Masuknya agama Hindu ke Bali
dipengaruhi oleh Jawa Barat dan Jawa
Timur sekitar abad ke 8 SM. Dengan
ditemukannya fragmen-fragmen
prasasti berbahasa Sanskerta di Pejeng.
    Pada baris pertama dari dalam
prasasti itu menyebutkan kata
“Sivas.......ddh.......” yang diduga ketika
utuh berbunyi: “Siva Siddhanta”.
Agama Hindu mengalami masa kejayaan
pada abad ke 10 dengan ditandai oleh
berkuasanya raja suami istri Dharma
Udayana Varmadeva dan
Gunapriyadharmapatni.
Pada masa pemerintahan raja ini terjadi
proses Jawanisasi di Bali
     Masa Bali Kuno ini berakhir dengan
pemerintahan raja Astasura-ratnabhumibanten
yang ditundukkan oleh ekspedisi Majapahit
dibawah pimpinan mahapatih Gajah Mada.
Pada saat Senapati I Kuturan dijabat oleh
Mpu Rajakerta seluruh sekta
dikristalisasikan dalam pemujaan kepada
Tri Murti
 Ketika Bali memasuki abad pertengahan
(abad 14 sampai dengan 19 Masehi), di
bawah hegemoni Majapahit, maka
kehidupan dan tradisi Majapahit ditransfer
ke Bali.
Bukti lain ditemukannya arca Siva di
pura Putra Bhatara Desa di desa
Bedaulu, Gianyar. Arca ini memilliki
type yang sama dengan arca-arca Siva
di Candi Dieng.
 Sekitar abad ke-13 Masehi. Di Bali
berkembang pula sekta Bhairava
dengan peninggalan berupa arca-arca
Bhairava di pura Kebo Edan Pejeng.
Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan
muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha
di Singaraja, Sara Poestaka tahun 1923 di
Ubud Gianyar, Surya kanta tahun 1925 di
Singaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa
Durga Gama Hindu Dan pada tahun 1964 (7
s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha
Hindu Bali dengan menetapkan Majelis
keagamaan bernama Parisada Hindu Bali ,
yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu
Dharma Indonesia.                   BACK
1.   Danghyang Markandeya
     Beliau mengajarkan Siwa Sidhanta kepada
     para pengikutnya dalam bentuk ritual: Surya
     sewana, Bebali (Banten), dan Pecaruan.
     Karena semua ritual menggunakan banten
     atau bebali maka ketika itu agama ini
     dinamakan Agama Bali. Daerah tempat
     tinggal beliau dinamakan Bali.
Jadi yang bernama Bali mula-mula
hanya daerah Taro saja, namun
kemudian pulau ini dinamakan Bali
karena penduduk di seluruh pulau
melaksanakan ajaran Siwa Sidanta
menurut petunjuk-petunjuk Danghyang
Markandeya yang menggunakan bebali
atau banten.
beliau juga membangun pura-pura Sad
Kahyangan lainnya yaitu : Batur,
Sukawana, Batukaru, Andakasa, dan
Lempuyang.

Oleh karena itu beliau menetapkan bahwa
warna merah sebagai simbol matahari dan
warna putih sebagai simbol bulan
digunakan dalam hiasan di Pura antara lain
berupa ider-ider, lelontek, dll.
1.sekte Pasupata,
2.Bhairawa, ke-11 datanglah ke Bali
Pada abad
3.Siwa Shidanta,
seorang Brahmana dari Majapahit yang
4.Waisnawa,
berperan sangat besar pada kemajuan
5.Bodha,
6.Brahma,
Agama Hindu di Bali.
7.Resi,
8.Sora sembilan sekte yang pernah
Ada dan
9.Ganapatya.
berkembang pada masa Bali Kuno
antara lain :
Masing-masing sekte memuja Dewa-Dewa
tertentu sebagai istadewatanya atau sebagai
Dewa Utamanya dengan Nyasa (simbol)
tertentu serta berkeyakinan bahwa
istadewatalah yang paling utama sedangkan
yang lainnya dianggap lebih rendah.
Akibat yang bersifat negative ini bukan saja
menimpa desa bersangkutan, tetapi meluas
sampai pada pemerintahan kerajaan
sehingga roda pemerintahan menjadi kurang
lancar dan terganggu.
Dalam kondisi seperti itu, Raja Gunaprya
Dharmapatni/Udayana Warmadewa perlu
mendatangkan rohaniawan dari Jawa Timur
oleh Gunaprya Dharmapatni sudah dikenal
sejak dahulu semasih beliau ada di Jawa
Timur.
Oleh karena itu Raja Gunaprya
  Dharmapatni mendatangkan 4 orang
  Brahmana bersaudara yaitu:
                      -dari sekte Ciwa
 a. Mpu Semeru        -penganut aliran
                     Gnanapatya.
 b. Mpu Ghana        - pemeluk agama
 c.Mpu Kuturan       Budha dari aliran
                     Mahayana
 d. Mpu Gnijaya      - pemeluk
                     Brahmaisme
Pada akhir abad ke – 15, kerajaan
Majapahit mengalami keruntuhan.
Selain disebabkan
perang saudara (Perang Paregreg).
Selain itu, adanya
serangan dari Kerajaan Demak yang
beragama Islam. Akibat dari hal
tersebut, akhirnya penduduk beralih
keyakinan ke Agama Islam.
Orang – orang Majapahit yang tidak
mau beralih agama dari Hindu ke
Islam akhirnya memilih meninggalkan
Majapahit. Mereka memilih tinggal di
daerah Pasuruan, Blambangan,
Banyuwangi, dimana sebagian besar
masyarakatnya masih memeluk agama
Hindu
Selain itu beberapa diantara mereka bahkan
menetap di daerah pegunungan, seperti :


           Pegunungan
           Tengger, Bromo,
           Kelud, Gunung
           Raung (Semeru).
Sedangkan beberapa dari mereka
yang masih tergolong arya dan
para rohaniawan memilih untuk
pergi ke Bali, hal itu disebabkan
karena saat itu di Bali pengaruh
Agama Hindu masih sangat kuat.
Danghyang Nirartha datang ke
Bali pada tahun 1489 M
 Danghyang Nirartha datang
 ke Bali dalam rangka
 dharmayatra, akan tetapi
 dharmayatranya tidak akan
 pernah kembali lagi ke
 Jawa.
Ini terbukti dari pengikut –
pengikutnya, yaitu orang –
orang Sasak di Pulau Lombok
yang mempelajari Islam dengan
sebutan Islam Telu (Islam Tiga).
 Terlepasdari hal tersebut, Danghyang
 Nirartha adalah penganut Agama
 Hindu yang sempurna. Seperti para
 leluhurnya, Danghyang Nirartha
 memeluk Agama Siwa, yang lebih
 condong ke Tantrayana. Agama Siwa
 yang diajarkan oleh Danghyang
 Nirartha adalah Siwa Sidhanta, dengan
 menempatkan Tri Purusa, yaitu
 Paramasiwa, Sadasiwa, dan
 Siwa
Untuk itu, dibuatkanlah pelinggih
khusus yakni Padmasana, dari sinilah
Sadasiwa atau Tuhan Yang Maha
Esa,Yang Maha Kuasa, Yang Maha
Ada, yang bersifat absolut, dan dipuja
oleh semuanya. Oleh karena itu, setiap
pura harus memiliki pelinggih
Padmasana.
Pada waktu melakukan
Pura Rambutke Bali dari Daha,
Dharmayatra     siwi,
 PuraTimur. Danghyang Nirartha
Jawa   Melanting,
  Pura Er Jeruk, Pura – Pura
banyak mendirikan
  Pura Petitenget
terutama di daerah selatan pulau
   dan lain-lain
Bali, seperti :.
Danghyang Nirartha menetap di Desa
Mas. disini Danghyang Nirartha
menikahi anak bendesa Mas.
Dari pernikahan ini Danghyang
Nirartha memiliki putra :
Ida Timbul, Ida Alngkajeng, Ida
Penarukan, dan Ida Sigaran.
Ada dua Bhisama dari danghyang
nirarta kepada seluruh
keturunannya, yaitu;
1. Seluruh keturunannya tidak
diperkenankan menyembah
pratima (arca – arca perwujudan).
2. Seluruh keturunanya tidak
diperkenankan sembahyang di
Pura yang tidak memakai atau tidak
ada pelinggih Padmasana.
Dalam hal keyakinan (Agama Hindu)
dapat dilihat peninggalannya berupa
padmasana.
namun Danghyang Nirarhta
mengagungkan Sadasiwa, sebagai
manifestasi Tuhan Yang Maha Esa,
yang Maha Segalanya dan hampir di
semua pura di Bali saat ini terdapat
pelinggih padmasana untuk
mengagungkan Tuhan Yang Maha
Esa.
Hingga saat ini, peninggalan
Danghyang Nirartha masih daat di
lihat, seperti pura – pura di Bali
yang dikenal dengan nama Pura
Dang Kahyangan.
KESIMPULAN
     Keemasan masa Majapahit merupakan
masa gemilang kehidupan dan perkembangan
Agama Hindu.
 Kehidupan agama Hindu di Bali sudah
berkembang sejak lama dan karateristik Hindu
Dharma yang universal sejak awalnya tetap
dipertahankan dan diaplikasikan dalam
kehidupan nyata yang dikenal di Bali dengan
ajaran Tri Hita Karana, yakni hubungan yang
harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa,
dengan sesama dan dengan bumi serta
lingkungannya.
                                    Selesai
SUKsMA

Perkembangan agama hindu di bali

  • 3.
    Masuknya agama Hinduke Bali dipengaruhi oleh Jawa Barat dan Jawa Timur sekitar abad ke 8 SM. Dengan ditemukannya fragmen-fragmen prasasti berbahasa Sanskerta di Pejeng. Pada baris pertama dari dalam prasasti itu menyebutkan kata “Sivas.......ddh.......” yang diduga ketika utuh berbunyi: “Siva Siddhanta”.
  • 4.
    Agama Hindu mengalamimasa kejayaan pada abad ke 10 dengan ditandai oleh berkuasanya raja suami istri Dharma Udayana Varmadeva dan Gunapriyadharmapatni. Pada masa pemerintahan raja ini terjadi proses Jawanisasi di Bali Masa Bali Kuno ini berakhir dengan pemerintahan raja Astasura-ratnabhumibanten yang ditundukkan oleh ekspedisi Majapahit dibawah pimpinan mahapatih Gajah Mada.
  • 5.
    Pada saat SenapatiI Kuturan dijabat oleh Mpu Rajakerta seluruh sekta dikristalisasikan dalam pemujaan kepada Tri Murti Ketika Bali memasuki abad pertengahan (abad 14 sampai dengan 19 Masehi), di bawah hegemoni Majapahit, maka kehidupan dan tradisi Majapahit ditransfer ke Bali.
  • 6.
    Bukti lain ditemukannyaarca Siva di pura Putra Bhatara Desa di desa Bedaulu, Gianyar. Arca ini memilliki type yang sama dengan arca-arca Siva di Candi Dieng. Sekitar abad ke-13 Masehi. Di Bali berkembang pula sekta Bhairava dengan peninggalan berupa arca-arca Bhairava di pura Kebo Edan Pejeng.
  • 7.
    Namun mulai tahun1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja, Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun 1925 di Singaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali , yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia. BACK
  • 8.
    1. Danghyang Markandeya Beliau mengajarkan Siwa Sidhanta kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual: Surya sewana, Bebali (Banten), dan Pecaruan. Karena semua ritual menggunakan banten atau bebali maka ketika itu agama ini dinamakan Agama Bali. Daerah tempat tinggal beliau dinamakan Bali.
  • 9.
    Jadi yang bernamaBali mula-mula hanya daerah Taro saja, namun kemudian pulau ini dinamakan Bali karena penduduk di seluruh pulau melaksanakan ajaran Siwa Sidanta menurut petunjuk-petunjuk Danghyang Markandeya yang menggunakan bebali atau banten.
  • 10.
    beliau juga membangunpura-pura Sad Kahyangan lainnya yaitu : Batur, Sukawana, Batukaru, Andakasa, dan Lempuyang. Oleh karena itu beliau menetapkan bahwa warna merah sebagai simbol matahari dan warna putih sebagai simbol bulan digunakan dalam hiasan di Pura antara lain berupa ider-ider, lelontek, dll.
  • 11.
    1.sekte Pasupata, 2.Bhairawa, ke-11datanglah ke Bali Pada abad 3.Siwa Shidanta, seorang Brahmana dari Majapahit yang 4.Waisnawa, berperan sangat besar pada kemajuan 5.Bodha, 6.Brahma, Agama Hindu di Bali. 7.Resi, 8.Sora sembilan sekte yang pernah Ada dan 9.Ganapatya. berkembang pada masa Bali Kuno antara lain :
  • 12.
    Masing-masing sekte memujaDewa-Dewa tertentu sebagai istadewatanya atau sebagai Dewa Utamanya dengan Nyasa (simbol) tertentu serta berkeyakinan bahwa istadewatalah yang paling utama sedangkan yang lainnya dianggap lebih rendah.
  • 13.
    Akibat yang bersifatnegative ini bukan saja menimpa desa bersangkutan, tetapi meluas sampai pada pemerintahan kerajaan sehingga roda pemerintahan menjadi kurang lancar dan terganggu. Dalam kondisi seperti itu, Raja Gunaprya Dharmapatni/Udayana Warmadewa perlu mendatangkan rohaniawan dari Jawa Timur oleh Gunaprya Dharmapatni sudah dikenal sejak dahulu semasih beliau ada di Jawa Timur.
  • 14.
    Oleh karena ituRaja Gunaprya Dharmapatni mendatangkan 4 orang Brahmana bersaudara yaitu: -dari sekte Ciwa a. Mpu Semeru -penganut aliran Gnanapatya. b. Mpu Ghana - pemeluk agama c.Mpu Kuturan Budha dari aliran Mahayana d. Mpu Gnijaya - pemeluk Brahmaisme
  • 15.
    Pada akhir abadke – 15, kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan. Selain disebabkan perang saudara (Perang Paregreg). Selain itu, adanya serangan dari Kerajaan Demak yang beragama Islam. Akibat dari hal tersebut, akhirnya penduduk beralih keyakinan ke Agama Islam.
  • 16.
    Orang – orangMajapahit yang tidak mau beralih agama dari Hindu ke Islam akhirnya memilih meninggalkan Majapahit. Mereka memilih tinggal di daerah Pasuruan, Blambangan, Banyuwangi, dimana sebagian besar masyarakatnya masih memeluk agama Hindu
  • 17.
    Selain itu beberapadiantara mereka bahkan menetap di daerah pegunungan, seperti : Pegunungan Tengger, Bromo, Kelud, Gunung Raung (Semeru).
  • 18.
    Sedangkan beberapa darimereka yang masih tergolong arya dan para rohaniawan memilih untuk pergi ke Bali, hal itu disebabkan karena saat itu di Bali pengaruh Agama Hindu masih sangat kuat.
  • 19.
    Danghyang Nirartha datangke Bali pada tahun 1489 M Danghyang Nirartha datang ke Bali dalam rangka dharmayatra, akan tetapi dharmayatranya tidak akan pernah kembali lagi ke Jawa.
  • 20.
    Ini terbukti daripengikut – pengikutnya, yaitu orang – orang Sasak di Pulau Lombok yang mempelajari Islam dengan sebutan Islam Telu (Islam Tiga).
  • 21.
     Terlepasdari haltersebut, Danghyang Nirartha adalah penganut Agama Hindu yang sempurna. Seperti para leluhurnya, Danghyang Nirartha memeluk Agama Siwa, yang lebih condong ke Tantrayana. Agama Siwa yang diajarkan oleh Danghyang Nirartha adalah Siwa Sidhanta, dengan menempatkan Tri Purusa, yaitu Paramasiwa, Sadasiwa, dan Siwa
  • 22.
    Untuk itu, dibuatkanlahpelinggih khusus yakni Padmasana, dari sinilah Sadasiwa atau Tuhan Yang Maha Esa,Yang Maha Kuasa, Yang Maha Ada, yang bersifat absolut, dan dipuja oleh semuanya. Oleh karena itu, setiap pura harus memiliki pelinggih Padmasana.
  • 23.
    Pada waktu melakukan PuraRambutke Bali dari Daha, Dharmayatra siwi, PuraTimur. Danghyang Nirartha Jawa Melanting, Pura Er Jeruk, Pura – Pura banyak mendirikan Pura Petitenget terutama di daerah selatan pulau dan lain-lain Bali, seperti :.
  • 24.
    Danghyang Nirartha menetapdi Desa Mas. disini Danghyang Nirartha menikahi anak bendesa Mas. Dari pernikahan ini Danghyang Nirartha memiliki putra : Ida Timbul, Ida Alngkajeng, Ida Penarukan, dan Ida Sigaran.
  • 25.
    Ada dua Bhisamadari danghyang nirarta kepada seluruh keturunannya, yaitu; 1. Seluruh keturunannya tidak diperkenankan menyembah pratima (arca – arca perwujudan). 2. Seluruh keturunanya tidak diperkenankan sembahyang di Pura yang tidak memakai atau tidak ada pelinggih Padmasana.
  • 26.
    Dalam hal keyakinan(Agama Hindu) dapat dilihat peninggalannya berupa padmasana. namun Danghyang Nirarhta mengagungkan Sadasiwa, sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa, yang Maha Segalanya dan hampir di semua pura di Bali saat ini terdapat pelinggih padmasana untuk mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa.
  • 27.
    Hingga saat ini,peninggalan Danghyang Nirartha masih daat di lihat, seperti pura – pura di Bali yang dikenal dengan nama Pura Dang Kahyangan.
  • 28.
    KESIMPULAN Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Kehidupan agama Hindu di Bali sudah berkembang sejak lama dan karateristik Hindu Dharma yang universal sejak awalnya tetap dipertahankan dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang dikenal di Bali dengan ajaran Tri Hita Karana, yakni hubungan yang harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama dan dengan bumi serta lingkungannya. Selesai
  • 29.