ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN PNEUMONIA

OLEH : YESI KARTIKA SARI Amd.Kep
Dosen Pembimbing :
RENI CHAIDIR, S.Kep, M.Kep
Konsep
Teoritis
Definisi
Definisi


Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Menurut anatomis, pneumonia pada anak
dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstiasialis
dan bronkopneumonia (Arif mansjoer, 2001, Hal 446 ).



Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya
berasal dari suatu infeksi. ( S. A. Frice. 2005, Hal 804)
Asuhan keperawatan pneumonia
Klasifikasi
Berdasarkan
klinis dan
epidemiologi







Pneumonia komuniti (community-acquired
pneumonia).
Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired
pneumonia/nosocomial pneumonia).
Pneumonia aspirasi.
Pneumonia pada penderita immunocompromised.
(Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78)
Berdasarkan bakteri
penyebab

Pneumonia Bakteri/Tipikal.
 Pneumonia Akibat virus.


Berdasarkan predileksi
infeksi

Pneumonia lobaris
 Pneumonia bronkopneumonia

Etiologi






Penyebab Pneumonia adalah streptococus
pneumonia dan haemophillus influenzae. Pada
bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus
aureus sebagai penyebab pneumonia yang
berat, dan sangat profesif dengan mortalitas
tinggi. (Arif mansjoer, dkk, Hal 466)
Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa,
eneterobacter
Virus: virus influenza, adenovirus
Micoplasma pneumonia
Patofisiologi
Manifestasi
Klinis












Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5 ºC sampai
40,5 ºC). , sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang keluhan
gastrointestinal.
Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnuea (25 – 45
kali/menit), ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak napas, merintih,
sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring
pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bawah kedalam saat
bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus
melemah, suara napas melemah, dan ronki.
Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada tertinggal di daerah
efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas
tubuler tepat di atas batas cairan, friction rup, nyeri dada karena iritasi pleura
(nyeri bekurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku
duduk / meningimus (iritasi menigen tanpa inflamasi) bila terdaat iritasi pleura
lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada
pneumonia lobus kanan bawah).
Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura
pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
Tanda infeksi ekstrapulmonal.
( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 466)
Pemeriksaan
Penunjang










Sinar X:
GDA/nadi oksimetris
Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah
JDL
Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan fungsi paru
Elektrolit
Bilirubin
Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka
(Marlyn E. Dongoes, 1999, ASKEP, Hal 164-174)
Penatalaksanaan
















Oksigen 1-2 L / menit
IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena) dekstrose
10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai
dengan berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feding drip.
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transpormukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit.
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia komuniti base:
Ampicilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
Sevotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian
Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian.
( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 468)
komplikasi


Abses kulit, abses jaringan lunak, otitis media,
sinus sitis, meningitis pururental, perikarditis dan
epiglotis kaang ditemukan pada infeksi H.
Influenzae tipe B. (Arif mansjoer, 2001, Hal 467)
Pencegahan dan Faktor
Resiko


Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan mengganggu draniase
normal paru menahun (PPOM) meningkat kerentanan pasien terhadap pneumonia.
Tindakan preventif :tingkankan batuk dan pengaluaran sekresi.



Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofi rendah (neutropeni) adalah
mereka yang berisik. Tindakan preventif : lakukan tindak kewaspadaan khusus terhadap
infeksi.



IndIvidu yang merokok berisik, kerena asap rokok mengganggu baik aktifitas mukosiliari
dan makrofag. Tindaka preventif : ajurkan individu untuk berhenti merokok.



Setiap pasien yang diperbolehakan berbaring secara pasif di tempat tidur dalam waktu
yang lama yang secara relatif imobil dan bernafas dangkal berisiko terhadap
bronkopneumonia. Tinadakan preventif : sering mengubah posisi.



Setiap individu yang mengalami depresi reflek batuk (karna medikasi, keadaan yang
melemahkan atau otot-otot pernafasan lemah), telah mengaspirasi benda asing ke dalam
paru-paru selama periode tidak sadar (cedera kepala,anestesia), atau mempunyai
mekanisme menelan abnormal adalah mereka yang hampir pasti mengalami
bronkopneumonia. Tindakan preventif : penghisan trakeobronkial, sering mengubah posisi,
bijakan dalam memberikan obat-obat yang meningkatkan resiko aspirasi dan terafi fisik
dada.



Setiap pasien yang dirawat dengan regimen NPO (dipuasakan) atau mereka yang










Individu yang sering mengalami intoksikasi terutama rentan terhadap
pneumonia, karna alkohol menekan reflek-reflek tubuh, mobolisasi sel darah
putih dan gerakan siliaris trakeaobronkial. Tindakan preventif : bikan dorong
kepada individu untuk mengurangi masukan alkohol.
Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami pernafasan,
ynga mencetuskan pengumpulan sekresi bronkial dan selanjutnya mengalami
pneumonia. Tindakan preventif : observasi fekuensi pernapasan dan ke dalam
pernafasan sebelum memberikan. Jika tampak depresi pernapasan, tunds
pemberian obat dan laporkan masalah ini.
Pasien yang tidak sadar atau mempunyai reflek batuk dan menelan buruk adlah
mereka yang berisiko terhadap pneumonoia akibat penumpukan seksesi atau
aspirasi. Tindakan preventif : sering melakukan .
Individu lansia terutama mereka yang rentan pneumonia karna refleksi batuk.
Pneumonia paskaoperatif seharusnyadapat diperkirakan terjadi pada lansia.
Tndakan prepentif : sering mobolisasi, dan batuk efekif dan latihan pernapasan
Setiap orang meneriama pengobatan terapi pernasapan dapat mengalami
pneumonia jika peralatan tersebit tidak dibersikan dengan tepat. Tindakan
preventif : pastiakn bahwa peralatan pernapasan telah di bersikan dengan tepat.
(Suzanne C. Smeltzer,dkk , Hal 573)
Konsep
Keperawatan
Pengkajian


Biodata
 Identitas

klien : nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat dan nomor register.



Riwayat kesehatan
 Keluhan

utama
 Riwayat kesehatan dahulu
 Riwayat kesehatan sekarang
 Riwayat kesehatan keluarga


Pemeriksaan fisik
Data dasar Pengkajian










Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas. 
Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya /GJK kronis
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia
(malnutrisi), hiperaktif bunyi usus.
Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perubahan mental (bingung, somnolen)
Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia,
nyeri dada substernal (influenza).
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan).


Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea, Takipnue, dispnenia
progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda :



Perkusi: pekak datar area yang konsolidasi.



Premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi





Sputum: merah muda, berkarat atau purulen.

Gesekan friksi pleural.

Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun, misal SLE,AIDS, penggunaan steroid,
kemoterapi, institusionalitasi, ketidak mampuan umum, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus
rubeola, atau varisela.



Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis Pertimbangan DRG
menunjukkan rerata lama - lama dirawat 6 – 8 hari Rencana pemulangan: bantuan
dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah. Oksigen mungkin diperlukan, bila ada
kondisi pencetus.
Diagnosa
Keperawatan










Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan
produksi sputum.
Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas
sekunder terhadap pneumonia.
Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam
dan proses infeksi.
Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan
cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak,
napas mulut/hiperventilasi, muntah).
Intervensi
Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada
dispnea, sianosis.








Intervensi :
Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara
dan bunyi napas adventisius, mis: krekels, mengi.
Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien
mempelajari melakukan batuk, mis: menekan dada dan batuk
efektif sementara posisi duduk tinggi.
Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat daripada dingin.
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator, analgesik.
Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala
distres pernapasan.
Intervensi:
 Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat
adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
 Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan
untuk menurunkan demam dan menggigil, mis: selimut
tambahan, suhu ruangan nyaman, kompres hangat atau dingin.
 Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi (fowler
atau semi fowler), napas dalam dan batuk efektif.
 Berikan terapi oksigen dengan benar, mis: dengan nasal prong,
masker, masker Venturi.
 Awasi GDA, nadi oksimetri.
Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap
pneumonia.
Tujuan: Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan
berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi:


Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama
dan setelah aktivitas.



Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih
yang tepat.



Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.



Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
Tujuan: Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan
aktivitas yang tepat.
Intervensi:
 Tentukan karakteristik nyeri, mis: tajam, konstan, ditusuk.
Selidiki perubahan karakter/lokasi/intensitas nyeri.
 Pantau tanda vital.
 Berikan tindakan nyaman, mis: pijatan punggung,
perubahan posisi, musik tenang/perbincangan,
relaksasi/latihan napas.
 Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
 Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada
selama episode batuk.
 Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan masukan makanan,
mempertahankan/ meningkatkan berat badan, menyatakan
perasaan sejahtera.
Intervensi:
 Pantau: presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali
makan, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total,
albumin dan osmolalitas.
 Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering
mungkin. Bartikan/bantu kebersihan mulut setelah muntah,
setelah tindakan aerosol dan drainase postural, dan sebelum
makan.
 Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi selama sakit panas.
 Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering
dan makanan yang menarik untuk pasien.
Evaluasi Keperawatan












Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea,
sianosis.
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres
pernapasan.
Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea,
kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas
yang tepat.
Menunjukkan peningkatan masukan makanan,
mempertahankan/ meningkatkan berat badan, menyatakan
perasaan sejahtera.
Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan
parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab,
turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
Asuhan keperawatan pneumonia

More Related Content

PPTX
Asuhan Keperawatan Pneumonia
PPTX
Asuhan keperawatan dengan gagal jantung
PPTX
pertusis.pptx
PPTX
Asuhan keperawatan penyakit paru obstruktif kronik
DOC
Lp bronkopneumonia
PPTX
Kegawatdaruratan respirasi
PPTX
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
PPTX
ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
Asuhan Keperawatan Pneumonia
Asuhan keperawatan dengan gagal jantung
pertusis.pptx
Asuhan keperawatan penyakit paru obstruktif kronik
Lp bronkopneumonia
Kegawatdaruratan respirasi
Asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

What's hot (20)

DOC
Lp tb paru
DOC
134454836 lp-oksigenasi
DOCX
Macam2 dan cara penyuntikan
PDF
Konsep dan-perspektif-kmb
DOCX
Makalah patient safety
DOCX
Asuhan keperawatan
DOCX
Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)
DOC
Askep diare anak
PPTX
Ppt pneumonia
PDF
Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal
DOCX
Asuhan keperawatan kejang demam pada an
DOCX
Askep gastritis
PDF
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdf
DOC
DOCX
Askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
DOCX
Lp dispepsia
DOCX
2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit
DOCX
Asuhan keperawatan an.m dengan asma
Lp tb paru
134454836 lp-oksigenasi
Macam2 dan cara penyuntikan
Konsep dan-perspektif-kmb
Makalah patient safety
Asuhan keperawatan
Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)
Askep diare anak
Ppt pneumonia
Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal
Asuhan keperawatan kejang demam pada an
Askep gastritis
Implementasi,evaluasi,pembahasan.pdf
Askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Lp dispepsia
2. lp kebutuhan cairan dan elektrolit
Asuhan keperawatan an.m dengan asma
Ad

Viewers also liked (20)

PDF
Asuhan keperawatan pneumonia
RTF
Lp pneumonia
PPT
Pneumonia
DOCX
Lp bronkopneumonia
DOCX
Bronkopneumonia
DOCX
Makalah askep pada pasien dengan penyakit hipertensi
DOC
Askep faringitis
PPTX
Faringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNA
PPTX
Proses keperawatan pada anak dengan bronkitis
DOCX
Bab I pendahuluan (PNEUMONIA)
DOCX
Asuhan keperawatan pada masalah sistem persyarafan
DOCX
Asuhan keperawatan klien dengan faringitis shinttttta
PPT
Asuhan keperawatan pada klien dengan hidrosefalus
DOC
Askep hidrosefalus AKPER PEMDA MUNA
PPT
Asuhan keperawatan pada anak tbc
DOC
Askep-diare-anak-phatways
DOCX
PPT
Clinical pathway & cot selasa
PPT
Askep anak hydrocephalus3 (hidrosefalus)
PPTX
PPT ARDS
Asuhan keperawatan pneumonia
Lp pneumonia
Pneumonia
Lp bronkopneumonia
Bronkopneumonia
Makalah askep pada pasien dengan penyakit hipertensi
Askep faringitis
Faringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNA
Proses keperawatan pada anak dengan bronkitis
Bab I pendahuluan (PNEUMONIA)
Asuhan keperawatan pada masalah sistem persyarafan
Asuhan keperawatan klien dengan faringitis shinttttta
Asuhan keperawatan pada klien dengan hidrosefalus
Askep hidrosefalus AKPER PEMDA MUNA
Asuhan keperawatan pada anak tbc
Askep-diare-anak-phatways
Clinical pathway & cot selasa
Askep anak hydrocephalus3 (hidrosefalus)
PPT ARDS
Ad

Similar to Asuhan keperawatan pneumonia (20)

PPTX
Asuhan Keperawatan pada anak dengan pneumonia
PPTX
Askep Pneumonia.pptx
PPTX
PPT KGD DAN KRISIS Instalasi gawat darurat
PPTX
ppt pneumonia.pptx
PPTX
Askep pneumonia (1)
DOCX
Askep pneumonia
DOCX
Pneumonia
DOCX
Pneumonia
DOCX
askep EFUSI PLEURA.docx
DOCX
Pneumonia AKPER PEMKAB MUNA
PPT
PPT-10-Askep-Anak-dengan-Peradangan-pada-sistem-Respirasi.ppt
DOCX
300151819-PPK-Pnemonia.docx
PPT
Askep Peradangan Sistem Pernafasan pada Anak.ppt
DOCX
tugas askep laporan pendahuluan pneumonia
DOCX
PDF
LAPORAN PENDAHULUAN TERATAI 2 (2).pdf
PPTX
Pnemonia adalah suatu radang pada paru yang disebabkan oleh bermacam-macam et...
PPTX
Konsep Askep pada anak Pneumonia Kel. 2.pptx
PPTX
Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit Dengan Gangguan Pernapasan-1.pptx
PPTX
Auhan Keperawatan pada anak dengan Pneumonia
Asuhan Keperawatan pada anak dengan pneumonia
Askep Pneumonia.pptx
PPT KGD DAN KRISIS Instalasi gawat darurat
ppt pneumonia.pptx
Askep pneumonia (1)
Askep pneumonia
Pneumonia
Pneumonia
askep EFUSI PLEURA.docx
Pneumonia AKPER PEMKAB MUNA
PPT-10-Askep-Anak-dengan-Peradangan-pada-sistem-Respirasi.ppt
300151819-PPK-Pnemonia.docx
Askep Peradangan Sistem Pernafasan pada Anak.ppt
tugas askep laporan pendahuluan pneumonia
LAPORAN PENDAHULUAN TERATAI 2 (2).pdf
Pnemonia adalah suatu radang pada paru yang disebabkan oleh bermacam-macam et...
Konsep Askep pada anak Pneumonia Kel. 2.pptx
Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit Dengan Gangguan Pernapasan-1.pptx
Auhan Keperawatan pada anak dengan Pneumonia

More from Yesi Tika (13)

PPTX
Ruang lingkup keperawatan jiwa dan keluarga
PPTX
Konsep keperawatan lansia
PPTX
Komunikasi dalam konteks sosial dan budaya
PPTX
Konsep berfikir kritis
PPTX
Asuhan keperawatan periferal arterial disease (pad)
PPT
Asuhan keperawatan ulkus peptikum.....
PPTX
Asuhan keperawatan katarak
PPTX
Asuhan keperawatan diabetes melitus
PPTX
Asuhan keperawatan bedah orthopedik
PPT
Askep sle
PPTX
Anatomi Sistem imun
PPTX
Anatomi Sistem Sensorik
PPTX
Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
Ruang lingkup keperawatan jiwa dan keluarga
Konsep keperawatan lansia
Komunikasi dalam konteks sosial dan budaya
Konsep berfikir kritis
Asuhan keperawatan periferal arterial disease (pad)
Asuhan keperawatan ulkus peptikum.....
Asuhan keperawatan katarak
Asuhan keperawatan diabetes melitus
Asuhan keperawatan bedah orthopedik
Askep sle
Anatomi Sistem imun
Anatomi Sistem Sensorik
Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

Asuhan keperawatan pneumonia

  • 1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA OLEH : YESI KARTIKA SARI Amd.Kep Dosen Pembimbing : RENI CHAIDIR, S.Kep, M.Kep
  • 3. Definisi Definisi  Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstiasialis dan bronkopneumonia (Arif mansjoer, 2001, Hal 446 ).  Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. ( S. A. Frice. 2005, Hal 804)
  • 5. Klasifikasi Berdasarkan klinis dan epidemiologi     Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia). Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia). Pneumonia aspirasi. Pneumonia pada penderita immunocompromised. (Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78)
  • 6. Berdasarkan bakteri penyebab Pneumonia Bakteri/Tipikal.  Pneumonia Akibat virus.  Berdasarkan predileksi infeksi Pneumonia lobaris  Pneumonia bronkopneumonia 
  • 7. Etiologi    Penyebab Pneumonia adalah streptococus pneumonia dan haemophillus influenzae. Pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat, dan sangat profesif dengan mortalitas tinggi. (Arif mansjoer, dkk, Hal 466) Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter Virus: virus influenza, adenovirus Micoplasma pneumonia
  • 9. Manifestasi Klinis       Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5 ºC sampai 40,5 ºC). , sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang keluhan gastrointestinal. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnuea (25 – 45 kali/menit), ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak napas, merintih, sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bawah kedalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronki. Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rup, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri bekurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku duduk / meningimus (iritasi menigen tanpa inflamasi) bila terdaat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi. Tanda infeksi ekstrapulmonal. ( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 466)
  • 10. Pemeriksaan Penunjang          Sinar X: GDA/nadi oksimetris Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah JDL Pemeriksaan serologi Pemeriksaan fungsi paru Elektrolit Bilirubin Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka (Marlyn E. Dongoes, 1999, ASKEP, Hal 164-174)
  • 11. Penatalaksanaan             Oksigen 1-2 L / menit IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena) dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feding drip. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpormukosilier. Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan : Untuk kasus pneumonia komuniti base: Ampicilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian Untuk kasus pneumonia hospital base : Sevotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian. ( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 468)
  • 12. komplikasi  Abses kulit, abses jaringan lunak, otitis media, sinus sitis, meningitis pururental, perikarditis dan epiglotis kaang ditemukan pada infeksi H. Influenzae tipe B. (Arif mansjoer, 2001, Hal 467)
  • 13. Pencegahan dan Faktor Resiko  Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan mengganggu draniase normal paru menahun (PPOM) meningkat kerentanan pasien terhadap pneumonia. Tindakan preventif :tingkankan batuk dan pengaluaran sekresi.  Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofi rendah (neutropeni) adalah mereka yang berisik. Tindakan preventif : lakukan tindak kewaspadaan khusus terhadap infeksi.  IndIvidu yang merokok berisik, kerena asap rokok mengganggu baik aktifitas mukosiliari dan makrofag. Tindaka preventif : ajurkan individu untuk berhenti merokok.  Setiap pasien yang diperbolehakan berbaring secara pasif di tempat tidur dalam waktu yang lama yang secara relatif imobil dan bernafas dangkal berisiko terhadap bronkopneumonia. Tinadakan preventif : sering mengubah posisi.  Setiap individu yang mengalami depresi reflek batuk (karna medikasi, keadaan yang melemahkan atau otot-otot pernafasan lemah), telah mengaspirasi benda asing ke dalam paru-paru selama periode tidak sadar (cedera kepala,anestesia), atau mempunyai mekanisme menelan abnormal adalah mereka yang hampir pasti mengalami bronkopneumonia. Tindakan preventif : penghisan trakeobronkial, sering mengubah posisi, bijakan dalam memberikan obat-obat yang meningkatkan resiko aspirasi dan terafi fisik dada.  Setiap pasien yang dirawat dengan regimen NPO (dipuasakan) atau mereka yang
  • 14.      Individu yang sering mengalami intoksikasi terutama rentan terhadap pneumonia, karna alkohol menekan reflek-reflek tubuh, mobolisasi sel darah putih dan gerakan siliaris trakeaobronkial. Tindakan preventif : bikan dorong kepada individu untuk mengurangi masukan alkohol. Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami pernafasan, ynga mencetuskan pengumpulan sekresi bronkial dan selanjutnya mengalami pneumonia. Tindakan preventif : observasi fekuensi pernapasan dan ke dalam pernafasan sebelum memberikan. Jika tampak depresi pernapasan, tunds pemberian obat dan laporkan masalah ini. Pasien yang tidak sadar atau mempunyai reflek batuk dan menelan buruk adlah mereka yang berisiko terhadap pneumonoia akibat penumpukan seksesi atau aspirasi. Tindakan preventif : sering melakukan . Individu lansia terutama mereka yang rentan pneumonia karna refleksi batuk. Pneumonia paskaoperatif seharusnyadapat diperkirakan terjadi pada lansia. Tndakan prepentif : sering mobolisasi, dan batuk efekif dan latihan pernapasan Setiap orang meneriama pengobatan terapi pernasapan dapat mengalami pneumonia jika peralatan tersebit tidak dibersikan dengan tepat. Tindakan preventif : pastiakn bahwa peralatan pernapasan telah di bersikan dengan tepat. (Suzanne C. Smeltzer,dkk , Hal 573)
  • 16. Pengkajian  Biodata  Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.  Riwayat kesehatan  Keluhan utama  Riwayat kesehatan dahulu  Riwayat kesehatan sekarang  Riwayat kesehatan keluarga  Pemeriksaan fisik
  • 17. Data dasar Pengkajian      Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas. Sirkulasi Gejala : riwayat adanya /GJK kronis Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat Makanan/cairan Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi), hiperaktif bunyi usus. Neurosensori Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza) Tanda : perubahan mental (bingung, somnolen) Nyeri/kenyamanan Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia, nyeri dada substernal (influenza). Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).
  • 18.  Pernafasan Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea, Takipnue, dispnenia progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal. Tanda :   Perkusi: pekak datar area yang konsolidasi.  Premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi   Sputum: merah muda, berkarat atau purulen. Gesekan friksi pleural. Keamanan Gejala : riwayat gangguan sistem imun, misal SLE,AIDS, penggunaan steroid, kemoterapi, institusionalitasi, ketidak mampuan umum, demam. Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola, atau varisela.  Penyuluhan/pembelajaran Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis Pertimbangan DRG menunjukkan rerata lama - lama dirawat 6 – 8 hari Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah. Oksigen mungkin diperlukan, bila ada kondisi pencetus.
  • 19. Diagnosa Keperawatan       Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).
  • 21. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum. Tujuan : Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.     Intervensi : Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis: krekels, mengi. Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, mis: menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi. Lakukan penghisapan sesuai indikasi. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat daripada dingin. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik.
  • 22. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia. Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan. Intervensi:  Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas. Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).  Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil, mis: selimut tambahan, suhu ruangan nyaman, kompres hangat atau dingin.  Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi (fowler atau semi fowler), napas dalam dan batuk efektif.  Berikan terapi oksigen dengan benar, mis: dengan nasal prong, masker, masker Venturi.  Awasi GDA, nadi oksimetri.
  • 23. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia. Tujuan: Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal. Intervensi:  Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.  Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.  Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.  Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
  • 24. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru. Tujuan: Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat. Intervensi:  Tentukan karakteristik nyeri, mis: tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan karakter/lokasi/intensitas nyeri.  Pantau tanda vital.  Berikan tindakan nyaman, mis: pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.  Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.  Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.  Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
  • 25. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi. Tujuan: Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan, menyatakan perasaan sejahtera. Intervensi:  Pantau: presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas.  Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. Bartikan/bantu kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan aerosol dan drainase postural, dan sebelum makan.  Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi selama sakit panas.  Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering dan makanan yang menarik untuk pasien.
  • 26. Evaluasi Keperawatan       Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan. Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan, menyatakan perasaan sejahtera. Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.