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat seperti itu akan mengambil tanggung jawab untuk pembelajarannya, senantiasa berusaha untuk menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya. Itulah tujuan dari disiplin diri. c) Nilai-nilai Kebajikan Universal Bapak Ibu calon guru penggerak, Anda telah mengikuti serangkaian pembahasan tentang makna disiplin positif yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara maupun Diane Gossen, di mana kedua pakar pendidikan mengartikan disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai atau prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang. Kita namakan nilai-nilai tersebut sebagai nilai-nilai kebajikan (virtues) yang universal. Nilai-nilai kebajikan universal sendiri telah diperkenalkan di modul 1.2 yang berarti nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-nilai ini merupakan ‘payung besar’ dari sikap dan perilaku kita, atau nilai-nilai ini merupakan fondasi kita berperilaku. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Seperti yang telah dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984), menyatakan bahwa setiap perbuatan memiliki suatu tujuan, dan selanjutnya Diane Gossen (1998) mengemukakan bahwa dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam
  • 30.
    18 | Modul1.4 - Budaya Positif untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan. Beberapa institusi/organisasi pendidikan di bawah ini telah memiliki nilai-nilai kebajikan yang diyakini dan sepakati bersama. Salah satunya adalah nilai-nilai kebajikan yang ingin dicapai oleh setiap anak Indonesia yang kita kenal dengan Profil Pelajar Pancasila, yang sebelumnya telah dibahas di modul 1.2. Bisa disimpulkan bahwa sebagian institusi/organisasi saling memiliki nilai-nilai kebajikan yang sama, karena nilai-nilai tersebut bersifat universal, dan lintas bahasa, suku bangsa, agama maupun latar belakang. 1. Profil Pelajar Pancasila ● Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia. ● Mandiri ● Bernalar Kritis ● Berkebinekaan Global ● Bergotong royong ● Kreatif 2. IBO Primary Years Program (PYP) Sikap Murid:Toleransi ● Rasa Hormat ● Integritas ● Mandiri ● Menghargai ● Antusias ● Empati ● Keingintahuan ● Kreativitas ● Kerja sama ● Percaya Diri ● Komitmen
  • 31.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 19 3. Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF): ● Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA ● Kemandirian dan Tanggung jawab ● Kejujuran (Amanah), Diplomatis ● Hormat dan Santun ● Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong ● Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras ● Kepemimpinan dan Keadilan ● Baik dan Rendah Hati ● Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan 4. Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (LIfelong Guidelines and Life Skills) Keterampilan Hidup ● Dapat dipercaya ● Lurus Hati ● Pendengar yang Aktif ● Tidak Merendahkan Orang Lain ● Memberikan yang Terbaik dari Diri Petunjuk HidupPeduli ● Penalaran ● Bekerja sama ● Keberanian ● Keingintahuan ● Usaha ● Keluwesan/ Fleksibilitas ● Berorganisasi
  • 32.
    20 | Modul1.4 - Budaya Positif ● Kesabaran ● Keteguhan hati ● Kehormatan ● Memiliki Rasa Humor ● Berinisiatif ● Integritas ● Pemecahan Masalah ● Sumber pengetahuan ● Tanggung jawab ● Persahabatan ● The Seven Essential Virtues (dari Building Moral Intelligence, Michele Borba):Empati ● Suara Hati ● Kontrol Diri ● Rasa Hormat ● Kebaikan ● Toleransi ● Keadilan 5. The Virtues Project (Proyek Nilai-nilai Kebajikan) Peduli Rajin Integritas Rasa Hormat Keterusterangan Keberanian Kebahagiaan Tanggung Jawab Kebersihan Kesantunan Keadilan Pengabdian Komitmen Kreatif Baik Hati Bijaksana Belas Kasih Semangat Kesetiaan Bersyukur Percaya Diri Kedermawan Berprinsip Toleransi Belas Kasih Kejujuran Bersahaja Percaya Bertujuan Dermawan Keteraturan Lurus Hati
  • 33.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 21 Tenggang Rasa Harga Diri Kedamaian Ketegasan Gotong Royong Rendah Hati Keteguhan Hati Pengertian Silakan Anda membaca nilai-nilai kebajikan dari keenam institusi/organisasi yang telah disampaikan di sini, dan pilihlah salah satu yang menurut Anda paling menarik. Bandingkan dengan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip yang Anda miliki di sekolah Anda. Adakah suatu perbedaan atau persamaan? Kemudian pikirkan bagaimana nilai- nilai kebajikan yang Anda pilih tersebut dapat disampaikan dan menjadi fondasi dari keyakinan sekolah atau keyakinan kelas yang disepakati seluruh warga sekolah. Kemudian pikirkan kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat dilakukan agar keyakinan- keyakinan tersebut dapat dipahami, dan diterapkan seluruh warga sekolah dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tugas Anda 1. Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti program ini karena ingin mendapatkan suatu penghargaan tertentu. Namun seiring Anda mengikuti program ini dan kemudian menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda berubah menjadi sebuah keinginan untuk menjadi guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini? Bila itu terjadi, apa dampaknya untuk diri Anda? Apa yang Anda dapatkan, mengapa hal itu penting untuk Anda? 2. Sebagai seorang pendidik, saat Anda perlu hadir di suatu pelatihan, motivasi apakah yang mendasari tindakan Anda? Apakah Anda hadir karena tidak ingin ditegur oleh pihak panitia atau pengawas Anda, dan mendapatkan surat teguran (menghindari ketidaknyamanan dan hukuman) atau Anda ingin dilihat dan dipuji oleh lingkungan Anda, atau mendapat penghargaan sebagai kepala sekolah berprestasi? (mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau Anda ingin menjadi pemelajar sepanjang hayat, menjadi orang yang berusaha dan bertanggung jawab serta menghargai diri Anda sendiri sebagai teladan bagi murid-murid Anda, guru- guru Anda, serta lingkungan Anda karena Anda percaya, tindakan Anda sebagai
  • 34.
    22 | Modul1.4 - Budaya Positif pemimpin pembelajaran akan jadi panutan oleh lingkungan Anda (menghargai nilai-nilai kebajikan diri sendiri). Manakah motivasi yang paling kuat mendasari tindakan Anda, atau adakah suatu proses perubahan motivasi antara dua motivasi? 3. Bila di sekolah Anda tidak ada aturan yang memberikan surat teguran bagi karyawan yang sering datang terlambat, atau tidak ada atasan yang memberikan Anda penghargaan menjadi karyawan terbaik, karena sering tepat waktu, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda? Jelaskan alasan Anda. 4. Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan. 5. Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada murid-murid Anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda? 6. Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda rasakan penting saat ini untuk ditanamkan pada murid-murid Anda di kelas/sekolah Anda? Mengapa? Standar Pendidikan Nasional: Dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan pemangku kepentingan perlu saling mendukung, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia tersebut, maka seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan sehingga dapat mengembangkan sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya sekolah yang positif sesuai dengan standar kompetensi pengelolaan yang telah ditetapkan. Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pemelajar sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan.
  • 35.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 23 Pembelajaran 2.2: Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi Tujuan Pembelajaran: ● CGP dapat menjelaskan dan menganalisis Teori Motivasi dan Motivasi Intrinsik yang dituju, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya. ● CGP dapat menjelaskan konsep hukuman dan penghargaan, dan konsep pendekatan restitusi. ● CGP dapat melakukan pengamatan dan peninjauan atas praktik penerapan konsep-konsep tersebut di lingkungannya sendiri. a) 3 Motivasi Perilaku Manusia Eksplorasi Mandiri Bapak Ibu calon guru penggerak, Mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau. Bagaimana menurut Anda? Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang? Apalagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu? Untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai motivasi manusia, mari kita baca artikel ini: Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia: 1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
  • 36.
    24 | Modul1.4 - Budaya Positif Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut. Motivasi ini bersifat eksternal 2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. Motivasi ini juga bersifat eksternal. 3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal. Pernahkan Anda berada dalam sebuah situasi dimana anda sengaja melakukan sesuatu yang menyakitkan bagi anda, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari orang lain? Mengapa anda tetap memilih melakukannya padahal anda tahu akibatnya akan menyakitkan, anda mungkin akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian secara
  • 37.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 25 finansial? Apa prinsip-prinsip yang anda perjuangkan dan anda lindungi? Saat itu, anda sedang menjadi orang yang seperti apa? Bapak Ibu calon guru penggerak, Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai guru untuk untuk menanamkan disiplin positif yang positif ini kepada murid-murid kita? Tugas Anda 1. Sekarang, mari pikirkan tentang diri Anda sendiri. Anda sekarang mengikuti Program. Guru Penggerak, mengapa Anda mengikuti program ini? Apakah bila Anda tidak mengikuti program ini, akan ada hal yang menyakitkan yang akan terjadi pada Anda? Apakah ada hadiah atau penghargaan setelah Anda mengikuti program ini? Atau apakah Anda mengikuti program ini karena Anda ingin menjadi seorang guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini, misalnya menjadi seorang guru pemelajar? Apa dampak ketiga motivasi tersebut pada diri Anda sebagai calon guru penggerak? Yang mana motivasi yang paling akan berdampak jangka panjang dan membuat Anda terus bersemangat secara internal? Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti program ini karena ingin mendapat penghargaan. Namun seiring Anda mengikuti program ini dan kemudian menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda akan berubah menjadi
  • 38.
    26 | Modul1.4 - Budaya Positif sebuah pemahaman untuk menjadi guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini? Bila itu terjadi, dampaknya pada diri Anda? 2. Sebagai seorang guru, saat Anda hadir mengajar di kelas tepat waktu, motivasi apakah yang mendasari tindakan Anda? Apakah Anda datang tepat waktu karena tidak ingin ditegur oleh atasan Anda dan kemudian mendapat surat peringatan (menghindari ketidaknyamanan dan hukuman) atau Anda ingin mendapatkan pujian dari atasan Anda dan mendapat penghargaan sebagai karyawan atau guru berprestasi? (mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau Anda ingin menjadi orang yang menghargai waktu, menghargai diri Anda sendiri sebagai teladan bagi murid-murid Anda karena Anda percaya, tindakan Anda sebagai guru akan dicontoh oleh murid-murid Anda (menghargai nilai-nilai diri sendiri). Manakah motivasi yang paling kuat mendasari tindakan Anda? Atau bahkan kombinasi dari dua motivasi, atau bahkan ketiga-tiganya? 3. Bila di sekolah Anda tidak ada peraturan yang mengharuskan guru datang tepat waktu dan tidak ada surat teguran bagi guru yang datang terlambat, dan tidak ada atasan yang memuji Anda, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda? Jelaskan alasan Anda. 4. Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan. 5. Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada murid-murid anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda? 6. Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda berusaha tanamkan pada murid-murid Anda di kelas dan sekolah Anda? b) Hukuman dan Penghargaan Kegiatan Pemantik: Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang
  • 39.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 27 diberikan: Iva kurang menguasai pelajaran Matematika, sehingga pada saat pelajaran tersebut berlangsung, dia lebih banyak berdiam diri atau menggambar di buku pelajarannya. Pada saat guru Matematikanya, Pak Seno, menanyakan pertanyaan Iva menjadi gugup, dan tak sengaja menjatuhkan tasnya dari kursi, serta tiba-tiba menjadi gagap pada saat berupaya menjawab. Seluruh kelas pun tertawa melihat perilaku Iva yang bicara tergagap dan terkejut tersebut. Pak Seno pada saat itu membiarkan teman-teman Iva menertawakan Iva yang tergagap dan malu luar biasa, dan malahan minta Iva untuk maju ke depan dan berdiri di depan kelas sambil menunjuk hidungnya karena tidak bisa menjawab pertanyaan Pak Seno. Kelas makin gaduh, dan anak-anak pun tertawa melihat Iva di depan kelas memegang ujung hidungnya. Jawablah kedua pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban rekan Anda. 1. Apakah Anda setuju dengan tindakan pak Seno terhadap Iva? Mengapa? 2. Menurut Anda, tindakan Pak Seno terhadap Iva adalah sebuah hukuman atau konsekuensi? Mengapa? Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana ada suatu pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang tindakan penegakan peraturan atau keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan terhadap suatu pelanggaran pada umumnya berbentuk hukuman atau konsekuensi. Dalam modul ini akan diperkenalkan program disiplin positif yang dinamakan Restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Sebelum kita membahas lebih mendalam tentang penerapan Restitusi, kita perlu bertanya dahulu, adakah perbedaan antara hukuman dan konsekuensi? Bila sama, di
  • 40.
    28 | Modul1.4 - Budaya Positif mana persamaannya? Bila berbeda, bagaimana perbedaannya? Di bawah ini Anda akan diberikan suatu gambaran perbedaan antara Hukuman, Konsekuensi, dan Restitusi itu sendiri. Bila kita melihat bagan di bawah ini, kata disiplin tanpa tambahan kata ‘positif’ di belakangnya, sesungguhnya sudah merupakan identitas sukses dan hukuman merupakan identitas gagal. Disiplin yang sudah bermakna positif terbagi dua bagian yaitu Disiplin dalam bentuk Konsekuensi, dan Disiplin dalam bentuk Restitusi, yang selanjutnya akan dijelaskan dengan lebih rinci di pembelajaran 2.2 dan 2.6. IDENTITAS GAGAL IDENTITAS SUKSES HUKUMAN DISIPLIN KONSEKUENSI RESTITUSI Sesuatu yang menyakitkan harus terjadi Sesuatu harus terjadi Restitusi merupakan pilihan Tidak nyaman untuk murid/anak untuk jangka waktu panjang. Tidak nyaman untuk murid/anak untuk jangka waktu pendek. Menguatkan untuk murid/anak dalam jangka waktu panjang. ‘Korban’ mendapatkan keadilan ‘Korban’ bisa diabaikan. ‘Korban’ mendapatkan ganti. Murid/anak akan tersakiti. Murid/anak dibuat tidak nyaman. Murid/anak mendapatkan penguatan. Perilaku pasif-agresif meningkat Penguatan hanya bertahan dalam jangka waktu pendek. Masalah terpecahkan. Sistem tidak akan berjalan bila murid tidak takut. Memerlukan monitoring dan supervisi terus menerus dari guru. Murid belajar bertanggung jawab untuk perilakunya. Berlaku hanya pada sebuah institusi; tidak berlanjut pada kehidupan nyata. Membantu penerapan mengikuti peraturan dalam masyarakat. Fokus pada pemecahan masalah dalam jangka waktu panjang.
  • 41.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 29 “Peraturannya adalah….kamu harus..” “Apa peraturannya?” “Mampukah kamu melakukannya? Terima kasih”. “Apa yang kamu yakini?” “Apa yang bisa kamu lakukan untuk memperbaiki masalah ini?” Murid/anak membenci peraturan. Murid/anak menghormati peraturan. Murid/anak menghormati dirinya dan orang lain. NEGATIF NETRAL POSITIF “Awas kalau dilakukan lagi ya, nanti awas kamu” “Lakukan apa yang saya katakan” “Apakah hal ini yang sesungguhnya ingin kamu lakukan?” Mode Paksaan Stimulus-Respon Teori Kontrol Mendorong menyalahkan diri Mendorong kepatuhan Mendorong disiplin positif Konsep Diri Buruk Konsep Diri Baik Konsep Diri Kuat Murid/anak belajar menyembunyikan kesalahan Murid/anak belajar taat peraturan. Murid/anak belajar memecahkan masalah. Mencoba mengontrol anak dengan penguatan negatif (membayar impas kesalahan) Mencoba mengontrol anak dengan penguatan positif Anak paham bahwa dirinya sendiri yang pegang kendali kontrol. Dampak pada Murid: Marah, merasa bersalah, rendah diri, mengasingkan diri. Kehilangan hak, waktu jeda seorang diri (timeout), penahanan (detention). Murid/anak tidak kehilangan waktu, namun bersemangat untuk memperbaiki diri Tiba-tiba, tidak diharapkan, atau sangat melukai. Sudah diketahui, masuk akal Berupa undangan untuk mengadakan restitusi Dibuat guru Dibuat oleh guru dan murid/anak Dibuat oleh murid/anak Menyakitkan, guru menjalani konsekuensi dengan menyalahkan, mengkritik, menyindir, merendahkan. Membantu, guru menyatakan peraturan, melakukan peringatan, dan menerapkan konsekuensi. Menguatkan, guru menyebutkan keyakinan kelas, membimbing kerangka acuan berpikir restitusi murid/anak. (Disadur dari Diane Gossen - Restitution Restructuring School Discipline, 1998, hal. 70-71) .
  • 42.
    30 | Modul1.4 - Budaya Positif Berdasarkan bagan di atas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukuman bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata. Sementara disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati; sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali tugasnya tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan kegiatan di luar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol, maka murid tersebut akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena ketertinggalannya. Peraturan dan konsekuensi yang mengikuti ini sudah diketahui sebelumnya oleh murid. Sikap guru di sini senantiasa memonitor murid. Tugas Anda: Setelah membaca bagan tentang perbedaan Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi, maka isilah bagan di bawah ini, kira-kira bila seorang guru/orang tua melakukan tindakan yang dinyatakan di kolom sisi kiri, apakah tindakan tersebut berupa sebuah hukuman, konsekuensi? Hukuman atau Konsekuensi? TINDAKAN GURU HUKUMAN ATAU KONSEKUENSI Mencatat 100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan terlambat lagi”, karena terlambat ke sekolah.
  • 43.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 31 Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat hadir di sekolah. Membersihkan coretan yang dibuatnya di meja tulis. Murid diminta untuk ‘push up’ 15 kali karena tidak menggunakan masker ke sekolah. Menggantikan kertas tugas teman yang telah dicoret-coret. Berjemur di lapangan basket pukul 12:00 siang karena mengobrol dengan teman. Murid diminta bertelanjang kaki sepanjang hari karena tidak menggunakan sepatu warna hitam sesuai peraturan sekolah. Berdiri di depan kelas sambil mengangkat kaki satu, karena tidak bisa menjawab pertanyaan. Membersihkan tumpahan air di meja tulis karena tersenggol pada saat belajar. Kehilangan 10 menit jam istirahat untuk mengerjakan tugas, karena terlambat datang dan tertinggal pelajaran selama 10 menit. Duduk di bangku di pinggir lapangan pada jam istirahat, tidak diizinkan bermain oleh guru piket, karena mencederai teman saat bermain di lapangan. Terlambat hadir di pembelajaran daring 15 menit, dan diminta untuk tinggal 15 menit sesudah kelas usai untuk membahas ketertinggalan pembelajaran. Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat 10 menit untuk pelajaran PJOK. Membersihkan WC sekolah karena mematahkan pensil kawannya. c) Dihukum oleh Penghargaan:
  • 44.
    32 | Modul1.4 - Budaya Positif “Saat kita berulang kali menjanjikan hadiah kepada anak-anak agar berperilaku bertanggung jawab, atau kepada seorang murid agar mempelajari sesuatu yang baru, atau kepada seorang karyawan agar melakukan pekerjaan yang berkualitas, kita sedang berasumsi mereka tidak dapat melakukannya, atau mereka tidak akan memilih untuk melakukannya.” (Alfie Kohn) Kegiatan Pemantik: Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan jawablah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan: Ibu Anas guru kelas 2 SD, mendapatkan masalah. Murid-muridnya tidak bisa tertib berdiri antri di depan pintu kelas, dan selalu berebutan masuk ke dalam kelas setelah jam istirahat usai. Ini tentunya sangat mengganggu proses pembelajaran dimana kelas tidak dapat mulai tepat waktu karena Ibu Anas sibuk menenangkan murid-muridnya untuk waktu cukup lama. Akhirnya Bu Anas berpikir cepat, dan mengandalkan stiker bintang. Setiap murid-muridnya akan masuk kelas usai jam istirahat, Bu Anas akan mengiming-imingi murid-muridnya dengan stiker bintang. “Siapa yang dapat berdiri lurus dan berbaris rapi antri di depan pintu, dapat bintang dari Bu Anas!” Sebagian besar murid-muridnya menyambut tantangan tersebut, dan langsung berdiri rapi di depan pintu agar mendapatkan stiker bintang. Hal ini terus dilakukan Bu Anas selama beberapa minggu, karena cukup berhasil membuat murid-muridnya berdiri rapi antri di depan pintu. Sampai pada suatu saat Bu Anas sakit, dan terpaksa digantikan Pak Heru. Pak Heru tidak mengetahui tentang stiker bintang, dan benar saja, pada saat mau masuk ke kelas usai jam istirahat murid-murid kelas 2 kembali berebutan masuk kelas. Apa yang terjadi, mengapa? Jawablah ketiga pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban rekan Anda. 1. Berdasarkan teori motivasi yang telah Anda pelajari pada pembelajaran 2.1, kira-kira apa motivasi murid-murid kelas 2 untuk bersedia berdiri antri sebelum masuk kelas? 2. Adakah cara lain agar murid-murid kelas 2 bersedia antri di depan kelas tanpa diberi penghargaan stiker bintang? Jelaskan. Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret
  • 45.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 33 1995) mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya. Kohn selanjutnya juga mengemukakan beberapa pernyataan dari hasil pengamatannya selama ini tentang tindakan memberikan penghargaan yang nilainya sama dengan menghukum seseorang. Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang ● Penghargaan efektif jika kita menginginkan seseorang melakukan sesuatu yang kita inginkan, dalam jangka waktu pendek. ● Jika kita menggunakan penghargaan lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan bergantung pada penghargaan yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari dalam. ● Jika kita mendapatkan penghargaan untuk melakukan sesuatu yang baik, maka selain kita senantiasa berharap mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita pun menjadi tidak menyadari tindakan baik yang kita lakukan. Penghargaan Tidak Efektif. ● Suatu penghargaan adalah suatu benda atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat dengan persyaratan: Hanya jika Anda melakukan hal ini, maka Anda akan mendapatkan penghargaan yang diinginkan. ● Jika saya mengharapkan suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka saya akan kecewa dan berkecil hati, serta kemungkinan lain kali saya tidak akan berusaha sekeras sebelumnya. ● Jika kita memberikan seseorang suatu penghargaan untuk melakukan sesuatu, maka kita harus terus menerus memberikan penghargaan itu jika kita ingin orang tersebut meneruskan perilaku yang kita inginkan. ● Orang yang berusaha berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet menguruskan badan bila diberikan penghargaan hampir pasti tidak berhasil. Penghargaan Merusak Hubungan ● Ketika seorang diberi penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka yang lain akan merasa iri, dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai orang yang diberikan penghargaan tersebut. ● Jika seorang guru sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya, besar
  • 46.
    34 | Modul1.4 - Budaya Positif kemungkinan murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru tersebut. ● Penghargaan menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan menciptakan kecemasan. ● Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba. Penghargaan Mengurangi Ketepatan Riset I: Dalam sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun diminta untuk melihat gambar-gambar wajah yang ditampilkan di layar, dan mereka harus memberitahukan jika wajah-wajah tersebut sama atau berbeda. Gambar- gambar tersebut hampir sama. Beberapa dari mereka diberi penghargaan (dalam bentuk uang) pada saat mereka memberikan jawaban benar, sementara sebagian yang lain tidak. Hasil: Anak laki-laki yang dibayar membuat lebih banyak kesalahan. Riset II: Anak-anak diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka diminta mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat tersebut setiap kali muncul. Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban yang benar, dan sebagian yang lain hanya diberitahu saja bila jawaban mereka benar. Hasil: Anak-anak yang mendapatkan permen jawabannya banyak yang tidak tepat dibandingkan anak-anak yang hanya diberitahu jawabannya benar. Penghargaan Menurunkan Kualitas Pengamatan dilakukan pada sekelompok mahasiswa/i yang sedang kerja praktik di sebuah surat kabar universitas; saat itu mereka sedang belajar menuliskan sebuah artikel tentang sebuah judul berita utama. Seiring waktu mahasiswa/i tersebut semakin mampu bekerja dengan cepat. Kemudian, ada beberapa mahasiswa/i yang dibayar untuk setiap judul berita utama yang mereka mampu hasilkan, dan setelah beberapa lama mahasiswa/i yang dibayar ini hasil kinerjanya berhenti berkembang. Mereka yang tidak menerima bayaran terus berupaya mengasah diri menjadi lebih baik. Penghargaan Mematikan Kreativitas ● Murid-murid diminta berpikir mengenai hadiah atau penghargaan yang bisa mereka dapatkan bila berhasil menulis sebuah puisi. Kreatifitas kelompok murid- murid ini menjadi berkurang, dibandingkan dengan yang tidak diberitahukan tentang hadiah yang bisa mereka terima. ● Penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan seni atau sebuah penulisan cerita
  • 47.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 35 menjadi kurang kreatif bila dijanjikan sebuah hadiah/penghargaan. ● Dalam tugas-tugas memecahkan masalah, para murid memakan waktu lebih lama dan memberikan jalan keluar kurang kreatif, saat mereka dijanjikan suatu penghargaan. Penghargaan Menghukum ● Penghargaan ‘menghukum’ mereka yang tidak mendapatkan penghargaan. Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang mendapatkan ranking kedua akan merasa paling ‘dihukum’. ● Memberikan penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena keduanya mencoba mengendalikan perilaku seseorang. ● Karena orang pada dasarnya tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama, penghargaan akan terlihat sebagai hukuman. ● Jika suatu penghargaan diharapkan, namun Anda tidak mendapatkannya, Anda akan merasa dihukum. Motivasi dari Dalam Diri (Intrinsik) ● Saat seorang anak belajar untuk pertama kali, menggabungkan huruf-huruf dan kata-kata, serta menyadari bahwa ia dapat membaca, timbul pijar di matanya dan sebuah senyuman di wajahnya. Anak tersebut begitu gembira bahwa ia telah mempelajari dan menguasai suatu keterampilan baru. Kesadaran akan kemampuannya bahwa ‘dia’ sudah dapat membaca, sesungguhnya sudah merupakan sebuah penghargaan. ● Jika kita memberikan penghargaan kepada seorang anak pada saat dia sedang merasa bangga dengan pencapaiannya sendiri, maka kita akan mengambil kegembiraan yang saat itu sedang dirasakan secara alamiah. Disadur dari materi pelatihan ‘Dihukum oleh Penghargaan’, Yayasan Pendidikan Luhur-Foundation for Excellence in Education, 2006. Tugas Anda: Bacalah kedelapan pembahasan tentang ‘Dihukum oleh Penghargaan’ yang dirangkum ke dalam kotak-kotak di atas. Rangkuman ini berisi pernyataan-pernyataan atau hasil penelitian yang dikumpulkan oleh pakar pendidikan Alfie Kohn. Pilihlah dua kotak yang berisi pernyataan atau hasil penelitian yang paling menarik atau menantang untuk Anda. Tuliskan tanggapan Anda terhadap pernyataan/hasilpenelitian yang Anda pilih tersebut, kemudian berilah minimal 2 tanggapan atas jawaban/tanggapan rekan Anda.
  • 48.
    36 | Modul1.4 - Budaya Positif d) Restitusi: Sebuah Pendekatan untuk Menciptakan Disiplin Positif Pertanyaan Pemantik Bapak Ibu calon guru penggerak, apa yang akan Anda lakukan bila, ● Dalam sebuah acara pesta ulang tahun, teman Anda memecahkan gelas. Apakah Anda akan membiarkan dia membayar harga gelas yang dipecahkannya? ● Anda sudah janji bertemu dengan teman Anda, namun ternyata dia juga memiliki janji penting bertemu orang lain di tempat lain, dan Anda terpaksa naik taksi untuk menemui teman Anda di tempat itu, apakah Anda akan meminta teman Anda membayar biaya taksi Anda menuju ke tempat tersebut? ● Pegawai Anda membuat kesalahan yang menyebabkan kerugian finansial pada perusahaan, pegawai tersebut menawarkan untuk bekerja lembur tanpa bayaran, apakah Anda sebagai pemilik perusahaan akan menerimanya? Eksplorasi Mandiri Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak, Bila ada seseorang berbuat salah pada Anda, ketika mereka menawarkan sebuah tindakan untuk memperbaiki kesalahan mereka, kemungkinan besar, jawaban Anda adalah akan menolak semua tawaran itu, dan akan bilang, tidak usah, tidak apa-apa. Lupakan saja. Kebiasaan kita selama ini, bila ada orang yang berlaku salah pada kita adalah langsung memaafkan, atau bahkan kita melakukan sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman atau merasa bersalah. Kita cenderung untuk berfokus pada kesalahan daripada mencari cara bagi orang yang berbuat kesalahan untuk memperbaiki diri. Kita lebih fokus pada pada cara mereka membayar akibat dari kesalahan mereka daripada mengembalikan harga diri mereka. Membuat kondisi menjadi impas, menjadi lebih penting daripada membuat situasi menjadi benar.
  • 49.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 37 Bapak Ibu guru penggerak, Sebagai seorang guru, ketika murid Anda melakukan kesalahan, tindakan mana yang akan Anda lakukan? ● Menunjukkan kesalahannya dan memintanya melihat kesalahannya baik-baik ● Mengatakan, “Kamu seharusnya tahu bagaimana kamu seharusnya bertindak”. ● Mengingatkan murid Anda akan kesalahannya yang sama di waktu sebelumnya. ● Bertanya padanya, “Kenapa kamu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kamu lakukan?”. ● Mengkritik dan mendiamkannya Kalau Anda melakukan tindakan-tindakan di atas, mungkin Anda akan membuat murid Anda merasa menjadi anak yang gagal. Pertanyaannya sekarang, bagaimana sebaiknya respon kita bila ada murid kita melakukan kesalahan? Mari kita baca artikel ini: Restitusi Sebuah Cara Menanamkan Disiplin Positif Pada Murid Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004) Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya di modul 1.2, kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki
  • 50.
    38 | Modul1.4 - Budaya Positif motivasi intrinsik. Melalui pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan mengajak murid berefleksi tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka menjadi pribadi yang lebih baik dan menghargai dirinya. Pendekatan restitusi tidak hanya menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Restitusi juga sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang. Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh karakternya, ketika mereka melakukan kesalahan, karena pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. Murid perlu bertanggung jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat belajar dari pengalaman untuk membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka. Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya. ● Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan Dalam pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru tidak mengarahkan untuk menebus kesalahan dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian yang timbul, atau sekedar meminta maaf. Karena kalau fokusnya kesana, maka murid yang berbuat salah akan fokus pada tindakan yang bersifat eksternal yaitu untuk menebus kesalahan dan menghindari ketidaknyamanan, bukannya yang lebih bersifat internal yaitu pada upaya perbaikan diri. Biasanya setelah menebus kesalahan, orang yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan situasi itu sehingga merasa lega karena seolah-olah kesalahan tidak pernah terjadi. Terkadang bisa juga muncul perasaan ingin balas dendam, bila orang yang berbuat salah sebetulnya merasa tidak rela harus melakukan sesuatu untuk menebus kesalahannya. Kalau tindakan untuk menebus kesalahan dipahami sebagai hukuman, maka mungkin mereka berpikir untuk membuat situasinya menjadi impas. Pembalasan seperti ini akan berdampak jangka panjang karena konfliknya akan tetap ada. Menebus kesalahan itu tidak salah, namun biasanya tidak membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat. Pendekatan restitusi sebenarnya juga berhubungan dengan usaha untuk menebus kesalahan, tetapi sebaiknya merupakan inisiatif darimurid yang melakukan kesalahan. Proses pemulihan akan terjadi bila ada keinginan dari murid yang berbuat salah untuk melakukan sesuatu yang menunjukkan rasa penyesalannya. Fokusnya tidak hanya pada mengurangi kerugian pada korban, tapi juga bagaimana menjadi orang yang lebih baik dan melakukan hal baik pada orang lain dengan kebaikan yang ada dalam diri kita.
  • 51.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 39 Ketika murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan, mereka akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakai terus menerus di masa depan untuk menjadi orang yang lebih baik. ● Restitusi memperbaiki hubungan Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi juga membantu murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa dan bagaimana mereka ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan pemulihan. Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain. Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada orang yang menjadi korban. ● Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan Restitusi yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru memaksa proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi kalau saya tidak melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka konsekuensi yang guru sarankan, mereka mungkin akan setuju dan akan melakukannya, tapi karena mereka menghindari ketidaknyamanan atau menghindari kehilangan kebebasan atau diasingkan dari kelompok. Mereka akan percaya kalau mereka menyakiti orang, maka mereka juga tersakiti, maka mereka pikir itu impas. Seorang anak yang memukul temannya akan mengatakan, “Kamu boleh pukul aku balik, biar impas”. Memaksa melakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan moral, yaitu kebebasan untuk membuat pilihan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu manusiawi. Semua orang pasti pernah berbuat salah”. Pembicaraan ini bersifat tawaran, bukan paksaan, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…” ● Restitusi ‘menuntun’ untuk melihat ke dalam diri Dalam proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang mereka inginkan. Untuk membimbing proses pemulihan diri, guru bisa bertanya pada mereka: ● Kamu ingin menjadi orang seperti apa? ● Kamu akan terlihat, terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudah menjadi orang yang seperti itu? ● Apa yang kamu percaya tentang bagaimana orang harus memperlakukan orang lain? ● Bagaimana kamu mau diperlakukan ketika kamu berbuat salah?
  • 52.
    40 | Modul1.4 - Budaya Positif ● Apa nilai yang diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu memegang nilai ini? ● Kalau tidak, lalu apa yang kamu percaya? Kita tidak ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti itu. Kalau guru melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru harus cepat-cepat mengatakan, “Tidak apa-apa kok berbuat salah”. Ketika murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka inginkan, guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya, seberapa sering hal ini terjadi, apa yang ia lakukan, ia berada di mana. Murid tidak akan berbohong pada guru. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan Untuk berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami dampak dari tindakannya pada orang lain. Kalau murid paham bahwa setiap orang memiliki kebutuhan dasar untuk dipenuhi, hal ini akan sangat membantu, sehingga ketika murid melakukan kesalahan, mereka akan menyadari kebutuhan apa yang sedang mereka coba penuhi, demikian juga kebutuhan orang lain. Untuk membantu murid mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa meminta mereka mengenali perasaan mereka. Perasaan sedih dan kesepian menunjukkan adanya kebutuhan cinta dan kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak beban, menunjukkan kurangnya kebutuhan akan kebebasan. Perasaan takut akan kelelahan, kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman. Perasaan bosan menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan kesenangan. Restitusi diri adalah cara yang paling baik Dalam restitusi diri murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk mengomentari orang lain, menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William Glasser menyatakan, orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang yang tidak bahagia akan mengevaluasi orang lain. 3 Tahap Evaluasi Diri: 1. Saya tidak suka cara saya berbicara padamu 2. Kesalahan yang saya lakukan adalah ● Saya sebenarnya punya informasi yang kamu butuhkan ● Saya lelah dan saya bicara terlalu cepat ● Saya tidak jelas menyampaikan apa yang saya inginkan ● Pemahaman saya berbeda dengan pemahamanmu 3. Besok lagi saya akan ● Menyampaikan informasi yang saya punya dan kamu
  • 53.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 41 butuhkan ● Saya akan bicara lebih lambat ● Saya akan bicara lebih jelas tentang keinginan saya ● Menyampaikan pemahaman saya padamu Ketika murid bisa melakukan restitusi diri maka dia akan bisa mengontrol dirinya dengan lebih baik dengan tujuan yang lebih baik pula. Ketika Anda berhadapan dengan orang lain, dan melakukan evaluasi diri, maka 9 dari 10 orang yang diajak bicara juga akan melakukan evaluasi diri juga. Mungkin akan ada 1 dari 10 orang yang diajak bicara, justru akan menggunakan kesempatan itu untuk menghukum Anda. Kalau ini terjadi, tanyakan saja, apakah Anda mau menggunakan kesempatan ini untuk menjelek- jelekkan saya atau Anda mau membuat situasi ini menjadi lebih baik. Anda mau ke arah mana? Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan Dalam proses restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang seperti apa, yang itu adalah menunjukkan fokus pada penguatan karakter. Ketika guru membimbing murid untuk penguatan karakter, guru akan mengatakan, “Ibu/Bapak tidak terlalu mempermasalahkan apa yang kamu lakukan hari ini, tetapi mari kita bicara tentang apa yang akan kamu lakukan besok. Kamu bisa saja minta maaf, tapi orang akan lebih suka mendengar apa yang akan kamu lakukan dengan lebih baik lagi. Restitusi menguatkan Bisakah momen ketika murid melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik? Jawabnya, tentu bisa, asalkan ia bisa belajar dari kesalahan itu. Apa maksud dari kalimat kita bisa lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih kuat disini maksudnya bukan menekan perasaan kita dalam-dalam. Kuat disini artinya menyadari apa yang bisa murid ubah, dan murid benar-benar mengubahnya. Guru bisa bertanya, apa yang dapat kamu ubah dari dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan berubah? Restitusi fokus pada solusi Dalam restitusi, guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan, “Kita tidak fokus pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang benar, siapa yang salah. Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya Mari kita lihat praktik pendidikan kita yang seringkali memisahkan anak-anak dari kelompoknya, misalnya seorang anak TK bersikap tidak kooperatif pada saat kegiatan mendengar dongeng dari gurunya, anak itu disuruh keluar dari kelompoknya, atau anak itu diminta duduk di belakang kelas atau di pojok kelas, disuruh keluar kelas ke koridor, ke kantor guru, seringkali dibiarkan tanpa pengawasan.
  • 54.
    42 | Modul1.4 - Budaya Positif Kalau ada anak remaja nakal, orangtua menyuruh pergi dari rumah. Padahal kalau mereka jauh dari orang tuanya, orang tuanya jadi tidak bisa mengajari mereka dan mereka tidak belajar nilai-nilai kebajikan. Kalau mereka tidak belajar, bagaimana nasib generasi kita ke depan? Kalau kita menjauhkan remaja kita, maka mereka akan putus hubungan dengan kita. Ketika anak berbuat salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita hanya bisa menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam diri mereka. Kita seharusnya mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan berusaha mengembalikan mereka ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. Disarikan dari Buku It’s All About WE; Rethinking Discipline using Restitution, Third Edition, Diane Gossen, 2008 Pembelajaran 2.3: Keyakinan Kelas Tujuan Pembelajaran Khusus: ● CGP dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. ● CGP dapat menjelaskan proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan kelas. ● CGP akan dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai- nilai yang dituju pada peraturan yang ada di sekolah mereka masing-masing. Pertanyaan Pemantik: 1. Mengapa Keyakinan Kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja? 2. Mengapa adanya Keyakinan Kelas penting untuk terbentuknya sebuah budaya positif? 3. Bagaimana mewujudkan sebuah Keyakinan Kelas yang efektif? Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja? Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut: ● Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai kendaraan roda dua/motor? (Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk ‘keselamatan’).
  • 55.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 43 ● Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat? (Kemungkinan jawaban Anda adalah ‘untuk kesehatan dan/atau keselamatan’). Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya pada pembelajaran 2.1 tentang Nilai-nilai Kebajikan bahwa menekankan pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya. Pada pembelajaran Disiplin dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, kita telah mempelajari tentang nilai-nilai kebajikan yang dapat menjadi landasan kita dalam membuat suatu keyakinan sekolah atau menentukan visi dan misi atau tujuan dari sebuah institusi/sekolah. Seperti telah dikemukakan di modul 1.2, dalam penentuan visi sebuah institusi/sekolah kita terlebih dahulu perlu menentukan nilai-nilai kebajikan apa yang terpenting bagi institusi tersebut agar dapat mencapai tujuan mulia yang dicita-citakan. Penentuan nilai-nilai kebajikan pada sebuah institusi telah diberikan contoh-contohnya pada pembelajaran 2.1. Selanjutnya kita akan meninjau kegiatan-kegiatan apa saja yang bisa dilakukan agar dapat menentukan keyakinan suatu sekolah atau pun keyakinan kelas. Tahapan menciptakan Program Kebajikan 1. Lihat daftar kebajikan yang telah disusun bersama (contoh pada pembelajaran
  • 56.
    44 | Modul1.4 - Budaya Positif 2.1). 2. Tentukan nilai-nilai kebajikan yang ingin dijadikan perhatian utama di sekolah Anda. Curah pendapat dalam kelompok. 3. Sempurnakan beberapa daftar nilai-nilai kebajikan yang utama, bahas kembali dalam kelompok utama. 4. Buatlah poster atau muat di sosial media keyakinan sekolah/kelas Anda. Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas: ● Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit. ● Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal. ● Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif. ● Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas. ● Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. ● Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat. ● Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.Tugas Mandiri: Lihatlah tabel di bawah ini dan tuliskan nilai kebajikan yang dituju dari peraturan yang tercantum di kolom sisi kiri. Masih ingat bahwa nilai-nilai kebajikan universal merupakan nilai-nilai lintas budaya, bahasa, suku bangsa, maupun agama seperti keadilan, kehormatan, peduli, integritas, kejujuran, pelayanan, keamanan, kesabaran, tanggung jawab, mandiri, berprinsip, keselamatan, kesehatan, dan lain-lain. Peraturan-peraturan yang tercantum di sisi kiri tidak terbatas pada peraturan yang ditemui di kelas atau sekolah, namun peraturan yang biasa kita temui di masyarakat. Peraturan Nilai Kebajikan yang Dituju Kembalikan barang ke tempatnya
  • 57.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 45 Dilarang Mengganggu Orang Lain Hadir di sekolah 15 menit sebelum pembelajaran dimulai Dilarang Melakukan Kekerasan Dilarang Menggunakan Narkoba Bergantian atau menunggu giliran Dilarang Merokok Gunakan masker Berjalan di kelas dan koridor Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas: 1. Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas. 2. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah bisa melihat hasil curah pendapat. 3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’. Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif. Contoh Kalimat negatif : Jangan berlari di kelas atau koridor. Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor. 4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak yang berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak warga sekolah/murid-murid untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut. Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau nilai kebajikan ‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar untuk disepakati.
  • 58.
    46 | Modul1.4 - Budaya Positif Kegiatan ini juga merupakan pendalaman pemahaman bentuk peraturan ke keyakinan sekolah/kelas. 5. Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk dijalankan. 6. Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid. 7. Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.
  • 59.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 47 Contoh Keyakinan Kelas: Keyakinan Kelas 1 ● Setiap anggota kelas perlu belajar. ● Setiap anggota kelas perlu senang. ● Setiap anggota kelas perlu melakukan tugas. ● Setiap anggota kelas perlu saling menghargai. ● Setiap anggota kelas perlu merasa aman. Keyakinan Kelas 5 ● Selalu bersikap positif. ● Senantiasa menjadi diri terbaik. ● Percaya dan menghormati orang lain serta barang miliknya. ● Berkomitmen terhadap setiap tugas. ● Senantiasa membantu. Keyakinan Kelas 7 HORMAT Kami meyakini bahwa sangat penting untuk menghormati semua orang dan barang milik orang lain BEKERJA Kami meyakini bahwa sangat penting untuk mengerjakan segala pekerjaan atau mengikuti kegiatan yang telah ditugaskan. DITERIMA DAN DIMILIKI Kami meyakini bahwa sangat penting untuk merasa diterima pada suatu kelompok dan saling peduli satu dengan yang lain. Agar semua warga kelas dapat memahami setiap pernyataan yang telah tercantum dalam keyakinan kelas, maka selama seminggu di awal tahun ajaran baru dapat didedikasikan untuk pendalaman setiap keyakinan dengan berbagai kegiatan.
  • 60.
    48 | Modul1.4 - Budaya Positif Kegiatan-kegiatan Pendalaman Keyakinan Kelas: a. Kegiatan Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti: Anggota kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok diberikan kertas. Salah satu anggota kelompok membuat huruf T kapital yang besar (Tabel T). Guru memberikan salah satu ‘keyakinan kelas’ kepada setiap kelompok. Dua kelompok bisa mendapatkan keyakinan yang sama bila ada 10 kelompok. Selanjutnya setiap kelompok diminta untuk bercurah pendapat tentang keyakinan tersebut, tampak seperti apa, tampak tidak seperti apa. Kemudian hasil curah pendapat setiap kelompok dipresentasikan pada kelompok besar, dan kertasnya ditempel di sekeliling dinding kelas untuk dapat dilihat setiap warga kelas agar menguatkan pemahaman. Contoh Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti (Tabel T) dari Keyakinan Kelas 7: HORMAT Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti Datang tepat waktu Sering hadir terlambat Menyapa teman dan guru setiap hari Tak acuh kepada teman dan guru Mengembalikan barang teman yang telah dipinjam dan mengucapkan ‘terima kasih’ Tidak mengembalikan barang yang telah dipinjam dan meletakkan sembarangan. ……………………………….. dst …………………………….. dst BEKERJA Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti Tekun bekerja dan menyimak guru Tidak mendengarkan guru dan acuh tak acuh. Menyerahkan tugas tepat waktu. Tugas tidak diberikan
  • 61.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 49 Memberikan hasil terbaik. Asal-asalan mengerjakan tugas. …………………………… dst ……………………………. dst RASA DITERIMA DAN DIMILIKI Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti Melibatkan semua anggota kelompok. Mengucilkan salah satu teman kita. Memberikan kata-kata atau komen- komen membesarkan hati bila teman kita berhasil. Marah atau iri atas keberhasilan teman- teman kita. Menjenguk atau menanyakan kabar teman yang kurang sehat atau sedang mendapat musibah. Acuh tak acuh terhadap teman yang sedang kurang sehat atau mendapat musibah. …………………………….. dst …………………………….. dst Bagan Tampak Seperti (Tabel Y) dari Keyakinan Kelas 7. TERDENGAR BERPERILAKU TERLIHAT Satu orang berbicara “Yuk, saya bantu” “Kita bisa selesaikan ini bersama’ “Terima”, “Tolong ya” “Permisi” “Boleh saya pinjam?” “Nanti akan segera saya kembalikan” - Berempati terhadap perasaan orang lain. - Memegang barang milik orang lain hanya dengan izinnya. - Mendengarkan dengan saksama - Senantiasa berbuat baik - Berbagi - Tersenyum ramah - Memberikan salam hormat (berjabat tangan, namaste, meletakkan tangan di dada, salim) - Memberikan ruang bekerja - Postur tubuh yang tenang
  • 62.
    50 | Modul1.4 - Budaya Positif Tugas Mandiri: Tersedia 2 butir Keyakinan Kelas 5 (lihat contoh) yang disediakan dalam bentuk Tabel T. Tuliskan gagasan-gagasan Anda tentang contoh perwujudan dari 2 keyakinan tersebut, tampak seperti apa dan tidak tampak seperti apa? Bersikap Positif Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti ● AAA ● AAA ● AAA ● dst ● AAA ● AAA ● AAA ● dst Percaya dan Menghormati Orang Lain dan Barang Miliknya Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti ● AAA ● AAA ● AAA ● dst ● AAA ● AAA ● AAA ● dst Selanjutnya isilah bagaimana perwujudan dari Keyakinan Kelas 1 berikut: "setiap anggota kelas melakukan tugas". Tuliskan apa yang ingin Anda dengar, lihat, dan lakukan dalam format Tabel Y, seperti di bawah: Setiap anggota kelas melakukan tugas
  • 63.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 51 b. Kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu (Tugas Guru-Tugas Murid): Salah satu kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk memperdalam keyakinan kelas, adalah mempelajari tanggung jawab setiap warga kelas. Keyakinan bertanggung jawab serta hak seseorang adalah sesuatu yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang menumbuhkan murid yang merdeka: “...beratlah kemerdekaan itu! bukan hanya tidak terperintah saja, akan tetapi harus juga dapat menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib. dalam hal ini termasuklah juga mengatur tertibnya perhubungan dengan kemerdekaan orang lain (Ki Hadjar Dewantara, buku kuning, hal.4.) Pada pekan pendalaman Keyakinan Kelas, maka murid-murid dapat diajak berdiskusi tentang tanggung jawab dan hak masing-masing warga kelas, yaitu apa Tugas Guru dan Bukan Tugas Guru serta Apa Tugas Murid atau Bukan Tugas Murid. Berikut adalah langkah yang dapat dilakukan dalam mendiskusikan hal tersebut: 1. Guru akan membuat bagan berisi 4 kotak. 2. Masing-masing kotak diisi judul: Guru-Tugasnya..., Murid-Tugasnya..., Guru- Tugasnya Bukan.., Murid-Tugasnya Bukan... 3. Guru bercurah pendapat dengan dua cara: ● Mengajak murid berpendapat secara individu, atau Terdengar Terlihat Berperilaku
  • 64.
    52 | Modul1.4 - Budaya Positif ● Membagi murid dalam 4 atau 8 kelompok, dan setiap kelompok diberikan tugas bercurah pendapat tentang masing-masing tugas/bukan tugas guru maupun murid. 4. Hasil dari curah pendapat Tugas Saya-Tugas Kamu ditempel di dinding kelas agar dapat dilihat seluruh warga kelas. Contoh (hasil curah pendapat guru dan murid-muridnya) Tugas Saya (Guru)-Tugas Kamu (Murid) (Kelas 4-8) Guru Tugasnya... ● mengajar ● mendidik ● menjawab pertanyaan ● memberi nilai ● mengatur kelas ● menegakkan peraturan kelas/sekolah ● menjalankan keyakinan kelas ● peduli terhadap semua murid ● …………….. Murid Tugasnya... ● belajar ● mencoba ● menghasilkan yang terbaik dari diri ● bertanya jika tidak paham ● mengikuti peraturan ● menjalankan keyakinan kelas ● mendengarkan ● memeriksa tugas kembali ● ……………….. Guru Tugasnya bukan… ● menyakiti atau disakiti ● memaksa kamu untuk belajar ● merapikan barang-barang murid ● menyiapkan makanan atau barang- barang alat tulis ● …………………. Guru Tugasnya bukan… ● menyakiti atau disakiti ● mengeluh ● merusak barang pribadi/orang lain ● melakukan tugas guru ● memutuskan untuk teman kamu ● ………………... Tugas Anda: Coba Anda lakukan kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu dengan murid-murid di sekolah Anda, atau bisa juga dilakukan dengan anak-anak Anda di rumah (menjadi: Tugas Orang Tua-Tugas Anak). Bercurah pendapat tentang tugas masing-masing warga kelas atau
  • 65.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 53 rumah untuk membangun lingkungan positif yang aman dan nyaman, yang selanjutnya menjadi suatu budaya positif. Pembelajaran 2.4: Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas Tujuan Pembelajaran Khusus: ● CGP dapat menjelaskan kebutuhan dasar yang menjadi motif dari tindakan manusia baik murid maupun guru ● CGP dapat menganalisis dampak tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap pelanggaran peraturan dan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan ● CGP dapat mengidentifikasi peran dan sekolah guru dalam upayanya menciptakan lingkungan belajar dan pemenuhan kebutuhan anak yang beragam. Pertanyaan Pemantik: Ibu Ambar, guru wali kelas kelas 2A di SD Pelita Hati, sedang bingung menghadapi ulah salah satu murid di kelasnya, Doni. Beberapa anak di kelas 2A telah datang padanya dan mengeluhkan Doni yang seringkali meminta bekal makan siang mereka dengan paksa. Jika Anda menghadapi situasi seperti Ibu Ambar, apa yang akan anda lakukan? Menurut anda, kira-kira apa alasan Doni melakukan hal itu? Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak, Merujuk pada situasi yang sedang dihadapi Ibu Ambar di atas, dalam konteks penegakan disiplin positif, Ibu Ambar sebaiknya mencari tahu alasan Doni melakukan tindakan tersebut agar mengetahui kebutuhan mana yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni. Pada modul 1.2, nilai dan peran guru penggerak, telah dibahas mengenai 5 kebutuhan dasar manusia. Di modul 1.4 ini, kita akan menghubungkan konsep tersebut dengan disiplin positif yang berdasarkan pada teori kontrol dimana dinyatakan bahwa ada suatu
  • 66.
    54 | Modul1.4 - Budaya Positif tujuan dibalik sebuah perilaku manusia. Kita juga percaya bahwa murid memiliki ‘tujuan’ dibalik perilaku mereka, salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mari kita menonton video tentang konsep 5 Kebutuhan Dasar Manusia menurut Dr. William Glasser dalam “Choice Theory”. Setelah Anda menonton video, mari kita perdalam pemahaman Anda terhadap konsep 5 Kebutuhan Manusia dengan membaca artikel di bawah ini. 5 Kebutuhan Dasar Manusia Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat satu persatu kelima kebutuhan dasar ini. Kebutuhan Bertahan Hidup
  • 67.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 55 Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Kebutuhan biologis sebagai bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup. Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman. Dalam kasus Doni di atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya oleh Ibu Ambar adalah karena ia lapar dan orangtuanya tidak membawakannya bekal makan siang, maka kebutuhan dasar yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni, adalah kebutuhan untuk bertahan hidup (survival). Kasih sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima) Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja, binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung. Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar kasih sayang dan rasa diterima yang tinggi biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab dengan orang tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman sebaya sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok. Dalam kasus diatas, apabila Doni menjawab bahwa alasannya mengambil bekal temannya karena dia merasa senang temannya jadi memperhatikan dia. Ketika temannya melaporkan tindakannya itu pada gurunya, dan gurunya memberitahu orang tuanya, sehingga orang tuanya jadi memperhatikan dia, maka kebutuhan dasar yang sedang dipenuhi Doni adalah kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima. Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan) Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh. Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan penguasaan yang tinggi biasanya selalu ingin menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati sebelum mencoba hal baru dan merasa kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan selalu ingin mencapai yang terbaik. Dalam kasus diatas, apabila jawaban Doni adalah dia merasa hebat karena temannya jadi
  • 68.
    56 | Modul1.4 - Budaya Positif takut dengan dia dan menuruti keinginannya, maka sebetulnya Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya akan kekuasaan. Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan) Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik. Bila jawaban Doni dalam kasus diatas adalah bahwa dia merasa bosan dengan bekal makanan yang dibawakan ibunya dari rumah, karena ibunya selalu membawakan bekal yang sama, oleh karena itu dia ingin mencoba makanan teman-temannya yang beraneka ragam, maka Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kebebasan. Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang) Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda. Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya ingin menikmati apa yang dilakukan. Mereka juga bisa berkonsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu dan juga menggemaskan. Bahkan saat mereka bertingkah laku buruk, mereka masih terlihat lucu. Dalam kasus diatas, bila Doni menjawab bahwa ia melakukannya karena iseng saja dan ia menikmati ekspresi wajah teman-temannya yang kesal karena diambil makanannya dan menurut dia, ekspresi teman-temannya itu lucu. Maka berarti Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kesenangan. Disarikan dari berbagai sumber Bapak Ibu Calon Guru Penggerak, Semua orang senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara. Bila mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang positif, mereka bisa melanggar peraturan atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebajikan. Seorang murid yang tidak begitu berhasil secara akademik mungkin kebutuhannya akan
  • 69.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 57 penguasaan tidak terpenuhi di sekolah. Oleh karena itu, mungkin dia akan mencoba untuk memenuhi kebutuhannya akan penguasaan, dengan mencoba mengatur orang lain di lapangan bermain, atau bahkan menyakiti mereka secara fisik. Sebagai guru, kita dapat melibatkannya dalam kegiatan yang memberi peluang murid tersebut membuat pencapaian yang berarti. Seorang yang tidak merasa diterima oleh teman-temannya, kebutuhannya akan kasih sayang dan rasa diterima tidak terpenuhi, oleh karena itu dia mungkin akan memiliki satu teman dan memisahkan diri yang lain. Sebagai guru, kita bisa membangun hubungan yang bisa membangun kepercayaan dan keintiman dengan anak ini. Konsep 5 kebutuhan dasar manusia tidak hanya berlaku bagi anak-anak atau murid-murid, namun juga bagi manusia dewasa, dalam setting sekolah adalah para tenaga pendidik dan kependidikan. Lihatlah para guru di sekolah Anda. Dapatkan Anda memprediksi kira-kira guru mana yang memiliki kebutuhan dasar yang tinggi akan penguasaan, kebebasan, kesenangan, atau kasih sayang dan rasa diterima? Kebutuhan dasar mana yang sedang berusaha dipenuhi oleh guru ketika mereka melakukan sebuah tindakan tertentu? Kalau begitu, apa yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin sekolah berdasarkan konsep 5 kebutuhan dasar ini dalam rangka mewujudkan lingkungan dan budaya sekolah yang positif? Glasser menyatakan bahwa kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, maka perubahan perilaku positif dapat dimulai dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara yang positif. Tugas Mandiri Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Lingkaran Kebutuhan Dasar:
  • 70.
    58 | Modul1.4 - Budaya Positif 1. Coba pikirkan bagaimana selama ini Anda memenuhi kebutuhan dasar Anda. Isilah setiap bagian lingkaran dengan nama orang, benda atau apapun yang dapat memenuhi setiap kebutuhan dasar itu, dari kasih sayang dan rasa diterima, penguasaan, kesenangan, atau kebebasan. 2. Bila Anda mendapat empat gelas yang masing-masing diberi label kasih sayang dan rasa diterima, penguasaan, kebebasan, dan kesenangan, mana gelas yang paling penuh dalam diri Anda? Mana yang dianggap paling terpenuhi, setengah terpenuhi, atau seperempat kosong? Apa yang menghalangi gelas yang paling sedikit untuk terisi lebih banyak? 3. Sebutkan kebutuhan apa yang sedang berusaha dipenuhi?. a. Dinda, seorang anak kelas 3 SD, begitu tiba di rumah sepulang dari sekolah, menangis dan mengadu pada ibunya bahwa dia benci pada Ibu Rani, gurunya. Menurut Anda,
  • 71.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 59 kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Dinda, jika jawabannya seperti ini? Bila Anda berada dalam posisi Ibu Rani, dan mendengar informasi dari Ibunya Dinda tentang perasaan Dinda hari itu, apa yang akan Anda lakukan pada Dinda besok ketika Dinda masuk sekolah agar kebutuhan Dinda terpenuhi? Jawaban Dinda Kebutuhan Tindakan Anda “Ibu guru bilang, aku tidak boleh bersenandung sewaktu mengerjakan tugas, katanya kelas harus tenang, tidak ada suara. Kan nggak seru jadinya”. Kesenangan “Ibu guru tidak menyapaku hari ini, padahal aku pakai jepit rambut baru”. Kasih sayang dan rasa diterima “Aku bosen, masa belajarnya cuma gitu-gitu aja..dengerin Ibu Guru aja”. Kebebasan “Aku sebel, gambarku tidak rapi, malah Ibu guru nunjukin ke teman-temanku di depan kelas”. Penguasaan b. Tahun ini Dimas genap berusia 17 tahun. Ia senang sekali ketika ayahnya mulai mengajarkan cara menyetir mobil. Setiap akhir pekan ia berlatih menyetir. Ia terlihat senang sekali berlatih sampai akhirnya ia bisa menyetir mobil dengan baik dan lancar. Ketika Ibunya bertanya pada Dimas, apa yang membuat dia ingin bisa menyetir mobil, ketika jawaban Dimas adalah seperti ini, kebutuhan apa yang ingin dia penuhi? Jawaban Dimas Kebutuhan “Aku merasa bangga dan keren”. Penguasaan* “Biar bisa jalan-jalan naik mobil sama teman-temanku.” Kasih sayang dan rasa diterima* “Aku senang bisa pergi ke tempat-tempat yang aku suka.” Kebebasan*
  • 72.
    60 | Modul1.4 - Budaya Positif “Menyetir mobil itu seru.” Kesenangan* c. Ichsan, siswa kelas 10A, SMA Karakter Mulia. Ia anak yang pendiam dan pemalu. Selama jam istirahat, ia lebih banyak membaca buku di perpustakaan atau berdiam diri di kelas. Hari itu adalah hari technical meeting lomba debat antar SMA yang juga diikuti oleh tim debat SMA Karakter Mulia. Tiba-tiba ada kabar bahwa Adit, anak kelas 10B, yang sudah didaftarkan mengikuti lomba debat mewakili sekolah, sakit demam berdarah dan dirawat di Rumah Sakit sehingga tidak bisa menghadiri acara technical meeting lomba debat di hari itu. Kepala sekolah bertanya pada guru-guru, siapa yang sebaiknya menggantikan Adit. Guru-guru sepakat merekomendasikan Ichsan karena kinerjanya yang bagus di pelajaran Bahasa Inggris dan pengetahuannya yang luas. Ichsan akhirnya menghadiri technical meeting hari itu. Setelah itu ia berlatih debat bersama anggota tim debat yang lain, Shinta dan Indra, di bawah bimbingan Pak Frans, guru pelatih debat. Mereka mewakili sekolah, dan tim debat SMA Karakter Mulia menjadi juara umum. Sejak saat itu Ichsan berubah menjadi anak yang lebih percaya diri, tidak pemalu dan pendiam lagi. Semua murid dan guru mengenalnya sebagai Ichsan si juara kompetisi debat. Pada jam istirahat ia banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia juga semakin rajin berlatih debat dan mengikuti berbagai lomba debat. Ia menjadi ketua klub debat di sekolahnya. Ia giat mempromosikan klub debat agar anggotanya bertambah dan ia juga bersemangat melatih juniornya di klub debat sekolah. Kira-kira kebutuhan dasar mana yang terpenuhi pada Ichsan sehingga membuatnya berubah? Jelaskan. Apa peran guru dan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dasar Ichsan? d. Pak Zulfikar adalah kepala sekolah yang baru ditugaskan di SMP Bina Generasi Muda. Sejak kedatangannya di sekolah itu, Pak Zulfikar mencoba untuk menyesuaikan diri
  • 73.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 61 dengan lingkungan di sekolah tersebut. Sebagian besar guru-guru dapat menerima kehadiran Pak Zulfikar. Namun, ada beberapa guru yang selalu bereaksi negatif pada kebijakan-kebijakannya, dan dengan frontal mengemukakannya di rapat guru mingguan, salah satunya Pak Maliq. Dalam rapat guru mingguan, Pak Maliq seringkali mempertanyakan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pak Zulfikar tanpa argumen yang kuat. Rekan-rekannya sesama guru heran dengan perilaku Pak Maliq ini karena sebelumnya ia dikenal sebagai seorang guru yang selalu mengikuti kebijakan kepala sekolah bahkan selama ini cenderung diam bila di rapat guru. Pak Hanafi, sahabat Pak Maliq, mencoba mendekatinya dan menanyakan apa yang menyebabkan ia bertindak seperti itu. Ada beberapa kemungkinan jawaban yang diberikan Pak Maliq. Identifikasi kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh Pak Maliq jika responnya seperti di kolom sebelah kiri. Bila Anda berada dalam posisi Pak Zulfikar, dan mendengar informasi dari Pak Hanafi tentang alasan Pak Maliq melakukan hal itu, apa yang akan Anda lakukan pada Pak Zulfikar agar kebutuhannya terpenuhi? Jawaban Pak Maliq Kebutuhan Tindakan Anda “Iseng aja sih aku sebenarnya. Aku senang lihat kepsek baru itu kebingungan kalau kutanya-tanya di rapat. (Kesenangan) “Ya biar dia kenal sama aku dan aku ingin nantinya bisa deket sama dan dan kerja bareng sama dia, kayaknya orangnya baik sih. (Cinta dan Kasih sayang) “Saya sebenarnya gak paham beliau bicara apa tadi Pak Zulfikar, makanya saya tanya- tanya saja, daripada saya kelihatan tidak paham. Masa aku yang udah guru senior disini tapi kelihatan ga paham. Malu dong” (Penguasaan) “Gaya ngomongnya Pak Zulfikar itu monoton sekali ya. Bosan jadi (Kebebasan)
  • 74.
    62 | Modul1.4 - Budaya Positif mendengarnya, saya pikir tidak akan selesai-selesai, ngomongnya begitu saja, gak ada cara lain ya untuk menyampaikan materi dia Tugas Mandiri A. Cobalah isi kuesioner ini berdasarkan situasi yang sesuai dengan diri Anda. Setelah itu, jumlahkan hasil dari masing-masing kategori dalam tabel berikutnya. 1 (Tidak Benar) 3 (Kadang Kadang) 5 (Sangat benar) 1. Saya senang berteman 1 3 5 2. Mudah bagi saya berbicara dengan siapapun 1 3 5 3. Saya suka mengobrol lewat telepon 1 3 5 4. Saya suka bekerja dengan orang lain 1 3 5 5. Saya menghabiskan banyak waktu dengan orang lain 1 3 5 6. Saya ingin orang-orang menyukai saya 1 3 5 7. Saya ingin membuat orang-orang bangga dengan saya 1 3 5 8. Apa yang teman teman saya pikir tentang saya itu penting 1 3 5 9. Saya lebih suka bekerja sama daripada bekerja sendiri 1 3 5 10. Saya senang bertemu orang orang baru 1 3 5 11. Saya tidak suka membuat kesalahan 1 3 5 12. Saya suka melihat orang lain sebelum saya mencoba hal baru 1 3 5 13. Saya tidak suka perubahan 1 3 5 14. Saya ingin ruang kerja atau meja kerja saya rapi 1 3 5
  • 75.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 63 15. Saya ingin terlihat sangat baik dengan apa yang saya lakukan 1 3 5 16. Penampilan saya sangat penting bagi saya 1 3 5 17. Saya takut mencoba hal hal baru 1 3 5 18. Saya suka menjadi “benar” 1 3 5 19. Saya suka menyelenggarakan aktivitas 1 3 5 20. Jika tidak suka sesuatu berjalan tidak sesuai keinginan saya 1 3 5 21. Saya suka memiliki pilihan 1 3 5 22. Saya adalah orang yang aktif 1 3 5 23. Duduk di sekolah adalah hal yang sulit untuk saya 1 3 5 24. Saya tidak suka membaca dalam jangka waktu lama 1 3 5 25. Saya senang mencoba hal hal baru 1 3 5 26. Saya akan bermain sendiri jika saya mau 1 3 5 27. Apa yang saya pakai tidak berpengaruh bagi saya 1 3 5 28. Saya tetap akan melakukan suatu hal walau teman teman saya tidak suka. 1 3 5 29. Saya tidak suka disuruh–suruh 1 3 5 30. Kerapian tidak berpengaruh bagi saya 1 3 5 31. Saya sering tertawa 1 3 5 32. Saya memiliki koleksi 1 3 5 33. Saya senang memberitahu lelucon 1 3 5 34. Saya senang membuat orang lain tertawa 1 3 5 35. Orang berpikir saya “bodoh” 1 3 5 36. Saya suka bermain macam-macam permainan 1 3 5 37. Menurut saya ada banyak hal yang lucu 1 3 5
  • 76.
    64 | Modul1.4 - Budaya Positif 38. Menurut saya sekolah menyenangkan 1 3 5 39. Saya suka bernyanyi/menari saat musik bermain 1 3 5 40. Orang pikir saya lucu 1 3 5 Lihatlah skor jawaban Anda di LMS untuk masing-masing kelompok nomor di bawah ini: #1-10 #11-20 #21-30 #31-40 B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dan berilah minimal 2 tanggapan atas jawaban rekan Anda 1. Menurut Anda, pertanyaan nomor 1 sampai 10 mencerminkan kebutuhan apa? Bagaimana dengan pertanyaan nomor 11 sampai 20? 21 sampai 30? dan 31-40? 2. Lihatlah hasil Anda, yang mana yang paling besar angkanya? Kebutuhan mana yang paling tinggi? Apakah hasilnya sesuai dengan yang Anda rasakan selama ini? 3. Apakah Anda telah bisa memenuhi kebutuhan dasar Anda sesuai dengan tingkatan yang Anda butuhkan? Apa yang Anda rasakan bila kebutuhan Anda tidak terpenuhi? Pernahkah Anda berusaha memenuhi kebutuhan dasar Anda dengan cara yang negatif? C. Mintalah murid-murid Anda mengisi kuesioner di atas dan kelompokkan hasilnya berdasarkan skor tinggi pada kebutuhan dasar; kasih sayang dan rasa diterima (nomor 1-10), kekuasaan (11-20) kebebasan (21-30), dan kesenangan 31-40). Dari hasil tersebut, apakah ada kesadaran-kesadaran baru yang Anda dapatkan tentang murid-murid Anda? Apa yang Anda akan lakukan setelah ini? D. Mintalah izin kepada Kepala Sekolah Anda untuk menyampaikan teori 5 Kebutuhan Dasar Manusia ini pada rekan-rekan guru pada saat rapat guru. Guru-guru juga diminta mengisi kuesioner ini, setelah itu analisis jawabannya bersama-sama. Kebutuhan mana yang paling tinggi skornya, mana yang paling rencah. Bagaimana para guru melihat informasi tentang kebutuhan dasar mereka sendiri dan dihubungkan dengan motivasi mereka dalam melakukan
  • 77.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 65 sesuatu. Adakah hal yang menarik yang mereka temukan? Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak, Setelah belajar tentang 3 Motivasi Perilaku Manusia di modul 1.2 dan 5 Kebutuhan Dasar Manusia untuk memahami alasan-alasan yang mendasari tindakan manusia, mari kita belajar tentang Dunia Berkualitas dengan membaca deskripsi di bawah ini: Dunia Berkualitas Dunia Berkualitas Anda adalah tempat khusus dalam pikiran Anda, tempat Anda menyimpan gambaran representasi dari semua yang Anda inginkan: bisa berisi orang- orang, hal-hal dan apa saja yang terbaik dalam hidup Anda dan membuat Anda merasa bahagia dan terpenuhi kebutuhan dasar Anda. Dr. William Glasser menyebutnya seperti semacam album foto sehingga isinya tidak akan terlalu banyak, hanya akan terdiri dari beberapa hal saja yang sangat signifikan dan benar-benar terbaik dalam hidup Anda yang membuat hidup Anda menjadi lebih bermakna. Kebutuhan dasar bersifat lebih umum dan universal, sedangkan dunia berkualitas lebih unik dan personal. Orang, tempat, benda, nilai-nilai, dan kepercayaan yang penting bagi Anda akan termasuk di sana. Untuk masuk ke dunia berkualitas, syaratnya adalah bahwa sesuatu itu harus terasa sangat baik bagi Anda dan memenuhi setidaknya satu atau lebih kebutuhan dasar Anda. Dalam menentukan segala sesuatu yang masuk dalam dunia berkualitas, tidak perlu kita terlalu mempertimbangkan standar masyarakat tentang apa saja yang penting dan yang tidak. Gambaran dunia berkualitas adalah unik dan spesifik untuk setiap orang. Jika Anda bisa hidup di dunia berkualitas Anda, hidup akan sempurna buat Anda, tapi sayangnya, Anda tidak bisa tinggal di sana. Murid kita juga mempunyai gambaran dunia berkualitas mereka. Tentunya sebagai guru kita ingin mereka memasukkan hal-hal yang bermakna dan nilai-nilai kebajikan yang hakiki ke dalam dunia berkualitas mereka. Bila guru dapat membangun interaksi yang memberdayakan dan memerdekakan murid, maka murid akan meletakkan dirinya sendiri sebagai individu yang positif dalam dunia berkualitas karena mereka menghargai nilai-nilai kebajikan. Disarikan dari Berbagai Sumber Tugas Mandiri Dalam lingkaran di bawah ini, buatlah gambar atau kata-kata yang menggambarkan hal-hal yang Anda
  • 78.
    66 | Modul1.4 - Budaya Positif miliki dalam Dunia Berkualitas Anda saat ini. Dunia Berkualitas Saya Untuk membantu Anda, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini: - Siapakah orang-orang yang paling penting dalam hidup Anda? - Nilai-nilai kebajikan apa yang terpenting dalam hidup Anda? - Kalau Anda menjadi orang yang ideal, karakter atau sifat apa yang Anda paling inginkan ada pada diri Anda? - Apa pencapaian Anda yang Anda sangat banggakan? - Apa pekerjaan ideal bagi Anda? - Ceritakan bagian perjalanan hidup Anda, dimana Anda merasa itulah titik puncak hidup Anda?
  • 79.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 67 - Apa yang paling bermakna dalam hidup Anda? Setelah belajar mengenai dunia berkualitas, mari kita pikirkan, bagaimana kira-kira murid-murid kita dan guru-guru di sekolah kita selama ini meletakkan sekolah dan pengalaman mereka di sekolah sehubungan dengan dunia berkualitas? Apakah di dalamnya atau di luar dunia berkualitas? Bila anda berada dalam posisi sebagai pemimpin di sekolah Anda, bagaimana Anda akan menggunakan informasi tentang kegiatan dunia berkualitas yang dilakukan oleh murid-murid dan guru-guru di sekolah Anda dalam proses pembentukan budaya positif? Pembelajaran 2.5: Restitusi - Lima Posisi Kontrol Tujuan Pembelajaran Khusus: ● CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk murid-muridnya. ● CGP dapat menerapkan disiplin restitusi di posisi Manajer, minimal pemantau agar dapat menghasilkan murid yang bertanggung jawab, mandiri dan merdeka. ● CGP dapat menganalisis secara kritis, reflektif, dan terbuka atas penemuan diri yang didapatkan dari mempelajari 5 posisi kontrol. Pertanyaan Pemantik: Bacalah kasus-kasus di bawah ini, dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang tersedia: ● Tisa dan Hana dipanggil masuk ke ruangan Ibu Dewi, kepala sekolah SMA Makmur. Ibu Dewi baru saja mendapatkan pengaduan dari ibunda Tisa, bahwa Hana menggunakan kata-kata kasar, dan merendah-rendahkan Tisa di sosial media. ● Anto jarang sekali hadir di pembelajaran jarak jauh, dan pada saat hadir pun, Anto seringkali menggunakan kata-kata kasar di kolom chat mengejek teman-
  • 80.
    68 | Modul1.4 - Budaya Positif temannya. Hal ini sudah sangat mengganggu dan beberapa orang tua murid yang mengikuti pembelajaran daring mengeluhkan tentang perilaku Anto di pembelajaran jarak jauh. Bila Anda adalah seorang kepala sekolah, penerapan disiplin apakah yang akan Anda lakukan untuk kasus Hana dan kasus Anto? Mengapa? Bahas dengan rekan CGP Anda, dan bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama? Bila berbeda, utarakan masing-masing pandangan Anda. Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak, Berikut ini akan disampaikan suatu program disiplin positif yang berpusat pada murid, yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut dengan 5 Posisi Kontrol. Lima Posisi Kontrol: Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang- ruang kelas mereka selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini: Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata: “Patuhi aturan saya, atau awas!” “Kamu selalu saja salah!”
  • 81.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 69 “Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai” Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia. Pembuat Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: “Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu” “Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?” “Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?” Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya. Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata: “Ayo bantulah, demi bapak ya?” “Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?” “Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”. Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut. Pemantau: Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung
  • 82.
    70 | Modul1.4 - Budaya Positif jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau: “Peraturannya apa?” “Apa yang telah kamu lakukan?” “Sanksi atau konsekuensinya apa?” Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid. Manajer: Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas) “Apakah kamu meyakininya?” “Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?” “Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?” “Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?” Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing
  • 83.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 71 murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat. Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman. Di bawah ini adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan Pendidikan Luhur (2007) di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah. Selanjutnya ada dialog antara seorang guru dengan murid tersebut, serta bagaimana guru tersebut menjalankan disiplin dengan menggunakan kelima posisi kontrol untuk kasus yang sama: Adi yang terlambat hadir di sekolah. Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik): “Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?” Tanyakan kepada diri Anda: Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat? Hasil: Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku. Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat
  • 84.
    72 | Modul1.4 - Budaya Positif pada anak, lesu): “Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.” Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini? Hasil: Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain. Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum jenaka) “Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum). Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini? Hasil: Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain. Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal): Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?” Adi: “Tahu Pak!” Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti konsekuensi yang harus dilakukan bila terlambat?” Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan tugas ketertinggalan saya.” Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus tinggal di kelas untuk menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu” Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini? Hasil: Murid memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. Guru tetap harus memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat
  • 85.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 73 karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri. Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid): Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?” Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!” Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah ini?” Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.” Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa hadir tepat waktu ke sekolah?” Adi: “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.” Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri” Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini? Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid. Fokus ada pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa konsekuensinya apa peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru. Selanjutnya, silakan Anda melihat video di LMS tentang kasus murid yang terlambat dengan kelima posisi kontrol Restitusi - Diane Gossen. Diharapkan setelah Anda melihat video tersebut Anda memiliki pemahaman yang lebih baik tentang Restitusi - 5 Posisi Kontrol, seperti tertera di tabel di bawah ini: 5 POSISI KONTROL RESTITUSI MOTIVASI MOTIVASI EKSTERNAL MOTIVASI INTRINSIK IDENTITAS GAGAL IDENTITAS SUKSES
  • 86.
    74 | Modul1.4 - Budaya Positif PERILAKU KONTROL NEGATIF PERILAKU KONTROL POSITIF KONTROL DIRI PENGHUKUM PEMBUAT MERASA BERSALAH TEMAN PEMANTAU MANAJER Guru Berbuat: Menghardik Menunjuk- nunjuk Menyakiti Menyindir Berceramah, Menunjukkan kekecewaan mendalam Membuatkan alasan-alasan untuk murid- muridnya. Menghitung dan mengukur Mengajukan pertanyaan- pertanyaan Guru Berkata: “Kalau kamu tidak melakukannya, saya akan…” “Kamu sudah mengecewakan Ibu/Bapak” “Lakukan demi Bapak/Ibu” “Ya sudah nanti Bapak/Ibu bantu bereskan” “Apa peraturannya?” “Apa konsekuensinya?” “Apa yang telah kamu lakukan?” “Apa yang terjadi sekarang?” “Apa yang kita yakini? Apa kamu meyakini hal tersebut?” “Kalau kamu meyakininya, maukah kamu memperbaikinya?” “Kalau kami memperbaikinya, jadi kira-kira hal tersebut akan menggambarkan apa tentang dirimu?” Hasil: Memberontak Pendendam Menyalahkan orang lain Menyembunyi- kan Menyangkal Berbohong Ketergantungan Menyesuaikan bila diawasi. Menguatkan watak/karakter Murid Berkata: “Saya tidak peduli” “Maafkan saya”. “Saya pikir Bapak/Ibu teman saya” “Saya akan dapat berapa bintang kalau melakukan hal tersebut?” “Jika sudah melakukan hal tersebut, saya akan mendapatkan apa?” “Bagaimana caranya agar saya bisa memperbaiki keadaan ini?” “Saya akan memperbaiki masalah ini dengan…” Dampak pada Murid: Mengulangi kesalahan berulang kali. Perilaku menjadi agresif Rendah diri Merasa gagal dan tidak berharga Tergantung Tidak mandiri dan tidak bisa memutuskan Menitikberatkan pada dampak pada diri sendiri, mendapatkan hadiah atau mendapatkan hukuman. Mengevaluasi diri bagaimana menjadi diri yang lebih baik. Kaitan dengan Dunia Berkualitas Murid meletakkan guru di luar Dunia Berkualitas. Murid meletakkan guru di dalam Dunia Berkualitas. Murid meletakkan guru sebagai orang penting dalam Dunia Berkualitas. Murid meletakkan guru, peraturan di Dunia Berkualitas. Murid meletakkan dirinya sebagai individu yang positif dalam Dunia Berkualitas.
  • 87.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 75 Tugas Anda: Silakan Anda melakukan kegiatan di bawah ini secara mandiri, berdasarkan pemahaman Anda setelah membaca tentang 5 posisi kontrol. 1. Pada tabel berikut, isilah kolom “Siapa yang Mengatakan” dengan posisi kontrol mana menurut Anda yang sering mengucapkan pernyataan-pernyataan tersebut. Pernyataan/Kalimat Siapa yang Mengatakan? “Saya kecewa sekali dengan kamu…” “Kamu tidak pernah benar melakukannya….” “Ayolah, lakukan demi saya ya….” “Apakah kamu mau mendapatkan stiker bintang hari ini?” “Bagaimana kamu bisa menyelesaikan masalah ini?” “Kamu selalu yang paling terakhir…” “Kamu tidak akan mendapatkan bintang bila tidak menyelesaikan tugas ini ya?” “Berapa kali sih saya sudah mengatakan kepada kamu?” “Ingat bukan, apa yang telah saya lakukan untuk kamu? “Kamu tidak akan pernah berhasil dalam kehidupan ini” “Apa rencanamu untuk menyelesaikan ini?” 2. Saat ini Anda Di mana? Lihatlah kedua garis posisi kontrol di bawah ini. Garis yang pertama adalah posisi kontrol Anda di rumah, mungkin sebagai seorang ibu/ayah/kakak/paman/bibi, dan garis kedua
  • 88.
    76 | Modul1.4 - Budaya Positif adalah posisi kontrol Anda di tempat kerja sebagai guru/kepala sekolah. Bagaimana posisi kontrol Anda selama ini menjalankan disiplin positif di kedua tempat tersebut. Isi dan refleksikan posisi Anda selama ini di kedua garis tersebut. 1 2 3 4 5 Penghukum Pembuat Rasa Bersalah Teman Pemantau Manajer (Di rumah) 1 2 3 4 5 Penghukum Pembuat Rasa Bersalah Teman Pemantau Manajer (Di tempat kerja/sekolah) Setelah mengisi di mana posisi kontrol Anda selama di rumah maupun di sekolah, tanyakan diri, “Apakah saya berbeda menghadapi anak/keponakan dengan menghadapi murid-murid saya?” Mengapa berbeda? Setelah pelatihan ini, cobalah mengisi garis posisi kontrol ini, dan bandingkan dengan posisi Anda setelah mengikuti pelatihan. Adakah perbedaan? Mengapa? Bagaimana untuk sampai di posisi Manajer, apa yang perlu terjadi? Pembelajaran 2.6: Restitusi - Segitiga Restitusi Tujuan Pembelajaran Khusus: ● CGP menjelaskan restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah. ● CGP dapat menerapkan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi murid merdeka. ● CGP dapat menganalisis dengan sikap reflektif dan kritis penerapan disiplin positif di lingkungannya. Bapak/Ibu calon guru penggerak,
  • 89.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 77 Setelah Anda mengetahui tentang apa itu restitusi, tentunya Anda ingin mengetahui bagaimana cara melakukannya. Diane Gossen dalam bukunya Restitution; Restructuring School Discipline, (2001) telah merancang sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle. Sebelumnya marilah kita tonton dahulu video sebuah penanganan kasus yang dilakukan guru dengan menggunakan pendekatan Segitiga Restitusi. Setelah melihat video tersebut silakan Anda melihat bagan berikut tentang 3 sisi dari Segitiga Restitusi. Proses tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari Teori Kontrol, yaitu: Langkah Teori Kontrol 1 Menstabilkan Identitas Stabilize the Identity Kita semua akan melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan 2 Validasi Tindakan yang Salah Validate the Misbehaviour Semua perilaku memiliki alasan 3 Menanyakan Keyakinan Seek the Belief Kita semua memiliki motivasi internal Ketiga strategi tersebut direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi. Langkah- langkah tersebut tidak harus dilakukan satu persatu secara kaku. Banyak guru yang sudah menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-masing bahkan tanpa mengetahui tentang teori restitusi.
  • 90.
    78 | Modul1.4 - Budaya Positif Gambar 1. Segitiga Restitusi 1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity) Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini: ● Berbuat salah itu tidak apa-apa. ● Tidak ada manusia yang sempurna ● Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu. ● Kita bisa menyelesaikan ini. ● Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini. ● Kamu berhak merasa begitu. ● Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?
  • 91.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 79 Kalau kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak mungkin, buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi anak-anak saat mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan bahwa bila mereka mengatakan kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah situasi yang sulit menjadi kooperatif. Ketika seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian otak yang berfungsi untuk berpikir rasional, seperti yang Bapak Ibu CGP telah pelajari di modul 1.2 tentang konsep otak 3-in-1 (Triune). Saat itulah ketika kita harus menstabilkan identitas anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa memperburuk keadaan, kita sebaiknya membantu anak untuk tenang dan kembali ke suasana hati dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan. Tentu akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus pada kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras energi. Rasa bersalah membutuhkan energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk mencari penyelesaian masalah. Kedua, ketika kita merasa bersalah, kita mengalami identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan cenderung untuk menyalahkan orang lain atau mempertahankan diri, daripada mencari solusi. Ketiga, perasaan bersalah membuat kita terperangkap pada masa lalu dimana kita sudah tidak bisa berbuat apa- apa lagi. Kita hanya bisa mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini dan masa datang. Sisi 2: Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehavior) Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki
  • 92.
    80 | Modul1.4 - Budaya Positif maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka. ● “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?” ● “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu” ● “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”. ● “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.” Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori kontrol menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada, namun sebetulnya tujuannya untuk menunjukkan bahwa guru memahami alasan di balik tindakan murid. Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah, namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami. Para guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang
  • 93.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 81 tadinya tidak terjangkau, menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini menguntungkan bagi murid dan guru karena guru akan berada dalam posisi siswa, dan karena itu akan memiliki perspektif yang berbeda. Sisi Ketiga: Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief) Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga. ● Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga? ● Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati? ● Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal? ● Kamu mau jadi orang yang seperti apa? Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan? Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya? Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya menjadi orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut. Tugas Mandiri Bacalah skrip di bawah ini dan jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawahnya: Mario dan Adi merupakan murid kelas 8 di SMP Tunas. Pada jam istirahat makan siang, saat semua anak lain bermain di luar kelas, mereka diajak bicara oleh guru wali kelas mereka, Bapak Joko, di ruang kelas.
  • 94.
    82 | Modul1.4 - Budaya Positif Pak Joko: Mario, Adi, Bapak tadi dengar laporan dari guru piket di kantin, sepertinya kalian dalam masalah ya. Ada yang bisa Bapak bantu? Apa yang terjadi? Mario dan Adi: Iya Pak. Tadi pada jam istirahat pagi, kami main lempar-lemparan makanan di kantin, tapi tidak sengaja malah kelempar kena wajah Ibu Dina, kepala sekolah, ketika beliau sedang berjalan. Pak Joko: Kalian main lempar-lemparan makanan di kantin kena wajah Ibu Dina ketika beliau sedang lewat? Mario dan Adi: Iya Pak (Dengan wajah sedih dan muka menunduk) Pak Joko: Adi, ada informasi yang kamu mau tambahkan? Adi: Kami tidak bermaksud melakukannya, tapi ... Pak Joko: Tapi.. Adi: Tapi kami tidak sengaja Pak Joko: Apakah kalian tahu kalau kalian berada dalam masalah sekarang? Mario dan Adi: Iya Pak Joko: Baiklah. Bapak disini bukan untuk mencari siapa yang salah, Bapak disini untuk mencari penyelesaian sama-sama, berpikir sama-sama tentang apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki situasi ini. Kalian pasti melakukan itu ada alasannya ya. Pasti seru ya main lempar-lemparan makanan begitu Mario dan Adi: Iya Pak.. Pak Joko: Ya Bapak bisa melihat kalian merasa senang melakukannya, tetapi yang kalian lakukan merugikan orang lain, sehingga sekarang kalian dalam masalah. Mario dan Adi: Iya pak Pak Joko: Sekarang mari kita bicara tentang keyakinan kelas dan keyakinan sekolah kita. Apa yang kita percaya? Yang mana yang kalian belum tunjukkan?
  • 95.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 83 Mario: Kita harus bersikap baik satu sama lain Ad:i Menghormati orang lain dan menghormati dirimu sendiri. Pak Joko: Kalian berdua ingat dengan baik keyakinan kelas kita Kita kembali pada ketika kalian main lempar-lemparan makanan dan mengenai Ibu Dina, apakah ketika kalian melakukan itu kalian menghormati orang lain dan lingkungan? Mario dan Adi: Tidak Pak Joko: Tapi kalian mendapatkan rasa senang. Menurut Bapak, ada cara untuk mendapatkan rasa senang, tanpa merugikan orang lain. Bagaimana menurut kalian? Mario dan Adi: Iya Pak Pak Joko Nah sekarang mari kita selalu mengindahkan keyakinan kelas kita. besok kita ke kantin, dan kalian bisa berperilaku lebih baik lagi. Setelah tiga tahap itu dilakukan, guru dapat menanyakan pada anak-anak, apa yang ingin mereka lakukan untuk memperbaiki situasi saat itu. Disinilah restitusi dapat dilakukan. Tugas Anda 1. Dari 5 posisi kontrol, posisi mana yang dipraktikkan oleh guru? Jelaskan. 2. Kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Mario dan Adi? 3. Apa yang dikatakan guru dalam tahap Menstabilkan Identitas, Validasi Tindakan yang Salah, dan Menanyakan Keyakinan? 4. Kira-kira sesuai prinsip restitusi, apa yang akan dilakukan Mario dan Adi untuk memperbaiki kesalahan mereka pada Ibu Dina? Peran Fasilitator: 1. memastikan CGP melakukan eksplorasi mandiri mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif 2. memastikan CGP menjawab pertanyaan-pertanyaan pada setiap konsep inti 3. memastikan CGP aktif dalam forum diskusi secara tertulis
  • 96.
    84 | Modul1.4 - Budaya Positif 4. memberikan umpan balik terhadap respon CGP di forum diskusi tertulis Standar Nasional Pendidikan Dalam penerapan program disiplin positif, hendaknya guru memiliki standar kepribadian, profesional, dan sosial yang baik, dimana guru mampu berefleksi pada posisi kontrolnya saat ini; bagaimana perjalanan dirinya sebagai seorang ‘Among’ (posisi manajer) yang menuntun murid-murid menjadi insan yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab.
  • 97.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 85 Pembelajaran 3 - Ruang Kolaborasi Durasi: 6 JP Jenis Kegiatan: Kegiatan forum diskusi dengan CGP lain Tujuan Pembelajaran Khusus: 1. CGP dapat menganalisis kasus-kasus yang disediakan berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif bersama CGP lain dalam Komunitas Praktisi 2. CGP dapat mempresentasikan hasil analisis studi kasus berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Pada tahap ruang kolaborasi ini, Anda akan berkolaborasi dengan CGP lain untuk membuat komunitas praktisi. Ruang kolaborasi ini akan terbagi menjadi dua bagian yaitu kerja kelompok (3JP) dan forum diskusi sinkronus bersama fasilitator(3JP). 1. Kerja Kelompok (2 JP) Pada sesi ini, CGP akan melakukan kerja kelompok dengan ketentuan sebagai berikut. a. Dalam kelompok masing-masing, pelajari kasus-kasus yang disediakan. b. Lakukan analisis mendalam terhadap kasus-kasus yang disediakan dan jawablah pertanyaan-pertanyaan di tiap kasus yang disajikan. Kasus 1: Guru Matematika dan wali kelas 8, Ibu Santi sakit, sehingga tidak dapat masuk dan mengajar. Akhirnya dicarikan guru pengganti, Ibu Eni. Ibu Eni baru 2 tahun menjadi guru SMP. Beberapa murid perempuan, Fifi dan Natali, mengetahui hal ini dan mulai menggunakan kesempatan dan bersikap seenaknya, tertawa dan tidak mengindahkan kehadiran Ibu Eni. Ibu Eni mencoba menyapa Fifi dan Natali dengan ramah, sambil mengingatkan mereka untuk tetap fokus pada pengerjaan tugas, “Ayolah tugasnya dikerjakan, nanti Ibu ditegur Bapak Kepala Sekolah kalau kalian tidak kerjakan tugas. Tolong bantu Ibu ya?” Namun Fifi dan Natali malah jadi tertawa, “Ah Ibu, santai saja bu”. Mereka tetap tidak mengerjakan tugas dan malah mengobrol. Keesokan harinya, Ibu Santi memanggil Fifi dan Natali serta menanyakan tentang laporan
  • 98.
    86 | Modul1.4 - Budaya Positif Ibu Eni. Ibu Santi menanyakan apakah mereka bersedia melakukan memperbaiki permasalahan yang ada? Fifi dan Natali sempat ragu-ragu dan membela diri, namun pada akhirnya mengatakan akan meminta maaf. Ibu Santi menanggapi bahwa tindakan itu boleh saja dilakukan bila mereka sungguh-sungguh ingin meminta maaf, namun Ibu Santi menanyakan kembali, apa yang mereka bisa lakukan untuk menggantikan rasa tidak dihormati Ibu Santi? Baik Fifi maupun Natali mengakui bahwa perilaku mereka tidak sesuai dengan Keyakinan Kelas. Ibu Santi melanjutkan kembali apa yang akan mereka lakukan untuk memperbaiki masalah, apakah ada gagasan? Setelah berpikir sejenak, Natali dan Fifi mengusulkan bagaimana kalau mereka mengadakan sebuah diskusi kelompok dengan teman-teman sekelasnya. Tema yang mereka pilih adalah penerapan keyakinan kelas, terutama tentang sikap saling menghormati dan bagaimana penerapannya di kehidupan sehari-hari di sekolah. Usulan kedua adalah mengirim email kepada Ibu Eni tentang gagasan mereka tersebut. Mereka pun memberitahu Ibu Eni bahwa mereka telah memberitahu Kepala Sekolah, Pak Hasan, bila lain waktu ada ketiadaan guru, maka mereka akan mengusulkan Ibu Eni sebagai guru pengganti. ● Dalam kasus di atas, langkah-langkah restitusi apa saja yang sudah dijalankan oleh Ibu Santi? ● Menurut Anda, apakah restitusi yang diusulkan Fifi dan Natali sudah sesuai dengan pelanggaran yang telah dibuat? Apakah langkah-langkah restitusi yang telah diusulkan mereka? ● Dalam kasus di atas, posisi apakah yang telah diambil oleh Ibu Eni dalam menangani Fifi dan Natali? Jelaskan jawaban Anda. ● Jika Anda adalah Pak Hasan, bagaimana Anda menyikapi langkah yang ditempuh Ibu Santi? Kasus 2: Sabrina hari itu bangun terlambat, dan terburu-buru sampai di sekolah. Dia pun akhirnya sampai di gerbang sekolah, tapi baru menyadari kalau tidak menggunakan sepatu hitam seperti tertera di peraturan sekolah. Di depan pintu kelas, Bapak Lukman memperhatikan sepatu Sabrina yang berwarna coklat. Sabrina berusaha menjelaskan bahwa dia terburu-buru dan salah mengenakan sepatu. Pak Lukman menanyakan Sabrina, apa peraturan sekolah tentang seragam warna sepatu. Sabrina menjawab sudah mengetahui sepatu harus berwarna hitam, namun terburu-buru dan salah mengenakan sepatu, selain tidak mungkin kembali pulang
  • 99.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 87 karena rumahnya jauh sekali. Pak Lukman tetap bersikeras pada peraturan yang berlaku dan mengatakan, “Ya sudah, kamu sudah melanggar peraturan sekolah. Kamu salah. Sudah terlambat, salah pula warna sepatunya. Segera buka sepatumu kalau tidak bisa mengenakan warna sepatu sesuai peraturan”. Sabrina meminta maaf dan memohon kembali kepada pak Lukman agar tetap dapat mengenakan sepatunya dan berjanji tidak akan mengulang kesalahannya. Namun pak Lukman tidak mau tahu, “Tidak, kamu telah melanggar peraturan sekolah, kalau tidak sanggup ambil sepatu di rumah atau diantarkan sepatu ke sekolah, ya sudah kamu tidak bersepatu saja seharian di sekolah. Sekarang copot sepatumu dan silakan belajar tanpa sepatu seharian.” Sabrina pun dengan berat hati mencopot sepatunya dan memberikannya kepada pak Lukman. Seharian dia tidak berani berkeliling sekolah karena malu, dan lebih banyak berdiam diri di kelas tanpa alas sepatu. ● Dalam kasus di atas, sikap posisi apakah yang diambil oleh Bapak Lukman? Jelaskan, apakah indikatornya? ● Bila Bapak Lukman mengambil posisi seorang Manajer, apa yang akan dikatakannya, pertanyaan-pertanyaan seperti apakah yang akan diajukan ke Sabrina? Jelaskan. ● Kira-kira bila Anda adalah Kepala Sekolah di sekolah tersebut, - Nilai kebajikan apa yang ingin dituju oleh peraturan harus berwarna hitam? - Bagaimana Anda menyikapi langkah yang diambil Pak Lukman mengenai kasus tersebut? Kasus 3: Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di papan tulis, namun beliau memperhatikan bahwa Fajar malah tidur-tiduran dan tampak acuh tak acuh pada pelajarannya. “Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3. Maju ke depan dan kerjakan di papan tulis”. Fajar pun tampak malas-malasan maju ke depan, dan sesampai di depan papan tulis pun, Fajar hanya diam terpaku, sambil memegang buku bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di tangannya. “Ayo Fajar makanya jangan tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah sana, duduk kembali, kira-kira siapa yang bisa?” Fajar pun kembali duduk di bangkunya. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi pada Fajar, seperti tidak memperhatikan, acuh tak acuh, dan nilai-nilainya pun tidak terlalu baik untuk pelajaran Bahasa Inggris. Pada saat ditegur oleh Ibu Dani, Fajar hanya menjawab, “Tidak tahu Bu”. Ibu Dani pun menjawab lirih, “Gimana kamu Fajar, kamu tidak kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Tidak kasihan
  • 100.
    88 | Modul1.4 - Budaya Positif sama Ibu?” dan Fajar pun diam membisu. ● Posisi kontrol apa yang diambil oleh Ibu Dani dalam pendekatannya kepada Fajar? ● Membaca sikap Fajar, kira-kira kebutuhan apa yang diperlukan oleh Fajar? ● Bilamana Ibu Dani mengambil posisi Pemantau, apa yang akan dilakukan atau dikatakan olehnya? Pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang akan diajukan? Jelaskan. ● Apabila Anda adalah kepala sekolah di sekolah Fajar dan mengetahui hal ini, bagaimana tindak lanjut Anda? Kasus 4: Anto dan Dino sedang bermain bersama di lapangan basket, dan tiba-tiba terlibat dalam sebuah pertengkaran adu mulut. Dino pun menjadi emosi dan mengadakan kontak fisik, menarik kemeja Anto dengan kasar, sampai 3 kancingnya terlepas. Pada saat itu guru piket langsung melerai mereka, dan membawa mereka ke ruang kepala sekolah. Ibu Suti sebagai kepala sekolah berupaya menenangkan keduanya, terutama Dino. “Dino sepertinya kamu saat ini sedang marah sekali.” Mendengar itu, Dino pun mengalir bercerita tentang kekesalan hatinya. Ibu Suti pun melanjutkan bahwa membuat kesalahan adalah hal yang manusiawi, dan bahwa mempertahankan diri adalah hal yang penting. Namun meminta Dino memikirkan cara lain yang mungkin lebih efektif, karena saat ini Dino berada di ruang kepala sekolah. Ibu Suti melanjutkan bertanya tentang keyakinan sekolah yang disepakati, serta apakah Dino bersedia memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anto? Dino pun akhirnya perlahan mengangguk. Kemudian Ibu Suti balik bertanya kepada Anto, hal apa yang bisa dilakukan Dino untuk memperbaiki masalah. Anto menjawab, “Saya perlu kancing saya diperbaiki bu. Ibu saya akan sangat marah kalau melihat kancing baju saya sampai copot 3 kancing begini.” Ibu Suti pun kembali bertanya ke Dino apakah yang akan dia lakukan untuk menggantikan 3 kancing Anto yang terlepas? Dino berpikir sejenak, namun menjawab, “Wah tidak tahu bu, saya lem kembali mungkin ya bu?” Ibu Suti berpikir sebentar dan menanggapi, “Kalau di lem akan mudah terlepas kembali Dino. Bagaimana kalau kamu menjahitkan saja, bersediakah kamu?” Dino tampak ragu-ragu dan menanggapi, “Menjahit? Mana saya tau bagaimana menjahit bu.” Ibu Suti meneruskan, “Apakah kamu bersedia belajar menjahit?” Dino berpikir sejenak, memandang kemeja Anto, dan menanggapi, “Yang mengajari saya siapa bu?” Dengan cepat Ibu Suti menjawab, “Pak Irfan, guru Tata Busana”. Dino kembali diam sejenak, memandang kemeja Anto yang tanpa kancing.
  • 101.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 89 Akhirnya Dino mengangguk tanda menyetujui dan sepanjang siang itu Dino belajar menjahit dan memperbaiki kemeja Anto. Terakhir kali terlihat kedua anak laki-laki tersebut, Dino dan Anto pada jam pulang sekolah, mereka sudah bercengkrama dan bersenda gurau kembali. ● Posisi kontrol apa yang telah dipraktikkan oleh Kepala Sekolah Ibu Suti? Hal-hal apa saja yang dilakukannya sehingga Anda berkesimpulan demikian? ● Dalam kasus tersebut, bagaimana Dino dikuatkan, bagaimana Anto dikuatkan oleh Ibu Suti? ● Kira-kira nilai-nilai kebajikan (keyakinan sekolah) apa yang dituju dalam kasus tersebut? Jelaskan. 2. Forum Diskusi Pada sesi dua di ruang kolaborasi ini, CGP akan berdiskusi secara virtual bersama fasilitator dengan ketentuan sebagai berikut: a. Setiap kelompok akan menyajikan hasil analisis studi kasus yang telah didiskusikan dalam kerja kelompok sebelumnya. b. Setiap kelompok penyaji akan mendapatkan satu kelompok hadirin yang bertugas memberikan tanggapan atau masukan konstruktif atas presentasi kelompok penyaji. Tentunya setelahnya kelompok lain dipersilakan memberikan tanggapan mereka juga. c. Perhatikan rubrik penilaian forum diskusi pada Rubrik Penilaian Ruang Kolaborasi. Rubrik Penilaian Ruang Kolaborasi
  • 102.
    90 | Modul1.4 - Budaya Positif Indikator/ Tingkatan Kolaborasi yang Hebat! (4) Sasaran Tercapai (3) Sudah Berkembang dengan Baik (2) Perlu Pembahasan Lanjut (1) Kualitas hasil analisis studi kasus (Bobot: 50%) Analisis studi kasus tajam dan didasarkan pada teori disiplin positif, posisi kontrol guru, dan segitiga restitusi. Ada unsur refleksi dari hasil analisis yang menarik dan/atau mengandung unsur tak terduga. Analisis studi kasus cukup tajam dan terperinci berdasarkan teori disiplin positif, posisi kontrol guru, dan segitiga restitusi. Namun, tidak terlihat unsur refleksi dari para anggota kelompok. Analisis kasus sudah berdasarkan teori disiplin positif, posisi kontrol guru, dan segitiga restitusi. Namun, analisis kurang jelas dan tajam. . Analisis studi kasus tidak tepat, tidak berdasarkan teori disiplin positif, posisi kontrol guru, dan segitiga restitusi. Efektivitas penyampaian/ penyajian studi kasus (Bobot: 25%) Penyampaian kelompok sangat baik. Penggunaan bahasa sangat komunikatif, pemilihan kata dan proyeksi vokal setiap anggota tampak harmonis dan kompak. Setiap anggota kelompok tampak berkontribusi dan bertanggung jawab, terlihat dari presentasi materi yang menjadi bagiannya. Penyajian secara keseluruhan sangat menarik untuk diikuti dan Penyampaian kelompok sudah baik. Menggunakan bahasa yang komunikatif, pemilihan kata- kata telah tepat dan tampak ada kerja sama dalam menyajikan materi presentasi. Penyajian secara keseluruhan mudah untuk diikuti. Penyampaian kelompok sudah bisa dilakukan, namun tampak belum utuh atau kurang persiapan. Belum tampak kekompakan anggota kelompok dan proyeksi vokal setiap anggota kelompok belum merata, ada yang dominan dan/atau kurang aktif. Penyampaian kelompok masih sangat kurang. Sepertinya kurang persiapan dan tidak terlihat bentuk kerja sama antara anggota kelompok. Hanya 1-2 orang yang dominan berbicara, dan yang lain tampak tidak menguasai materi atau kurang aktif.
  • 103.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 91 penyampaiannya pun mudah dicerna. Masukan dan/atau Tanggapan (Bobot 15%) Kelompok sangat aktif dan apresiatif dalam memberikan tanggapan dan/masukan konstruktif kepada kelompok penyaji. Seluruh anggota kelompok tampak menyimak dan memberikan perhatian penuh pada saat kelompok penyaji memberikan presentasi. Kelompok aktif memberikan tanggapan konstruktif kepada kelompok penyaji. Sebagian besar anggota kelompok memberikan perhatian kepada kelompok penyaji. Kelompok beberapa kali memberikan tanggapan kepada kelompok penyaji. Sebagian dari anggota kelompok tampak memberikan perhatian kepada kelompok penyaji. Kelompok tampak sedikit sekali atau tidak sama sekali memberikan masukan konstruktif pada kelompok penyaji. Kelompok tampak tidak tertarik sama sekali pada kelompok penyaji. Pengaturan Waktu (Bobot: 10%) Sangat baik dalam pengaturan waktu. Penyampaian materi padat dengan waktu yang sangat efektif. Waktu yang diberikan antara 3- 5 menit dipergunakan dengan sangat baik. Baik dalam pengaturan waktu. Waktu penyajian 3-5 menit dipergunakan dengan baik. Keterampilan pengaturan waktu masih belum efektif. Waktu 3-5 belum terpenuhi; batasan waktu melebihi dari waktu yang disepakati. Keterampilan pengaturan waktu masih sangat kurang. Waktu yang diberikan tampak tidak dipergunakan dengan efektif.
  • 104.
    92 | Modul1.4 - Budaya Positif Tugas Fasilitator: 1. membagi kelompok CGP untuk tugas Ruang Kolaborasi 2. memastikan CGP mendiskusikan beberapa studi kasus yang diberikan 3. memimpin jalannya sesi pertemuan tatap maya ruang kolaborasi dengan CGP 4. memberikan umpan balik terhadap presentasi CGP saat sesi pertemuan tatap maya 5. menilai tugas Ruang Kolaborasi berdasarkan rubrik penilaian yang disediakan
  • 105.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 93 Pembelajaran 5 -Demonstrasi Kontekstual Durasi: 4 JP Jenis Kegiatan: Penugasan mandiri Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP dapat mempraktikan pemahaman mereka tentang penerapan segitiga restitusi dengan murid di sekolahnya. Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Setelah mempelajari konsep-konsep inti dalam modul ini dan melakukan refleksi terbimbing, sekarang saatnya Anda mendemonstrasikan pemahaman Anda secara kontekstual atau di ranah sekolah Anda. Pada tahap demonstrasi kontekstual ini, Anda akan melaksanakan praktik segitiga restitusi terhadap satu murid di sekolah Anda dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Buatlah skenario lengkap untuk melaksanakan praktik segitiga restitusi terhadap dua (2) kasus mengenai murid yang melanggar peraturan di sekolah Anda. 2. Ajaklah satu murid Anda untuk melakukan praktik segitiga restitusi tersebut. 3. Lakukan praktik segitiga restitusi. Minta tanggapan murid Anda mengenai perasaan mereka ketika Anda melakukan praktik segitiga restitusi itu. 4. Rekamlah praktik segitiga restitusi sesuai dengan skenario yang telah dibuat beserta tanggapan dari murid Anda dalam bentuk video. 5. Unggah video praktik segitiga restitusi ke kanal YouTube Anda dan sematkan tautannya pada LMS. 6. Perhatikan rubrik penilaian untuk demonstrasi kontekstual yang telah disediakan. Rubrik Penilaian Demonstrasi Kontekstual
  • 106.
    94 | Modul1.4 - Budaya Positif Indikator Sangat bagus (skor 4) baik (skor 3) mulai berkembang (skor 2) perlu pembahasan lebih lanjut (skor 1) Isi skenario Skenario percakapan untuk segitiga restitusi lengkap. Pemilihan kalimat sudah tepat yaitu sesuai dengan konsep, runtut dan mudah dipahami. Skenario percakapan untuk segitiga restitusi lengkap. Pemilihan kalimat sudah tepat, yaitu sesuai dengan konsep, tetapi kurang runtut Skenario percakapan untuk segitiga restitusi lengkap, tetapi pemilihan kalimat belum sesuai dengan konsep. Skenario percakapan untuk segitiga restitusi tidak lengkap dan tidak sesuai dengan konsep. Penampilan Melakukan praktik segitiga restitusi secara lengkap, sesuai dengan skenario. Nada suara, ekspresi wajah, dan gestur sangat sesuai dengan segitiga restitusi Melakukan praktik segitiga restitusi secara lengkap, sesuai dengan skenario. Namun, nada suara, ekspresi wajah, dan gestur kurang mendukung untuk praktik segitiga restitusi Melakukan praktik sebagian besar segitiga restitusi dengan nada suara, ekspresi muka, dan gestur yang kurang mendukung Melakukan praktik segitiga restitusi dengan kalimat yang tidak tepat dengan nada suara, ekspresi muka, dan gestur yang tidak mendukung. Peran Fasilitator 1. Memastikan CGP mengerjakan tugas demonstrasi kontekstual mengenai video praktik segitiga restitusi. 2. Menilai dan memberikan umpan balik terhadap tugas yang dikerjakan CGP menggunakan rubrik yang disediakan.
  • 107.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 95 Pembelajaran 6 - Elaborasi Pemahaman Durasi : 2 JP Jenis Kegiatan: Diskusi bersama Instruktur Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah berdiskusi bersama instruktur, CGP mendemonstrasikan pemahamannya secara lebih mendalam mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif. Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Setelah mempelajari konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif dan melaksanakan berbagai aktivitas untuk mendemonstrasikan pemahaman Anda, sekarang saatnya Anda berdiskusi dengan instruktur untuk mengelaborasi pemahaman Anda. Sebagai persiapan sesi elaborasi pemahaman, kirimkan pertanyaan-pertanyaan yang Anda rasa masih perlu didiskusikan dalam sesi elaborasi pemahaman bersama instruktur. Peran Instruktur: 1. Memimpin jalannya diskusi 2. Memastikan semua CGP memahami aturan dalam forum diskusi 3. Memastikan semua CGP memiliki kesempatan dalam memberikan pendapatnya 4. Membuat kesimpulan dari hasil diskusi dan mengomunikasikan hasil diskusi di akhir sesi.
  • 108.
    96 | Modul1.4 - Budaya Positif Pembelajaran 7 - Koneksi Antarmateri Durasi: 2 JP Jenis Kegiatan: ● Forum Diskusi Tertulis ● Penugasan Mandiri Tujuan Pembelajaran Khusus: 1. CGP memahami keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada modul 1.1, 1.2 dan 1.3. 2. CGP dapat menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah. Pada tahap ini Anda diajak untuk meninjau ulang keseluruhan materi pembelajaran di paket Modul 1 dan membuat sebuah koneksi antar materi yang sudah Anda pelajari. Anda akan membuat sebuah kesimpulan dan refleksi yang disajikan dalam bentuk media informasi. Format media dapat disesuaikan dengan minat dan kreativitas Anda. Contoh media yang dapat dibuat: artikel, ilustrasi, grafik, video, rekaman audio, screencast presentasi, artikel dalam blog, dan lainnya. Bacalah panduan berikut untuk membantu Anda membuat kaitan tersebut. a. Buatlah sebuah kesimpulan mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak. b. Buatlah sebuah refleksi dari pemahaman Anda atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
  • 109.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 97 1. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan? 2. Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini? 3. Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep- konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda? 4. Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut? 5. Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki? 6. Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya? 7. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya? 8. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah? Refleksi Anda akan dinilai dengan menggunakan rubrik berikut ini: Aspek Indikator Melebihi Ekspektas i Sangat Baik Baik Cukup Kurang 5 4 3 2 1
  • 110.
    98 | Modul1.4 - Budaya Positif Pemikiran reflektif terkait pengalama n belajar Dalam refleksinya, CGP menuliskan poin-poin berikut: 1. pengalaman/materi pembelajaran yang baru saja diperoleh 2. emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar 3. apa yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar 4. apa yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar 5. implikasi terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi CGP mencantu mkan pengalam an atau materi pembelaj aran yang diperoleh nya dan 4 indikator lainnya. CGP mencantu mkan pengalama n atau materi pembelaja ran yang diperolehn ya dan 3 indikator lainnya. CGP mencantu mkan pengalama n atau materi pembelajar an yang diperolehny a dan 2 indikator lainnya. CGP mencant umkan pengala man atau materi pembelaj aran yang diperole hnya dan 1 indikator lainnya. CGP hanya mencantu mkan pengalam an atau materi pembelaj aran yang diperoleh nya. Analisis untuk implement asi dalam konteks CGP Dalam refleksinya, CGP menyampaikan analisis terkait topik dengan indikator sebagai berikut: 1. memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh 2. mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru 3. menganalisis tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun daerah) 4. memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi 5. menggambarkan rencana implementasi (praktik) sesuai konteks tempat CGP mengajar (baik tingkat sekolah maupun daerah) Refleksi CGP menunjuk kan hasil analisisny a terhadap seluruh indikator yang disebut. Refleksi CGP menunjukk an hasil analisisnya terhadap empat indikator Refleksi CGP menunjukk an hasil analisisnya terhadap tiga indikator Refleksi CGP menunju kkan hasil analisisn ya terhadap dua indikator Refleksi CGP menunjuk kan hasil analisisny a terhadap salah satu indikator Membuat keterhubun gan Refleksi yang CGP buat memunculkan koneksi dari pembelajarannya dengan poin-poin berikut: 1. pengalaman masa lalu 2. penerapan di masa mendatang 3. konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari 4. informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP. CGP mengaitk an refleksiny a dengan empat indikator. CGP mengaitka n refleksinya dengan tiga indikator. CGP mengaitkan refleksinya dengan dua indikator. CGP mengaitk an refleksin ya dengan salah satu indikator . CGP tidak mengaitk an refleksiny a dengan satu indikator pun.
  • 111.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 99 Setelah membuat koneksi antar materi, Anda juga diminta untuk menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah dengan mengisi Tabel Rancangan Tindakan Aksi Nyata dan mengunggahnya ke LMS: Tabel 3. Rancangan Tindakan untuk Aksi Nyata Tagihan: Rancangan Tindakan Aksi Nyata Peran Fasilitator: 1. memastikan CGP mengerjakan tugas Koneksi Antar Materi yang berupa simpulan dan refleksi 2. memberikan umpan balik terhadap tugas Koneksi Antar Materi 3. memastikan CGP membuat rancangan tindakan aksi nyata 4. memberikan umpan balik terhadap rancangan tindakan aksi nyata yang telah dibuat oleh CGP Rancangan Tindakan untuk Aksi Nyata Judul Modul : Nama Peserta : Latar belakang (Apa yang mendasari Anda membuat rancangan tindakan ini?) Tujuan (Apa dampak pada murid yang ingin dilihat dari rancangan tindakan ini?) Tolok Ukur (Bukti apa yang dapat dijadikan indikator bahwa tindakan ini berjalan dengan baik?) Linimasa tindakan yang akan dilakukan Dukungan yang dibutuhkan (Apa saja bahan, alat, atau pihak yang Anda butuhkan untuk menjalankan tindakan? Bagaimana Anda akan mendapatkannya?
  • 112.
    100 | Modul1.4 - Budaya Positif Pembelajaran 8 - Aksi Nyata Durasi: 4 JP Jenis Kegiatan: ● Kegiatan mandiri ● Membuat webinar atau group sharing mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif serta penerapannya. Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP dapat menyampaikan pembelajaran dari penerapan konsep inti dari modul budaya positif serta pemahaman mereka mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif. Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Anda telah sampai di penghujung modul 1.4. Sekarang saatnya Anda mengimplementasikan pemahaman Anda terkait budaya positif yang dapat membantu murid belajar dengan aman dan nyaman sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara. Tidak hanya itu, Anda juga akan mendapat kesempatan untuk membagikan pemahaman dan pengalaman kepada guru-guru di sekolah Anda. Secara rinci, berikut adalah langkah-langkah untuk Aksi Nyata di modul 1.4: 1. Anda mendapat waktu 4 minggu untuk menjalankan dua hal, yaitu: (a) mengimplementasikan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif di lingkungan sekolah atau kelas Anda, sesuai yang dibuat di tahap Koneksi Antarmateri, dan (b) membagikan pemahaman dan pengalaman Anda dalam penerapannya kepada rekan-rekan Anda atau lingkungan kerja Anda. 2. Sepanjang proses penerapan, dokumentasikan proses yang terjadi, terutama pada tahapan-tahapan yang Anda anggap penting. Dokumentasi yang berupa foto atau video ini dapat Anda tunjukkan saat sesi berbagi.
  • 113.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 101 3. Anda dapat melakukan sesi berbagi dengan dua moda: a) moda luring, jika situasi memungkinkan, atau b) moda daring, melalui webinar atau berbagi dalam kelompok (group sharing). Dalam webinar ini, Anda dapat mengundang minimal sepuluh (10) orang peserta. 4. Dalam sesi tersebut, Anda akan membagikan dua hal: (a) pemahaman Anda terhadap konsep-konsep kunci dalam Modul Budaya Positif, yaitu tentang teori disiplin positif, nilai-nilai kebajikan universal, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), kebutuhan dasar, posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas dan segitiga restitusi, (b) pengalaman dan pembelajaran yang Anda dapat setelah menerapkan konsep-konsep kunci tersebut, baik di kelas dan/atau rumah Anda. 5. Rekamlah kegiatan ini dan unggahlah ke kanal YouTube Anda. 6. Sematkan tautan YouTube tersebut di LMS agar Anda dapat saling bertukar umpan balik dengan rekan CGP lain. 7. Perhatikan rubrik penilaian Aksi Nyata berikut: Rubrik Penilaian Aksi Nyata Indikator Sangat bagus (skor 4) Bagus (skor 3) Mulai berkembang (skor 2) Perlu peningkatan (skor 1) Pemahaman Konsep CGP terlihat sangat memahami seluruh konsep terkait budaya positif. Setiap penjelasan disertai contoh yang kontekstual dengan CGP terlihat menguasai seluruh konsep mengenai budaya positif. Namun, penjelasan tersebut tidak disertai dengan contoh-contoh CGP menjelaskan sebagian besar konsep dengan tepat. Namun, terdapat 1-2 poin yang tidak sesuai. Penjelasan juga tidak disertai contoh yang CGP tidak mampu menjelaskan konsep terkait budaya positif dengan tepat. Tidak ada contoh yang diberikan untuk memperjelas
  • 114.
    102 | Modul1.4 - Budaya Positif daerahnya. yang kontekstual. kontekstual. konsep. Pengalaman Penerapan CGP membagikan implementasi yang sudah dilakukan dengan detail. Penjelasan bagian ini dilengkapi dengan respon murid, refleksi CGP dan rencana perbaikan untuk implementasi ke depan. CGP membagikan implementasi yang sudah dilakukan dengan cukup detail. Namun, penjelasan tidak dilengkapi dengan salah satu dari tiga poin berikut: respon murid, refleksi CGP dan rencana perbaikan untuk implementasi ke depan. CGP membagikan implementasi yang sudah dilakukan, namun tidak detail. Penjelasan hanya dilengkapi dengan satu dari tiga poin berikut: respon murid, refleksi CGP dan rencana perbaikan untuk implementasi ke depan. CGP tidak membagikan implementasi yang sudah dilakukan di kelas. Tidak ada penjelasan mengenai respon murid, refleksi CGP dan rencana perbaikan untuk implementasi ke depan.
  • 115.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 103 Penyampaian CGP terlihat sangat siap dan percaya diri dalam memaparkan. Sesi berbagi berjalan tidak terburu-buru dalam durasi antara 60-120 menit. Presentasi dilengkapi dengan 3-5 dokumentasi dari penerapan CGP terlihat siap dan percaya diri dalam memaparkan. Sesi berbagi berjalan kurang dari 60 menit atau lebih dari 120 menit. Presentasi dilengkapi dengan 1-3 dokumentasi dari penerapan CGP terlihat kurang percaya diri dalam pemaparan. Sesi berbagi berjalan kurang dari 60 menit atau lebih dari 120 menit. Presentasi tidak dilengkapi dengan dokumentasi dari penerapan CGP terlihat tidak siap dalam pemaparan. Sesi berbagi berjalan kurang dari 30 menit atau lebih dari 180 menit. Presentasi tidak dilengkapi dengan dokumentasi dari penerapan. Interaksi dengan Peserta CGP mampu menciptakan suasana yang nyaman sepanjang sesi. CGP mampu mendorong peserta untuk berpartisipasi aktif. CGP mampu menciptakan suasana yang nyaman di sebagian besar sesi. Namun, CGP mampu mendorong peserta untuk berpartisipasi aktif. CGP kurang mampu menciptakan suasana yang nyaman sepanjang sesi. CGP juga kewalahan untuk mendorong partisipasi dari peserta. CGP membuat suasana yang tidak nyaman sepanjang sesi. Tidak tampak usaha dari CGP untuk mendorong partisipasi dari peserta. Peran Fasilitator: 1. Memastikan CGP mengerjakan Aksi Nyata sesuai dengan panduan 2. Memberikan umpan balik terhadap tugas Aksi Nyata 3. Menilai Aksi Nyata CGP dengan menggunakan rubrik penilaian
  • 116.
    104 | Modul1.4 - Budaya Positif Surat Penutup Teruntuk Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak, Selamat! Anda telah berhasil mengikuti rangkaian pembelajaran terkait Budaya Positif di sekolah. Terima kasih sudah dengan antusias mengikuti perjalanan berproses menuju pendidikan Indonesia yang lebih baik. Membentuk budaya sekolah dengan berfokus pada kebutuhan murid dan pertumbuhan karakter positif bukanlah hal yang mudah, tetapi Anda berhasil melaluinya dan merencanakan yang terbaik untuk murid dan sekolah. Buah dari kerja keras ini dapat terlihat ketika kita menyadari bahwa murid kita telah bertumbuh menjadi seorang dewasa yang sukses di pekerjaan, kehidupan, dan relasinya dengan orang lain dengan karakter yang memiliki integritas tinggi, bertanggung jawab, dapat diandalkan, berbudi pekerti luhur, dan bermanfaat bagi lingkungan dan negara. Materi terkait budaya positif adalah akhir dari paket modul satu, akan tetapi perjalanan Anda menjadi Guru Penggerak baru dimulai. Setelah memahami dan mendalami pondasi yang diperlukan dalam menyusun budaya di sekolah, Anda akan bertemu dengan paket modul lain yang dapat diterapkan secara teknis dalam proses belajar mengajar. Anda akan belajar dan mencoba banyak hal baru yang menarik dan menjadi bekal dalam mengembangkan pendidikan Indonesia yang semakin baik lagi. Selamat berproses! Salam semangat dan salam Guru Penggerak!.
  • 117.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 105 Daftar Pustaka Center for Curriculum Redesign. (2015). Character Education for the 21st Century: What Should Students Learn?. Boston, Massachusetts, Centre for Justice and Crime Prevention and the Department of Basic Education. (2012). Positive Discipline and Classroom Management-Course Reader. Cape Town. Covey, S.R. (1991). Principle-Centered Leadership. New York: Simon and Schuster. Deal, T. E. & Peterson, K. D. (1999). Shaping school culture: The heart of leadership. San Francisco, CA: Jossey-Bass Dewantara, K.H. (2013). Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima. Durrant, J. (2010). Positive Discipline in Everyday Teaching: A guide for educators. Sweden: Save the Children Fullan, M. (2007). The new meaning of educational change. New York: Routledge. Gossen, D. (1997). It’s Okay To Make Mistakes. Diakses dari https://www.esd.ca/Programs/Restitution/Documents/It's%20Okay%20to%20 Make%20Mistakes%20Article.pdf Gossen, D.C. (1998). Restitution-Restructuring School Discipline, Revised Edition. Chapel Hill, North Carolina: New Vlew Publications. Gossen, D. (2004). It's All About We: Rethinking Discipline Using Restitution. Diakses dari https://www.summiteducation.ca/five-positions-of-control/ Graff, C. E. (2012). The effectiveness of Character Education Programs in Middle and High Schools. Counselor Education Master’s Theses, 127. Kohn, A. (1993) Punished by Rewards, The Trouble With Gold Stars, Incentive Plans, A’s, Praise. Boston-New York: Houghton Mifflin Company,. Lickona, T., Schapsa, E., Lewis, C. (2002). Eleven Principles of Effective Character Education. Character Education Partnership (www.character.org)
  • 118.
    106 | Modul1.4 - Budaya Positif Nelsen, J. (2021b). Focus On Solutions. Diakses dari https://www.positivediscipline.com/articles/focus-solutions Nelsen, J. (2021a). Mistakes Are Wonderful Opportunities To Learn. Diakses dari https://www.positivediscipline.com/articles/mistakes-are-wonderful- opportunities-learn Nelsen, J, Lott, L., and Glennn, H.S. (2000). Positive discipline in the classroom: Developing Mutual Respect, Cooperation, and Responsibility in Your Classroom. New York: Three Rivers Press. Nofijantie, L. (2012). Peran Lembaga Pendidikan Formal Sebagai Modal Utama Membangun Karakter Siswa. Conference Proceedings: Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS XII). 2947 - 2970 Positive Discipline. (2020). Positive Discipline: Creating respectful relationships in homes and schools. www.positivediscipline.com/what-is-positive-discipline.html. RAPCAN. (2008). An Educator’s Guide to Positive Discipline. Diakses dari www.rapcan.org.za/File_uploads/Resources/teaching%20positive%20disciplin e%20screen.pdf Stolp, S., and Stuart C. S. (1994). School Culture and Climate: The Role of the Leader. OSSC Bulletin. Eugene: Oregon School Study Council, January 1994. Yayasan Pendidikan Luhur - Foundation for Excellence in Education. (2006). Training for Trainers (TOT) Materi Pembelajaran Kebajikan dan Manajemen Kelas: Dihukum oleh Penghargaan. Jakarta. Yayasan Pendidikan Luhur - Foundation for Excellence in Education. (2007). Training for Trainers (TOT) Pembelajaran yang hakiki; pembelajaran kebajikan: Restitusi. Jakarta.
  • 119.
    Modul 1.4 -Budaya Positif | 107